Rasanya aneh saja, saat liburan semester datang, justru momen yang seharusnya menjadikan pelepas stress (tekanan hidup), malah menjadikan satu beban pemikiran tersendiri dan secara tidak disadari telah membuat semua individu yang terlibat di dalamnya terdampak akan perasaan stress juga.
Secara resmi, libur semester sekolah telah dimulai pada tanggal 20 an Juni 2022, namun pada praktiknya, dua minggu setelah ujian semester akhir tahun, sudah banyak siswa yang menikmatinya dengan mengadakan banyak kegiatan lomba atau olahraga di sekolah yang utamanya dalam program class meeting untuk melepaskan beban stress pasca ujian.
Stress itu apa sih?
Jika berselancar di dunia maya dengan meng-googling definisi stress, akan banyak ditemukan dan secara singkatnya:Â
stress adalah perasaan tertekan yang karena merasa kebingungan, kewalahan dan kegamangan dalam mengatur ritme aktivitas diri dari hal teratur menuju ketidakteraturan atau sebaliknya yang mempengaruhi kesehatan mental atau rohani dan berdampak pada menurunnya tingkat produktivitas.
Jika ditanyakan gejalanya, jawabannya bisa bervariatif, namun pada prinsipnya, pikiran menjadi sedih, gusar, kecewa, bingung atau frustrasi dalam hal mau berbuat apa, kemana, bagaimana dan dampaknya, keputusan yang diambil pada langkah berikutnya justru membuat masalah menjadi semakin runyam dan tidak bermanfaat.
Liburan yang tidak terencanakan sering terpaksa dilakukan oleh mereka yang memang sedang mendapatkannya dan umumnya itu adalah anak sekolah atau mahasiswa yang sedang mengalami perpindahan ke jenjang atau kelas yang lebih tinggi.
Namun, mereka lupa bahwa orang tua mereka, tidaklah secara otomatis ikut berliburan juga. Itu juga berlaku entah para wirausahwan, ASN atau PNS, dan semua profesi lainnya atau pun para profesi guru yang oleh masyarakat dianggap ikut libur di saat muridnya sedang menikmati liburan semester.
Itu adalah anggapan yang keliru. Guru di mana pun berada di tanah air, tidaklah ikut mendapatkan liburan, namun masuk kerja seperti biasa meskipun tidak ada murid di sekolah.Â
Bahkan, selama liburan, bapak dan ibu guru juga meng-upgrade kemampuan mereka tentang Kurikulum Merdeka melalui workshop atau In House Training selama sepekan.
Jadi siapa saja yang pada musim liburan justru terdampak stress?
Pihak pertama adalah para murid itu sendiri tentunya. Mereka, yang terutamanya tidak mempunyai rencana untuk berliburan, harus memutar otak bagaimana mengisi hari-hari libur mereka agar bermanfaat. Itu saja sudah membuat perasaan stress.
Sebetulnya banyak aktivitas di liburan seperti mendaki gunung, ke pantai, touring dengan club motor, hiking, camping atau traveling ke kota lain di lain provinsi.
Namun, semua itu perlu perencanaan yang matang mulai dari biaya, waktu, dana, tenaga dan cuaca, karena aktivitas di atas berhubungan dengan keselamatan, kesehatan dan kenyamanan secara fisik atau mental bagi mereka yang berminat tinggi.
Guru
Guru yang secara tidak langsung terdampak karena masih harus aktif masuk bekerja di sekolah selama murid libur, juga sering dilanda gabut dalam pikirannya.
Bagaimana tidak? Di saat seharusnya melepas beban pekerjaan setelah 6 bulan dalam proses belajar mengajar di Sekolah, semua guru tetap aktif dalam kegiatan workshop untuk peningkatan kemampuan dalam menyiapkan dan mengasah diri mereka demi membantu anak didik dalam menghadapi tantangan perubahan global yang cepat.
Orangtua murid
Terlebih orangtua anak didik. Rasanya tingkat stress mereka lebih besar di banding guru dan siswa di momen liburan ini. Mereka diakui atau tidak, lebih merasa tentram bila anak mereka berada di sekolah daripada masa liburan.
Mereka tidak hanya harus menyediakan dana untuk liburan anak mereka, bisa jadi pikiran dan tenaga yang harus tercurahkan untuk bekerja dalam memenuhi nafkah keluarga sehari-hari malah tergeser semakin stress karena memikirkan kondisi anak mereka yang sulit terpantau keberadaannya selama masa liburan sekolah.
Bagaimana solusinya?
Kunci utamanya pada pelepasan stress yang ada pada setiap individu melalui banyak kegiatan yang positif.
Pertama. Gunakan masa libur semester untuk meningkatkan portofolio diri melalui peningkatan kemampuan kognitif, keterampilan dan afektif.
Misalnya mengikuti kursus bahasa Inggris agar kemampuan berbicara semakin lancar, kursus TOEFL, TOEIC atau bahasa asing lainnya seperti Bahasa Jepang dan Korea.
Juga bisa mendalami membaca Al Qur'an agar semakin banyak hafalan juzz dan surah, bekerja sebagai part time job di Toko atau swalayan. Bila mampu, mengikuti berbagai jenis lomba seperti lomba nasional Game online competition untuk kalangan pelajar.
Kedua. Gunakan masa liburan untuk berliterasi diri dengan meningkatkan keterampilan membaca atau menulis puisi,artikel, cerpen atau sampai membuat buku dan novel.
Ketiga. Gunakan untuk refleksi diri dan merenung atas capaian nilai raport yang telah diterima untuk mengenali kelemahan dan kelebihan diri sendiri.Â
Memahami benar akan kemampuan diri, mencermati mata pelajaran apa yang perlu ditingkatkan serta membuat target cita-cita diri yang akan diwujudkan di masa depan.
Terakhir, semua itu terserah Anda sendiri bagaimana mencari cara agar stressor (faktor yang membuat seseorang stress) bisa terlepas sebelum masa liburan Anda benar-benar habis.Â
Jika tidak, dimungkinkan perasaan stress itu, lama-lama akan berakumulasi menjadi kasus yang membahayakan, yaitu munculnya perasaan depresi bagi siswa, guru atau orangtua murid.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H