Angkatan Kelima, yaitu Matra Angkatan Siber di Indonesia dalam menyikapi ancaman global yang dianggap bisa merongrong kedaulatan negara ini?Â
Apabila ada pertanyaan tentang penting dan perlukah dibentukJawabannya adalah penting, namun tidak perlu dibentuk dan menjadi matra tersendiri melainkan tetap menjadi bagian dari 4 matra pertahanan yang sudah ada.
Setiap negara, pasti mempunyai empat matra dalam angkatan bersenjatanya, yaitu Darat, Laut, Udara dan Kepolisian.Â
Hanya saja, untuk Kepolisian, khususnya di beberapa negara maju dan beberapa negara berkembang termasuk Indonesia, matra itu sudah dikembalikan pada masyarakat sipil meski masih terorganisasi rapi ala militer.
Sejarah pembentukan Angkatan Kelima yang pernah ada di Indonesia dan menimbulkan konflik yang berdarah serta meninggalkan noda hitam kelam bagi bangsa ini.
Saat itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) mengusulkan dan meminta agar dibentuk Angkatan Bersenjata Kelima untuk memperkuat pertahanan negara yang pasukannya terdiri dari para buruh dan petani.
Jenderal Ahmad Yani, dari matra darat dan juga pimpinan dari beberapa matra lainnya seperti laut, udara dan kepolisian menolak tegas usulan itu karena hal itu justru akan menimbulkan ancaman yang lebih membahayakan dari dalam negeri dibanding ancaman dari negara lain.
Dampaknya bisa ditebak, dan pecahlah pemberontakan pada NKRI yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965 didalangi oleh Partai Komunis Indonesia yang peristiwa tersebut kita kenal dengan G-30-S PKI.
Mencermati peristiwa itu, pembentukan Angkatan kelima untuk Matra khusus Angkatan Siber perlu dipertimbangkan mana yang lebih besar antara azaz manfaat dan kerugiannya dalam menjaga keutuhan NKRI ini.
Di era global ini, Ancaman "penjajahan" negara lain dalam bentuk siber (cyber) yang berpotensi melumpuhkan kekuatan ekonomi, pertahanan keamanan, budaya dan banyak sektor lainnya sudah terjadi secara sub-counsious (hadir tanpa terdeteksi).
Solusinya bagaimana?
Pertama, para generasi muda yang mempunyai kemampuan teknologi informatika, rekayasa teknologi jaringan intra dan inter koneksi (internet), menciptakan aplikasi Artificial Intelligence berbasis website dan kemampuan semua bahasa di dunia, haruslah direkrut untuk mengikuti wajib militer (General Issue) dan ditempatkan pada setiap matra angkatan bersenjata kita.
Mereka diberi pangkat militer berdasarkan strata pendidikan, kecerdasan, usia, fisik atau stamina, jiwa patriotisme dan mental ideologinya demi menjadi benteng pertahanan militer kita saat berdinas di balik layar sebagai "pasukan angkatan siber" yang tangguh.
Kedua, mereka tidak berdiri sebagai pasukan matra khusus, melainkan masuk di dalam kematraan milternya masing-masing. Bagi matra laut sebagai misal, kemampuan mendeteksi penyusup dan penyelundup, baik bawah laut kita adalah tanggung jawab mereka untuk mengetahuinya.
Kejahatan siber perbankan, terorisme, dan konflik internal yang menjurus SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) yang memanfaatkan internet dan berpotensi merusak tatanan masyarakat kita, pasukan siber dari hasil rekrutan "wajib militer" dari POLRI juga harus mampu mewaspadai, menangkal dan mencegah serta menghancurkannya.
Ketiga, kecanggihan dan peralatan perlu dianggarkan lebih pada Alutsita (Alat Utama Sistem Pertahanan) negara terutama pada teknologi informatika yang mendukung penuh pada pengamanan sistem pertahanan perang siber bila memang benar terjadi di masa depan.
Di zaman digital ini, bila tidak diantisipasi oleh negara kita, semua data pribadi siapapun dan apapun dari setiap warga masyarakat akan dengan mudah dibobol oleh para hackers yang berniat jahat.
Baca Juga : Â Artificial Intelligence, Mesin CNC, Â Chat GPT dan Search Engine adalah kita
Jadi angkatan siber juga akan bisa menjadi ancaman internal yang serius pada suatu negara itu sendiri bila tidak adanya sistem kontrol, komando yang loyal dan pengawasan yang solid sebagai salah satu bagian sistem pertahanan negara.
Perang konvensional versus perang modern
Coba cermati perang yang masih berlangsung antara negara Rusia dan Ukraina yang masing-masing mengklaim telah memenangkan perang. Anehnya, mana informasi yang benar dan yang tidak, akan sulit diketahui oleh masyarakat dunia lain karena peranan pasukan siber mereka masing-masing.
Akan tetapi, perang yang dibayangkan secara konvensional, yaitu berhadap-hadapan seperti langsung perang zaman dulu, semua itu sudah tidak ada.Â
Justru yang tampak, adalah perang teknologi hasil dari Artificial Inteligence ( A.I.) atau hasil dari kecerdasan buatan berupa smart bom dan drone, yaitu pesawat tempur canggih tanpa pilot di dalamnya.
Bila seperti itu, sudah sepatutnya angkatan bersenjata dari empat matra di negara Indonesia secara khusus dan berkelanjutan untuk semakin meningkatkan sumber daya manusia tentaranya terutama dalam menguasai teknologi informasi dan komputer.
Mereka para wajib militer dari bidang Informatika dan komputer, perlu diberi ruang untuk berkontribusi nyata dan berkarya, baik melalui rekayasa software dan hardware pada cyber system semata demi menjaga keutuhan NKRI daripada membentuk angkatan siber sebagai matra kelima.
Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H