Bila sore hari di cuaca cerah, kami semua juga pergi ke lapangan atau bukit untuk bermain layangan aduan. Benang khusus dengan dilapisi lem dan bubuk halus kaca adalah senjata andalan di musim itu.
Jika bisa mengalahkan layanyan lawan dengan membuat benangnya putus karena gesekan merupakan kebanggaan dan satu keterampilan yang disegani oleh semua teman masa kecil. Semua menjunjung sportivitas pertandingan dan saling tulus memberikan apresiasi.
Bagaimana dengan tradisi dan keadaan sekarang?
Semua itu sudah berubah saat ini. Jalanan tanah di desa di depan rumah yang dulu sering saya bermain, sekarang sudah diaspal. Kendaraan yang lewat membuat rumah bergetar, suara bising dan polusi udara.
Lapangan desa tempat kami bermain sudah berubah fungsi menjadi ruko (rumah toko) berjajar dan membuat pemandangan buruk dengan banyak sampah plastik di berbagai sudutnya.
Kita sudah tidak bermain layangan lagi karena jaringan kabel listrik berseliweran tak teratur di sepanjang jalan. Ditambah lagi, permainan game online di android lebih menarik perhatian anak kecil di masa sekarang.
Sungai yang berupa kedung, saat ini sudah berkurang debit airnya dan terlihat keruh karena sumber air di hulu yang menipis akibat dari penggundulan hutan. Juga, tidak saya temukan seekor punvadanya kerbau yang dipelihara untuk ternak oleh warga desa.
Air kotor yang tercemar limbah olahan rumah tangga, juga telah membunuh kunang-kunang sebagai tempat berkembang biaknya.
Hamparan padi di pematang sawah di kanan kiri jalan, saat ini sudah tertutup atau berubah dengan adanya bangunan rumah hunian akibat ledakan populasi penduduk. Beberapa area bahkan sudah menjadi lokasi bangunan pabrik dan jalan Tol.
Sambil menghela nafas, sekarang saya hanya mampu melihat semua hal yang dirindukan dari kampung halaman melalui imajinasi yang masih melekat kuat di pikiran ini. Pemandangan indah desa rasanya sudah langka di zaman sekarang ini.