Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Pertanyaan yang (Tidak) Perlu

15 Mei 2023   13:53 Diperbarui: 20 Mei 2023   16:00 1797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru di depan kelas menjawab pertanyaan murid.(KOMPAS.COM/GARRY LOTULUNG) 

"Saya tidak mengerti di mana bagian yang saya tidak paham itu, saya sendiri juga tidak tahu!"

Nah, tuh! Bagaimana respon kita bila ada yang menjawab dengan kalimat seperti itu saat seseorang mendapat pertanyaan apakah sudah memahami, mengerti atau mengetahui dari materi, topik atau isu yang menjadi topik bahasan.

Sepertinya terdengar aneh juga, namun hal itu sering terjadi pada saat pembelajaran di kelas, di seminar, pelatihan atau workshop dan sesi diskusi. Betapa sulitnya untuk membuat atau memberikan berbagai pertanyaan atas topik bahasan yang baru disampaikan.

Guru sebagai pemberi materi di kelas, terkadang setelah menyampaikan agenda pelajaran, se isi kelas hampir tidak ada yang bertanya sampai batas waktu sesi tanya jawab hampir usai. Bila ada pun, terkesan menggugurkan kewajiban alias pertanyaan yang ada dianggap tidak berkualitas.

Perlukah pertanyaan disampaikan?

Bila mencermati akan narasi bahwa kita sebaiknya memberikan pertanyaan bila tidak paham atau tidak tahu akan materi yang diterima seperti pembelajaran, seminar atau lainnya dan dilihat dari konteks tempat, seperti kelas, aula, gedung pertemuan dan lain sebagainya, maka jawabannya adalah "perlu".

Pertanyaan yang diberikan oleh pemateri atau peserta akan topik bahasan menyebabkan kedua belah pihak memberikan pertanyaan dengan tujuan yang berbeda-beda tergantung dari situasinya.

Sifat-sifat dari pertanyaan :

Pertama. Pertanyaan dianggap tidak berkualitas saat diberikan hanya untuk menggugurkan kewajiban dan jawabannya pastilah normatif dan bisa didapatkan oleh siapa saja baik dari si pemberi materi topik bahasan atau si penerimanya.

Kedua. Pertanyaan sebagai feedback (umpan balik), yaitu pemateri memberikannya untuk mengukur sejauh mana pemahaman dan penguasaanakan materi bahasan yang telah disampaikan pada si penerimanya.

Ketiga. Pertanyaan sebagai alat untuk menguji. Sebagai misal guru di kelas, dosen di ujian skripsi, dan tempat lainnya bahwa si penerima materi bahasan sudah bisa dikatakan 'sudah memahami'.

Dari ketiga narasi sifat pertanyaan di atas sesuai konteksnya sangatlah diperlukan. Hanya saja, saat narasi itu dibalik dari si penerima materi bahasan, maknanya bisa menjadi sedikit bias.

Iluatrasi: murid sedang memberikan pertanyaan. (Foto: dokumentasi pribadi
Iluatrasi: murid sedang memberikan pertanyaan. (Foto: dokumentasi pribadi

Tipe Kepribadian dan karakter dari si penerima materi bahasan juga menentukan apakah pertanyaan menjadi diperlukan dalam proses penyampaian materi bahasan secara lisan baik di kelas atau di ruang pertemuan lainnya.

Tipe Sok Tahu. Pada tipe ini, orang yang bertanya tidak atau belum memami materi bahasan dan terkadang menjadi cemohan peserta lainnya karena pertanyaannya justru menyimpang jauh dari topik bahasan utama.

Tujuan lainnya adalah agar dirinya dianggap sebagai orang yang serba tahu oleh peserta atau para penerima materi bahasan.

Tipe Penguji. Ada dari penerima materi yang juga melakukan pertanyaan dan cenderung mengajak berargumentasi dengan tujuan untuk menguji kemampuan atau tingkat inteligensia dari nara sumber atau pemberi materi bahasan.

Tujuan lainnya, untuk menunjukan bahwa dia ingin para peserta lain menganggap dirinya sebagai orang yang pandai atau cerdas. Mereka tipe penanya yang sudah mengerti materi bahasannya tapi pura-pura tidak tahu.

Tipe Tidak peduli. Saat bertemu dengan tipe penanya seperti ini, proses transfer of knowledge atau informasi terlihat tidak sehat karena pemberi materi tidak mengetahu bahwa responden mereka sudah paham, mengerti atau tahu.

Tipe ini umumnya tergolong cerdas dan mudah menyesuaikan diri bila terpaksa harus memberikan pertanyaan. Jika bertanya pun, karena, memang dirinya benar-benar tidak tahu.

***

Awal pagi tadi, saat masih menyapu daun kering yang jatuh dari pohon mangga di luar pagar depan rumah, saya jadi berkesimpulan kuat bahwa perlu atau tidaknya sebuah pertanyaan, itu semua tergantung pada narasi, konteks, kepribadian, karakter dan tujuannya.

Tiba-tiba, dengan sedikit kaget saya berbalik dan menoleh karena punggung saya ada yang menepuk berkali-kali. Ternyata ada anak muda yang tidak saya kenal dan lewat memberi pertanyaan pada saya.

"Maaf mengganggu! Apakah ini Jalan Dewantara!, pak?" Sambil bertanya, matanya masih menatap layar android di tangannya seperti sedang mencermati aplikasi google maps

Dengan santai, saya pun menjawab sopan. "Maaf, bukan, Mas! Itu tadi punggung saya!"

Magetan, Mei 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun