Gerakan Reformasi Indonesia 1998.
Gerakan yang dimotori oleh para mahasiswa di Ibukota pada tanggal 12 Mei 1998 itu akibat krisis moneter di tahun 1997 dan berdampak menghantam kejatuhan banyak negara di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Akibatnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto, Presiden Republik Indonesia menyerahkan jabatan kursi presidennya kepada B.J. Habibie yang saat itu masih menjadi wakil presiden.
Semua itu terpaksa terjadi karena banyaknya kasus kerusuhan, penjarahan, pembunuhan yang bahkan diduga juga ada kekerasan atau pelecehan seksual pada kaum minoritas di banyak kota. Sebut saja Tragedi Medan, Penjarahan di Solo, kasus Gejayan di Yogyakarta dan banyak lagi.
Juga dugaan adanya penculikan dan penyiksaan para mahasiswa yang dianggap sebagai provokator dalam gerakan reformasi 1998 menjadikan sejarah kelam bagi tegaknya demokrasi di Indonesia.Â
Sungguh pengorbanan yang sangat besar pada era Reformasi 1998 itu.Â
Tragedi Kampus Tri Sakti, Jakarta yang telah kehilangan 4 mahasiswanya karena tertembak dan menjadikan mereka sebagai martir reformasi. Hampir 15.000 mahasiswa dari berbagai kampus, khususnya di Ibukota tumpek bleg berdemo di gedung DPR.
Mereka semua hanya menuntut agar 1. harga-harga bahan pokok diturunkan segera, 2. meminta Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia dan 3. reformasi kebijakan ekonomi tanpa monopoli.
B.J. Habibie pun sebagai presiden yang baru segera merespon dengan mengembalikan fungsi ABRI dari status Dwi Fungsinya ke barak kembali pada 1991-1992 dan mengurangi anggota DPR dari fraksi ABRI sebanyak 75 orang menjadi 38 orang. Juga, penegakan HAM (Hak Asasi Manusia) dalam bentuk perlindungan secara hukum.