Kemudian keluar dengan menggandeng Naufal yang diajaknya. Tanpa sepatah kata, Naufal yang masih mengenakan masker ikut duduk bersama setelah bersalaman dengan kedua gurunya tersebut  Untuk sesaat semua jadi hening hingga pak Sutrisno menanyakan ke Naufal perihal penyakitnya.
Betapa terkejutnya pak Sutrisno saat Naufal membuka maskernya. Tampak wajah Naufal yang berwarna biru kehitaman dengan pembengkakan pada mulut, pipi dan lidahnya. Matanya terlihat melotot dan memerah karena menahan rasa sakit yang tak terkira.
Tubuhnya menjadi lebih kurus dari sebelumnya ditambah posturnya yang tinggi karena mulutnya kesulitan menerima asupan makanan. Hal yang bisa dilakukannya hanya menelan paksa bubur serta minuman saja. Itu pun harus dibantu ibunya.
Sambil berlinang air mata, ibunda Naufal yang sudah menjanda sejak ditinggal mati ayah Naufal sedari kecil, menceritakan bahwa sebenarnya sudah berobat ke beberapa dokter dan kata mereka, tidak ada infeksi apapun pada gigi, geraham, atau lidahnya.Â
Meskipun sudah minum banyak obat yang diberikan oleh dokter, tapi sampai sekarang tidak semakin membaik.
Pak Didik yang duduk di sebelah pak Sutrisno menjadi sedikit curiga dengan pembengkakan yang tampak pada pipi dan bibir di mulut Naufal. Setelah meminta izin, Beliau mencoba meraba pipi Naufal untuk melihatnya dari dekat dan terlihat ada nanahnya.
Tiba-tiba pecah suara di keheningan "Astaghfirullah, dosa apa yang telah kamu lakukan, nak?!", ucap pak Didik dengan nada tergetar. "Naufal, siapa yang telah kamu ludahi, sampai kamu berakibat seperti ini? Ceritakan jujur saja pada saya!" bujuk pak Didik pada Naufal dengan nada pelan penuh kasih sayang.
Naufal dengan berlinang akhirnya mengakui kekhilafannya bahwa minggu lalu telah meludahi baju seorang guru pria yang mengajarnya saat di SMP dulu. Dia beranggapan bahwa nilai raportnya jelek itu  gara-gara ulah guru yang dibencinya sehingga dia tidak bisa diterima di SMA Negeri favorit yang jadi pilihannya.
Tak sengaja, saat berhenti dan bersebelahan di traffict light dekat aloon-aloon dengan guru SMPnya dulu tersebut, karena masih dendam, Naufal pun spontan meludahi baju guru yang pernah mendidiknya tersebut. Hebatnya, reaksi gurunya itu pun hanya menoleh dan tersenyum. Saat tiba di rumah, Naufal merasa antara bangga dan puas karena dendamnya bisa terlampiaskan.
Pak Didik, meskipun jadi guru seni budaya, di zaman modern dan serba digital ini ternyata beliau juga mengusai ilmu metafisika yang berhubungan dunia gaib, yaitu kemampuan mistis menyelisik dunia lain yang tidak bisa dimiliki oleh banyak orang.
Pak Sutrisno juga sempat kaget akan ilmu kebatinan yang dimiliki oleh pak Didik. Bagaimana beliau bisa tahu hanya dengan menyentuh dan melihat bengkak di mulut dan pipi Naufal.