Ketiga. Pertanyaan sebagai alat untuk menguji. Sebagai misal guru di kelas, dosen di ujian skripsi, dan tempat lainnya bahwa si penerima materi bahasan sudah bisa dikatakan 'sudah memahami'.
Dari ketiga narasi sifat pertanyaan di atas sesuai konteksnya sangatlah diperlukan. Hanya saja, saat narasi itu dibalik dari si penerima materi bahasan, maknanya bisa menjadi sedikit bias.
Tipe Kepribadian dan karakter dari si penerima materi bahasan juga menentukan apakah pertanyaan menjadi diperlukan dalam proses penyampaian materi bahasan secara lisan baik di kelas atau di ruang pertemuan lainnya.
Tipe Sok Tahu. Pada tipe ini, orang yang bertanya tidak atau belum memami materi bahasan dan terkadang menjadi cemohan peserta lainnya karena pertanyaannya justru menyimpang jauh dari topik bahasan utama.
Tujuan lainnya adalah agar dirinya dianggap sebagai orang yang serba tahu oleh peserta atau para penerima materi bahasan.
Tipe Penguji. Ada dari penerima materi yang juga melakukan pertanyaan dan cenderung mengajak berargumentasi dengan tujuan untuk menguji kemampuan atau tingkat inteligensia dari nara sumber atau pemberi materi bahasan.
Tujuan lainnya, untuk menunjukan bahwa dia ingin para peserta lain menganggap dirinya sebagai orang yang pandai atau cerdas. Mereka tipe penanya yang sudah mengerti materi bahasannya tapi pura-pura tidak tahu.
Tipe Tidak peduli. Saat bertemu dengan tipe penanya seperti ini, proses transfer of knowledge atau informasi terlihat tidak sehat karena pemberi materi tidak mengetahu bahwa responden mereka sudah paham, mengerti atau tahu.
Tipe ini umumnya tergolong cerdas dan mudah menyesuaikan diri bila terpaksa harus memberikan pertanyaan. Jika bertanya pun, karena, memang dirinya benar-benar tidak tahu.
***