Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Workaholic? Nggak Usah Pacaran Aja, Deh!

5 Mei 2023   21:30 Diperbarui: 6 Mei 2023   20:00 1762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang bekerja. (sumber: cottonbro via kompas.com)

Baru membaca judul artikel ini saja, saya yakin Anda langsung tidak setuju. Masak sih, orang yang bisa dikategorikan 'penggila kerja', tidak boleh berpacaran atau berkencan untuk menemukan pasangan.

Sebenarnya ya boleh saja sih! Siapa juga yang berhak melarang orang untuk mempunyai kekasih. Hanya saja, biasa mereka itu terkadang suka kerja lupa kencan.

Namun, harus diperhatikan juga, mereka yang penggila kerja sebagai hobinya, tidak mudah untuk segera mendapatkan pacar lho! Bila punya pun, biasanya juga tidak langgeng.

Mengapa bisa begitu?

Pertama, tidak peduli pria atau wanita, akan merasa dinomor duakan apabila pacar mereka suka menghabiskan waktu hanya untuk dunia kerjanya yang terkadang sampai laut malam.

Bahkan, di saat sedang kencan atau dating pun, pasangannya akan ditinggalkan begitu saja bila sudah menyangkut panggilan kerja di luar jam kerja kantor sekalipun.

Kedua, kita sering mendengar orang suka bekerja lembur di kantor yang padahal pekerjaan tersebut sebetulnya bisa diselesaikan pada jam-jam kerjanya. 

Bisa ditebak, pastilah kinerjanya termasuk tidak efektif dan efisien. Mereka lebih memilih lembur karena ada cuannya sebagai tambahan income daripada berkencan yang dianggap pemborosan uang saja.

Ketiga, para penggila kerja, bisa jadi tipe introvert, yaitu orang yang lebih suka menyendiri dan sulit untuk bergaul dengan rekannya. Tidak heran, dunia pekerjaan akan dianggap sebagai tempat pelarian yang menyenangkan agar bisa bebas dari kegiatan bersosialisasi.

Dari ketiga faktor tersebut, beberapa negara seperti Jepang atau Korea Selatan, banyak kasus dimana banyak orang meninggal mendadak karena faktor kelelahan bekerja.

Ilustrasi Workaholic. Image dari freepik.com
Ilustrasi Workaholic. Image dari freepik.com

Mungkin Anda pernah juga melihat video atau foto yang menunjukkan banyaknya para pekerja di sana yang terkadang masih tertidur di kereta api atau bus bahkan di bangku stasiun saat berangkat atau pulang dari tempat kerja mereka.

Etos bekerja di kedua negara itu adalah satu kebanggaan dan harga diri tersendiri.  Mereka lebih memilih mati atau bunuh diri bila tidak berguna atau kehilangan pekerjaan mereka sebagai mata pencarian hidup sehari-hari.

Apakah itu penyebab resesi sex?

Boleh dikatakan begitu, namun hanya sebagai salah satu dari banyak faktor penyebab lainnya mengapa jumlah penduduk Jepang atau Korea Selatan menurun drastis setiap tahunnya.

Sebagai gambaran yang ada di drama Korea atau Jepang, para workaholic ini cenderung kesulitan untuk membangun komunikasi yang bersifat romantis agar bisa mendapatkan pasangan atau pacar. 

Umumnya, mereka lebih memilih kencan buta (Blind Date) yang diatur oleh keluarga, teman atau lembaga perjodohan seperti dalam drama yang berjudul Business Proposal. 

Setelah itu mereka langsung menikah saja bila ada kecocokan bibit, bobot, dan bebet. Aneh kan!?

Itulah sebabnya, terkadang sehabis jam kerja kantor, banyak karyawan yang utamanya berada di dalam departemen yang sama, mengadakan makan malam dengan biaya patungan atau urunan untuk membangun komunikasi di antara mereka. 

Soyu atau Sake, minuman fermentasi dari beras, akan membantu mereka agar mau berbicara jujur dan terbuka serta bisa membuang jarak antara senior junior.

Saya tidak berani memastikan bahwa angka perceraian atau perselingkuhan yang tinggi di sana itu apakah juga disebabkan oleh pasangan mereka yang gila kerja (workaholic). Saya hanya berani menduga-duga saja sih!

Terlepas dari alasan apapun, gila kerja itu juga bagus-bagus saja sih, asalkan aspek bersosialisasi tetap harus dijaga. Juga kesehatan jasmani dan rohani kita tentunya. 

Keuntungan lainnya, diri kita akan dianggap bermartabat dan lebih bermanfaat dalam menggunakan waktu bagi produktifitas kantor serta juga mendapat income tambahan tentunya.

Saya juga sebenarnya tipe workaholic dalam mencari penghasilan tambahan dan itu hanya untuk jaga-jaga saja, siapa tahu ternyata pasangan saya atau anak saya punya hobi shopaholic (Gemar Shopping).

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun