Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bentuk Soal Pilihan Ganda, Refleksi Permasalahan Kehidupan Kita yang Kompleks

30 September 2023   13:35 Diperbarui: 3 Desember 2023   20:32 2794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjawab soal pilihan ganda. (Dok Shutterstock via Kompas.com)

Rasanya menarik juga nih saat ada seorang aktris yang wajah cantiknya sering menghiasi dunia sinetron dan film di tanah air, tiba-tiba kali ini melemparkan topik bahasan tentang bentuk Soal Pilihan Ganda (PG) yang sering digunakan sebagai salah satu instrumen ujian di institusi pendidikan.

Bola liar dari ide Maudy Ayunda itu langsung saja memantik pro dan kontra dari semua stakeholder pendidikan tentang perlu atau tidaknya untuk menghapus bentuk soal pilihan ganda sebagai alat pengambilan nilai dalam ujian tertulis dan diganti dengan hanya bentuk soal jenis uraian (esai).

Meskipun artis, semua sudah tahu bahwa Maudy Ayunda pernah menyelesaikan pendidikan program sarjananya (S1) dari Oxford University untuk bidang Philosophy, Politics dan Economics. Sedangkan (S2) ditempuh di Stanford University dengan menyelesaikan studi masternya di bidang Art and Education.

Tidak heran, dengan latar belakang strata pendidikan yang dimilikinya, dia pernah ditunjuk menjadi juru bicara mewakili Indonesia pada pertemuan tingkat tinggi dunia di forum G-20.

Bentuk hasil Jawaban dari Soal pilihan ganda. (Dokumentasi pribadi)
Bentuk hasil Jawaban dari Soal pilihan ganda. (Dokumentasi pribadi)

Soal Pilihan Ganda dihapus dari jenis tes?

Bila ada wacana pertanyaan di atas, jawabannya sangat jelas bahwa bentuk soal pilihan ganda, sampai kapan pun TIDAK akan pernah dihapus. Hanya saja, setiap lembaga pendidikan pasti sudah mempertimbangkan penggunaan dan pemberian model tes tersebut pada banyak faktor.

Faktor utama mengapa jenis soal pilihan ganda adalah jumlah murid yang diuji, waktu pengkoreksian yang terbatas, dan tujuan dari diberikannya tes itu.

Bayangkan saja bila ada seorang guru yang hanya untuk mengukur satu kompetensi dasar (KD) dari banyak kompetensi lainnya dengan soal jenis esai atau uraian pada jumlah muridnya sebanyak 400. Itu adalah jumlah total 36 murid per kelas pada 12 kelas yang diajarnya.

Nah, perlu waktu berapa bulan untuk memdapatkan nilai akhirnya. Belum bila materi yang diujikan adalah membuat karangan. Dijamin belum sampai tiba masa pensiun, guru tersebut pasti akan mengalami penuaan dini dan stress deh!

Bagaimana dengan tujuan pemberian tes?

Sebetulnya, pemberian tes pada murid dalam bentuk soal pilihan ganda (PG) atau esai (uraian) itu dipergunakan sebagai feedback (umpan balik) bagi guru untuk mengetahui seberapa banyak murid-muridnya dalam mengusai materi pelajaran yang diberikan.

Harapannya, anak didik mampu menguasai konsep materi pelajaran, menafsirkan fakta yang ada, mengevaluasi masalah, menjelaskan proses sebab-akibat, mengambil peluang dan bisa memprediksi hasil atas semua permasalahan yang muncul serta menanamkan perilaku dan karakter positif dalam kehidupannya kelak.

Baca Juga : Kenali 4 Jenis Kepribadian dan Emosi anak didik untuk Mengelola

Namun harus dipahami bahwa tingkat kecerdasan yang meliputi tingkat kognitif, psikomotorik, dan afektif dari setiap anak didik itu berbeda-beda yang utamanya ditekankan pada afektif, yaitu pendidikan karakter dan budi pekerti.

