Kebahagiaan setiap individu itu relatif. Katakanlah hanya melihat orang lain yang sedang bahagia, kita juga turut merasakannya.
Iklhas memberi barang atau bantuan kepada orang lain juga membahagiakan, terutama saat orang itu terlihat juga bahagia dengan bantuan kita.
"Bahagia itu sederhana!" kalimat itu juga sering kita dengar, namun esensi sebenarnya tidak sesederhana itu juga.Â
Bila memang itu benar, agar bahagia dunia dan akhirat, saya hanya berpedoman menjalani hidup ini sesuai dengan norma agama, adat, dan hukum dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Jadi, setiap orang akan memaknai bagaimana 'menciptakan' kebahagiaan itu dengan versi dan cara yang berbeda-beda.
Mengapa saya tiba-tiba mengulik masalah makna kebahagiaan?
Semua itu karena adanya World Happiness Report (WHR) yang dimuat di portal Kompas.com, tentang hasil survei tiga tahun terakhir, rentang 2020 - 2023, bahwa negara Finlandia adalah orang atau warga negaranya yang paling bahagia se dunia.
Bagaimana mengukur indeks kebahagiaan itu ternyata harus memperhatikan dan memenuhi kriteria baik dari standar WHR- World Happiness Report yang telah ditetapkan pada poin-poin berikut ini:
1. Â Harapan hidup masyarakat
2. Produk Domestik Bruto (PDB) Â Â Â Perkapita
3. Dukungan Sosial
4. Tingkat Korupsi Rendah
5. Kemurahan Hati
6. Kebebasan dalam membuat      keputusan penting.
Jika mencermati poin-poin di atas, rasanya memang berat dan harus mengakui kurang pada poin kesatu, kedua, dan keempat.Â
Bisa ditebak selanjutnya bahwa faktor utama yang dimainkan penyebab rendahnya indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia adalah indeks tingkat korupsi rendah di negara kita dan hal itu harus diakui bersama sebagai satu syarat yang terberat.