Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pengalaman Tertinggal Penerbangan, Panik Nggak? Ya, Paniklah!

3 September 2023   11:18 Diperbarui: 4 September 2023   11:21 2288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sekolah memberikan pelajaran pada kita, kemudian mengujinya dengan serangkaian tes, namun Kehidupan ini, langsung memberikan ujian atau tes pada kita dan setelah itu, barulah kita memetik pelajaran".

Sungguh, selama puluhan tahun bepergian dengan pesawat terbang baik tugas domestik, ke banyak negara di luar negeri atau liburan keluarga, baru kali ini tertinggal satu flight dan dampaknya berpengaruh pada semua aspek baik moril maupun materiil.

Jika ada kalimat, ketinggalan pesawat? Panik, nggak? Terus dinasehati untuk tetap tenang, namun jujur dalam praktiknya ya tetap paniklah! Masak enggak?

Lucunya, dalam kasus yang berbeda dengan waktu yang bersamaan di bulan Agustus ini, saat mengirim satu-satunya siswi, Kamilia Fadila yang mewakili Indonesia di forum Perdamaian dunia bersama siswa-siswi dari 20 negara di dunia di Hiroshima Jepang, ternyata dia juga tertinggal penerbangan pesawat pada transit ketiganya di bandara Haneda, Tokyo untuk menuju Hiroshima.

Beruntungnya, maskapai yang sama tetap memberikan tiket pengganti pada flight berikutnya karena jeda waktu transit ketiganya terlalu pendek sehingga belum sempat mengambil kopor karena tertahan di imigrasi, pesawat ketiganya sudah terbang.

Suasana ruang tunggu bandara Changi yang lengang karena tertinggal penerbangan. Sumber gambar dokumen pribadi.
Suasana ruang tunggu bandara Changi yang lengang karena tertinggal penerbangan. Sumber gambar dokumen pribadi.

Dalam kasus saya bersama seorang murid bernama Alexsa yang menjadi wakil Indonesia dalam lomba juga tertinggal pesawat pada transit kedua dari tiga penerbangan yang direncanakan yaitu saat dari Bandara Internasional Changi, Singapura menuju Ho Chi Minh, Vietnam.

Kepanikan melanda karena perjalanan kali ini bukanlah wisata, melainkan menghadiri lomba Inovasi Teknologi pelajar di tingkat Asia Pasifik. 

Bayangkan saja, apabila jadwal lomba yang sudah ditentukan harus terlewati bila tiba di sana hanya gara-gara ketinggalan penerbangan pesawat.

Namun, akhirnya semua permasalahan bisa teratasi setelah bersitegang dan beragumentasi dengan petugas maskapai yang ada di bandara. 

Bahkan, ada kompensasi berupa penggantian tiket untuk pagi hari yang seharusnya sore hari. Juga disediakan souvenir berupa selimut Changi bila ingin bermalam di bandara.

Hanya saja, dampak buruknya, tiket yang seharusnya dari bandara Ho Chi Minh menuju Quy Nhon, secara otomatis hangus. Mau tidak mau, terpaksa harus membeli lagi sebesar Rp. 21.000.000 untuk 17 penumpang dalam satu rombongan Indonesia.

Juga dampak psikis tak terhingga karena kelelahan fisik dan kecemasan akan tertinggal event lomba Internasional yang bergengsi tersebut serta secara finansial harus ada lagi pengeluaran ekstra di luar anggaran yang telah ditentukan.

Belajar dari kasus tertinggal penerbangan tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu dijadikan perhatian agar tidak terjadi bagi siapa saja. 

Apalagi, bila pergi berombongan bersama anak didik yang terkadang masih di bawah usia 17 tahun dan harus ada Chaperone (Pendamping).

Pertama, bila memungkinkan, hindari penerbangan dengan tiga transit kecuali memang terpaksa. Juga, perhatikan jeda waktu antar transit. Jangan terlalu pendek waktu interval flight-nya karena kita tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk lolos pemeriksaan di imigrasi bandara.

Paling aman adalah direct flight, tapi harga tiket bisa luar biasa mahalnya. Pilihan pada connecting flight dengan maskapai yang sama selama transit juga menjadi keuntungan bila ada kasus delayed atau keterlambatan penerbangan.

Kedua. untuk diperhatikan, selalulah mengamati monitor jadwal penerbangan di Schedule Board karena sewaktu-waktu ada ada informasi perubahan Gate, Waktu terbang dan Nomor Counter Row untuk check in-nya.

Ingatlah bahwa tidak semua maskapai menginformasikan waktu check in secara tertulis. Kadang-kadang hanya tulisan ada tulisan Re-scheduled atau Re-timed. Bila melihat hal itu, tetaplah lakukan check in untuk mendapatkan Boarding pass.

Ketiga, bila tidak yakin, tidak tahu atau untuk pencegahan, biasakan untuk cerewet bertanya pada bagian informasi di Counter Row dari maskapai penerbangan yang digunakan tentang perubahan waktu check in dan flight-nya.

Apabila ada kasus tertinggal penerbangan, mereka yang akan bertanggung jawab untuk mengganti tiket pada penerbangan berikutnya tanpa dikenakan biaya apapun seperti kasus yang saya alami.

Juga, bila pergi berombongan, pastikan berat kopor yang ditentukan karena kelebihan berat per kilogramnya akan dikenakan biaya tambahan, dan itu sangatlah mahal.

Sudah dua kali saya membayar denda kelebihan kopor dari anggota rombongan. Lebih 5 Kilogram saja, harus membayar 100 USD atau sekitar Rp.1.500.000 saat di Australia dan juga di Singapura.

Keempat, setelah mendapatkan boarding pass, bergegaslah untuk menuju Gate (gerbang) penerbangan. Ingatlah! Proses pemeriksaan imigrasi menyita waktu yang cukup lama. Waspadai juga perbedaan waktu antar negara dengan negara kita.

Belum jika ada yang bermasalah karena lupa membawa surat tugas dalam bahasa Inggris bagi mereka yang masih di bawah umur, membawa barang yang dilarang secara tidak sengaja atau masalah lainnya.

Begitu bisa melewati bagian imigrasi, perhatikan!, terkadang lokasi Gate dan Zone untuk penerbangan berada sangat jauh dan ini juga memerlukan waktu untuk ditempuh. Seperti yang ada di Bandara International di Kuala Lumpur, Changi di Singapura, Incheon di Korea Selatan atau bandara lainnya.

Saat saya sedang duduk termenung mengevaluasi akar permasalahan ketertinggalan penerbangan dengan satu maskapai serta menghitung untung ruginya, tiba-tiba sahabat di sebelah saya bercerita bahwa dia dan rombongannya sejumlah 47 orang pernah tertinggal pesawat saat di Seoul, Korea Selatan.

Ternyata, mereka semua lupa akan hari, tanggal dan waktu yang seharusnya untuk penerbangan pulang yang ditentukan saking asyiknya di Seoul. Dampaknya, untuk pulang ke tanah air, semua harus membeli tiket sendiri-sendiri karena kesalahan murni pada kealpaan mereka sendiri.

Hitung saja tiket yang dibeli mendadak dengan direct flight, bisa Rp. 10.000.000 sampai dengan Rp. 12, 500.000 per orang dan kalikan sendiri dengan 47 orang. Klenger, khan?!

Sungguh kisah bepergian atau perjalanan antar negara dengan berbagai tujuan entah tugas, lomba atau wisata, rasanya seperti perjalanan hidup ini yang penuh lika-liku yang terkadang ada good time, dan bad time-nya.

Mungkin Anda juga punya kisah buruk dari traveling seperti kasus kehilangan barang, kehabisan uang, sakit saat di luar negeri atau tertahan di imigrasi dan lain-lainnya. Berbagi cerita yuk!

Salam dari Quy Nhon, Vietnam 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun