Kedua cowok yang saat ini sedang berstatus mahasiswa itu mengaku bahwa mereka mengenal rokok elektrik sejak berada di bangku sekolah menengah atas dan sejak itu tidak bisa beralih ke rokok filter atau kretek konvesional lain dengan bahan baku tembakau.
Sedangkan, dua cowok lainnya, Erik (nama samaran) yang terlihat tampan dan Bayu yang berpostur tinggi (juga nama samaran) mengaku secara jujur bahwa dulu pernah merokok elektrik (vape), namun akhirnya memilih kembali ke rokok filter konvensional dengan menyebutkan tiga alasan.
Pertama,cita rasa dari rokok vape yang dihisapnya dianggap kurang menendang di lidah mereka alias hambar saja.
Kedua, varian rasa rokok elektrik terasa aneh karena aroma buah-buahan, rasa coklat, rasa kacang-kacangan, rasa mint yang sejuk atau dingin dan rasa orisinil (tasteless).
Ketiga, asap yang dikeluarkan oleh vape dianggap terlalu padat dan lebih tebal daripada rokok konvensional.
Sedangkan ketiga cowok lainnya mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak pernah menyentuh vape atau rokok elektrik. Meskipun harga alat vape dikatakan murah, yaitu berkisar Rp200.000 sampai dengan Rp500.000, tetap tidak membuat mereka tertarik sama sekali untuk mencicipinya.
Dari hasil wawancara santai di atas, artikel tidaklah mencerminkan atau mewakili bahwa apa yang diulas di sini adalah valid dan reliable, namun minimal saya mendapatkan pemahaman akan dunia per-vape-an tersebut.
kesehatan mereka, semua hanya tertawa lebar dan ada satu anak cowok yang nyeletuk, "Meskipun merokok, yang penting tetap berolahraga, pak!"
Saat saya ingatkan bahayanya merokok padaSungguh, pemerintah harus segera memperketat aturan merokok bila tidak ingin kesehatan para generasi muda kita menjadi rusak.
Saya jadi ingat akan kalimat teman kuliah saya, Hernandez dari Mexico yang mengatakan "Indonesia is a heaven country for smokers!". Meskipun dia mengatakannya sambil bercanda, namun rasanya benar juga nih!
Kawula muda yang gemar merokok apakah disebabkan oleh budaya kita?