Tingkatan Taksonomi Bloom. sumber gambar dari www.researchgate.net
Tingkatan Taksonomi Bloom. sumber gambar dari www.researchgate.net

Merujuk dari Taksonomi Bloom, masih ingatkah bahwa tingkatan terendah sampai yang tertinggi adalah: 1. Mengingat, 2. Memahami, 3. Menerapkan, 4. Menganalisis, 5. Menilai, dan 6. Menciptakan.

Jenis soal pilihan ganda, adalah juga metode yang terbaik karena semua aspek di Taksonomi Bloom di atas tetap bisa tercapai dalam jenis tes itu.

Misalnya di mata pelajaran sejarah, untuk tingkatan mengingat: buat saja soal tentang tahun berlangsungnya tahun perang Diponegoro. 

Namun, untuk tingkat menganalisis, buatkan soal penyebab perang Diponegoro yang mengalami kekalahan melawan penjajah, Belanda.

Pada opsi piilihan ganda, harus dibuat pengecoh (distractor) yang berkualitas pada opsi jawaban lainnya sehingga anak didik tidak diberi kemudahan mutlak untuk menjawab. Hal itu untuk mengukur seberapa mampu mereka memaksimalkan tingkat kecerdasan kognitif mereka.

Semua guru sebagai pembuat soal pasti sudah memahami benar substansi dari proses pembuatan soal pilihan ganda. Ada beberapa klausa yang patut digarisbawahi yang salah satunya adalah metode 1 : 2 : 1 dalam membuat prosentase tingkat kesulitan soal.

Bila ada 10 soal pilihan ganda yang dibuat, harus dibuatkan 2 soal tingkat rendah, 6 soal sedang dan 2 soal untuk tingkat kesukaran yang tinggi. 

Apalagi, bila soal yang dibuat harus mengacu pada HOTS (Higher Order Thinking Skills) yang didengungkan oleh Kurikulum 13, haruslah dipatuhi ketat aturan penulisan soalnya.

Ingat, soal pilihan ganda itu bukan sekadar memilih satu jawaban yang benar, tapi banyak bentuk lainnya seperti soal pilihan Benar-Salah atau soal Pilihan Ganda Kompleks yang jawaban benarnya bisa lebih dari satu pilihan dari opsi yang disediakan.

Maudy Ayunda, secara implisit tetap setuju dengan jenis soal pilihan ganda, namun yang harus diubah dan diperhatikan adalah pembobotan setiap soal PG haruslah berbeda tergantung dari tingkat kesulitan soalnya. 

Jadi bukan semata bila menjawab benar satu soal, maka skor yang diperoleh juga 1 (satu) poin, dan 0 (nol), jika menjawab salah.

Bentuk soal pilihan ganda tetap dipercaya menumbuhkan Critical Thinking dan Computational thinking pada kemampuan kognitif anak didik agar mampu memahami permasalahan krisis kehidupan yang multidimensi saat ini akibat pengaruh globalisasi.

Negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Amerika Serikat, Eropa dan beberapa negara lainnya di kawasan ASEAN, masih dan tetap menggunakan bentuk soal pilihan ganda dalam ujian untuk anak didiknya sampai sekarang dengan memadukan sedikit soal esei untuk mengetahui kemampuan nalar di tingkat analisis dan evaluasi dari Taksonomi Bloom.

Terakhir, kebijakan dari program nasional untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang saat ini sedang dilaksanakan, tergantung juga dari para pakar pendidikan itu sendiri. 

Mereka alumni dari belahan negara barat yang mengutamakan result (hasil), ataukah lulusan universitas belahan negara timur seperti Jepang dan lainnya yang mengutamakan proses. 

Produk dari kebijakan pendidikan negeri ini merupakan dominasi dari dua hal di atas tanpa mengabaikan akar pendidikan dalam kepribadian dan karakter bangsa yang berbudi luhur bangsa kita sendiri.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun