Namun sayang sekali, setelah hubungan yang harmonis dengan Jepang, ternyata Portugis secara berani dan  bebas menjelajah kepulauan Kyushu demi menyebarkan agama Khatolik pada masyarakat Jepang yang taat pada agama Shinto-nya.
Hal itu menimbulkan pemberontakan dari para petani Jepang yang berani di Shimabara kepada pihak Keshogunan Jepang pada tahun 1638.Â
Gara-gara peristiwa itu, semua pendeta Khatolik dan juga pengikutnya dihukum mati dan bangsa Portugis diusir paksa keluar dari Jepang serta dilarang berdagang lagi ke Jepang.
Keshogunan Tokugawa segera mengamankan Jepang dari pengaruh bangsa asing dengan cara membangun Dejima (Pulau buatan) di Nagasaki dan menempatkan Bangsa Belanda, negara dari Eropa yang diberi hak berdagang dengan Jepang.
Semua pelabuhan ditutup di seluruh Jepang, kecuali pelabuhan di Nagasaki sebagai satu-satunya pintu masuk bangsa lain untuk berdagang dan pertukaran budaya pada abad 16 itu.
Orang Belanda tidak diizinkan keluar dari pulau buatan atau Dejima. Itu juga berlaku bagi orang Jepang sendiri. Hanya mereka yang diberi wewenang bisa bebas untuk berinteraksi.Â
Apabila dilanggar, semua akan dihukum mati dengan dipancung dan bahkan Bangsa Belanda bisa diusir serta kehilangan hak perdagangannya.
Tidak heran, hampir 200 tahun lebih di periode Edo, perdagangan Belanda mampu berjalan lancar di Dejima, Jepang mulai tahun 1641 sampai dengan 1854.
Selama masa perdagangan itu, banyak orang Jepang yang ternyata belajar Bahasa Belanda, Ilmu Sains, Kedokteran, Farmasi, dan Teknologi khususnya pada peralatan persenjataan militer yang selanjutnya untuk menjajah bangsa lain di Asia.
Bagaimana perdagangan Belanda di negara Asia lainnya?