Jadi siapa saja yang pada musim liburan justru terdampak stress?
Pihak pertama adalah para murid itu sendiri tentunya. Mereka, yang terutamanya tidak mempunyai rencana untuk berliburan, harus memutar otak bagaimana mengisi hari-hari libur mereka agar bermanfaat. Itu saja sudah membuat perasaan stress.
Sebetulnya banyak aktivitas di liburan seperti mendaki gunung, ke pantai, touring dengan club motor, hiking, camping atau traveling ke kota lain di lain provinsi.
Namun, semua itu perlu perencanaan yang matang mulai dari biaya, waktu, dana, tenaga dan cuaca, karena aktivitas di atas berhubungan dengan keselamatan, kesehatan dan kenyamanan secara fisik atau mental bagi mereka yang berminat tinggi.
Guru
Guru yang secara tidak langsung terdampak karena masih harus aktif masuk bekerja di sekolah selama murid libur, juga sering dilanda gabut dalam pikirannya.
Bagaimana tidak? Di saat seharusnya melepas beban pekerjaan setelah 6 bulan dalam proses belajar mengajar di Sekolah, semua guru tetap aktif dalam kegiatan workshop untuk peningkatan kemampuan dalam menyiapkan dan mengasah diri mereka demi membantu anak didik dalam menghadapi tantangan perubahan global yang cepat.
Orangtua murid
Terlebih orangtua anak didik. Rasanya tingkat stress mereka lebih besar di banding guru dan siswa di momen liburan ini. Mereka diakui atau tidak, lebih merasa tentram bila anak mereka berada di sekolah daripada masa liburan.
Mereka tidak hanya harus menyediakan dana untuk liburan anak mereka, bisa jadi pikiran dan tenaga yang harus tercurahkan untuk bekerja dalam memenuhi nafkah keluarga sehari-hari malah tergeser semakin stress karena memikirkan kondisi anak mereka yang sulit terpantau keberadaannya selama masa liburan sekolah.