Sebetulnya, bila ada pertanyaan seperti itu, sudah tidak terkira lagi peranan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang rutin men-sweeping para pengemis, gelandangan, anak punk, pengamen dan manusia silver serta badut untuk didata dan diberi pemahaman.Â
Bila perlu juga akan diberi pembinaan dan pelatihan berupa keterampilan untuk bekal penghidupan dari dinas sosial sebaga intansi terkait.
Namun sekali lagi, semua itu seolah-olah menjadi percuma karena kebanyakan dari mereka akan kembali ke jalanan lagi. Sungguh seperti lingkaran setan yang sulit dicari ujung pangkal dalam mengatasinya.
Faktor apa saja yang diduga sebagai penyebabnya?
Faktor Mental (Internal).
Bila sudah menyangkut mental, ini rasanya sepertinya sulit untuk diubah. Perasaan malu, tanpa keterampilan dan harga diri sepertinya sudah terkikis dalam sanubarinya.
Merasa percuma karena sudah merasa kerja keras namun penghasilan tetaplah minim, lebih baik santai dengan pemasukan yang besar dengan catatan berani malu meskipun dianggap sebagai sutu pekerjaan yang hina.
Anda mungkin tidak menyangka bahwa banyak yang mau menjadi manusia silver, badut jalanan, gepeng (gelandangan dan pengemis) atau pengamen itu karena mereka bisa meraup penghasilan rata-rata per harinya berkisar Rp300.000 bila sepi dan mencapai Rp500.000 bila weekend atau hari libur. Mengejutkan, bukan?!
Coba Anda kalikan sendiri berapa penghasilan mereka bila setiap hari mereka berada di jalanan dalam satu bulan! Bisa kalah tuh para pegawai negeri atau karyawan swasta yang sering dianggap sebagai satu perkerjaan yang bergengsi atau terhomat.
Gara-gara informasi yang seperti itu, tidak heran hampir semua perempatan di jalan raya saat ini banyak sekali bermunculan manusia silver, gepeng, badut, dan pengamen.
Faktor internal ini bisa meliputi self esteem, pride, collaboration, hardwork, motivation, endurance, dan masih banyak lainnya.