Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tidak Perlu Mencari Kebahagiaan!

29 Maret 2023   03:30 Diperbarui: 30 Maret 2023   15:25 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga bahagia. (Diolah kompasiana dari: imtmphoto via kompas.com)

"Janganlah sesekali kamu mencari kebahagiaan di dunia dalam kehidupan ini!  Akan tetapi, buatlah atau ciptakanlah kebahagiaan itu untuk dirimu dan orang lain!"

Rasanya, sungguh masih terngiang petuah almarhumah nenek yang dituturkan dalam bahasa Jawa kepada saya saat masih menjadi mahasiswa.

Meskipun tanpa penjelasan lebih lanjut dari beliau bagaimana bentuk perbedaan utama dari kata 'mencari' dan 'menciptakan' kebahagiaan itu secara spesifik pada tindakan nyata di kehidupan ini. 

Sampai sekarang, saya masih harus meraba-raba dalam memahami dan juga penerapannya di kehidupan ini. 

Rasanya sangat mudah bila dilisankan, namun praktiknya sungguh memerlukan kajian ilmu filsafat kehidupan yang sejati.

Bisa jadi, apabila mencari kebahagiaan, saya mungkin akan menemukannya dalam 'bentuk' yang salah menurut logika. 

Misalnya, saat saya mencarinya, bentuk kebahagiaan itu saya temukan di minuman keras atau beralkohol, selingkuh, menikah lagi, mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan cara manipulasi dan korupsi, bermain judi atau berburu pangkat dan jabatan serta hal lainnya.

Semua itu menjadi satu pemikiran saya sendiri dalam memaknainya. Herannya, kenapa juga banyak orang justru tidak merasa bahagia setelah semua hal tersebut di atas sudah terpenuhi? Aneh, kan!?

Bagaimana 'menciptakan' kebahagiaan dalam hidup ini? Saya juga sampai saat ini masih trial and error untuk membuat atau menciptakan perasaan itu.

Kebahagiaan setiap individu itu relatif. Katakanlah hanya melihat orang lain yang sedang bahagia, kita juga turut merasakannya.

Iklhas memberi barang atau bantuan kepada orang lain juga membahagiakan, terutama saat orang itu terlihat juga bahagia dengan bantuan kita.

"Bahagia itu sederhana!" kalimat itu juga sering kita dengar, namun esensi sebenarnya tidak sesederhana itu juga. 

Bila memang itu benar, agar bahagia dunia dan akhirat, saya hanya berpedoman menjalani hidup ini sesuai dengan norma agama, adat, dan hukum dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

Jadi, setiap orang akan memaknai bagaimana 'menciptakan' kebahagiaan itu dengan versi dan cara yang berbeda-beda.

Mengapa saya tiba-tiba mengulik masalah makna kebahagiaan?

Semua itu karena adanya World Happiness Report (WHR) yang dimuat di portal Kompas.com, tentang hasil survei tiga tahun terakhir, rentang 2020 - 2023, bahwa negara Finlandia adalah orang atau warga negaranya yang paling bahagia se dunia.

Bagaimana mengukur indeks kebahagiaan itu ternyata harus memperhatikan dan memenuhi kriteria baik dari standar WHR- World Happiness Report yang telah ditetapkan pada poin-poin berikut ini:


1.  Harapan hidup masyarakat
2. Produk Domestik Bruto (PDB)      Perkapita
3. Dukungan Sosial
4. Tingkat Korupsi Rendah
5. Kemurahan Hati
6. Kebebasan dalam membuat          keputusan penting.

Jika mencermati poin-poin di atas, rasanya memang berat dan harus mengakui kurang pada poin kesatu, kedua, dan keempat. 

Bisa ditebak selanjutnya bahwa faktor utama yang dimainkan penyebab rendahnya indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia adalah indeks tingkat korupsi rendah di negara kita dan hal itu harus diakui bersama sebagai satu syarat yang terberat.

Saya merasa iri juga, kenapa harus Finlandia? Memang negara dan masyarakatnya seperti apa sih cara mereka memaknai value dari 'kebahagiaannya'?  

Bisa-bisanya, mereka disebut mampu dalam memenuhi enam variabel di atas sebagai tolok ukurnya. Belum lagi juga, negara Finlandia dinobatkan sebagai kiblat pendidikan terbaik di dunia. Lengkaplah sudah semuanya!

Hasil lain dari World Happiness Report itu juga menyebutkan bahwa ada 10 negara teratas yang warganya paling bahagia di dunia dari 150 negara dan 9 di antaranya adalah negara-negara di Eropa. 

Hanya ada 1 (satu) negara di luar Eropa yang berada di urutan 9, yaitu New Zealand, negara di bawah benua Australia.

Bagaimana dengan warga negara Indonesia? Mau tahu? Ternyata kita ada di peringkat ke 80 dari 150 negara. Sedangkan Malaysia di peringkat 79 dan Singapura di peringkat 35.

Sungguh, saya yang tadinya merasa bahagia, setelah mengetahui hal tersebut menjadi sedikit kurang bahagia. 

Masak sih!, warga negara Indonesia tidak bahagia? Perasaan, kita ini bebas dan bahagia saja nih!

Akhirnya, karena membahas satu hal yang bersifat absurd dan relatif, yaitu nilai akan kebahagiaan, Jujur!, saya tidak mampu untuk menemukan jawabannya.

Jadi, terpaksa saya harus meminjam penggalan syair dari lagunya Ebiet GAD, yaitu mencoba untuk bertanya pada rumput yang bergoyang.

Salam Ramadhan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun