"Di mana bumi dipijak,di situlah langit dijunjung"
Kita semua sering mendengar peribahasa seperti seperti itu, namun anehnya, tidak juga bisa memahami dan menerapkannya dalam kehidupan kita sendiri sehari-hari.
Alih-alih mematuhi, sudah sifat dan karakter manusia di belahan bumi manapun untuk mencoba mencari celah dalam melanggar atau mencoba membawa 'bumi' kita di 'langit' lain yang kita coba menjunjungnya.
Itu bisa berarti banyak hal. Bisa mulai dari budaya, way of life, cara berpakaian, makan, bahasa, adat, kebiasaan, hukum dan bahkan sampai dalam bentuk peraturan atau undang-undang.
Satu daerah, dan juga bangsa serta negara mempunyai bumi dan langit sendiri-sendiri. Orang lain yang datang akan dianggap tamu yang harus dan wajib mematuhi aturan langit di bumi yang sedang diinjaknya.
Artikel ini mau membahas apa juga sih!?
Maaf, ini terkait dengan pemberitaan tentang turis Bali yang berulah. Berita lengkap yang saya peroleh dari Kompas.tv, juga perihal pelarangan naik kendaraan sewa, termasuk sepeda motor oleh Gubernur Bali, Wayan Koster kepada wisatawan mancanegara.
Aturan baru itu dipicu oleh adanya wisman nakal yang dalam hal ini berupa pelanggaran peraturan lalu-lintas. Bahkan, saat dihentikan oleh polisi lalu-lintas, wisman tersebut malah menantang dan berani berargumentasi dengan pihak berwajib.
Jujur, semua jadi merasa ill feel dengan perilaku 'oknum' wisman tersebut. Dampaknya semua wisatawan asing dari negara manapun, tidak lagi diperkenakan untuk mengendarai sendiri, baik mobil ataupun sepedamotor sewa.
"If you violate the traffic regulation in my country, you will be stated as a criminal".
Saya masih ingat benar, sahabat saya, pak Dave dari Amerika pernah mengatakan hal itu pada saya. Juga, saat di Australia, sahabat saya orang Indonesia, harus berurusan dengan tilang berupa denda yang relatif besar dibanding pelanggarannya.
Bayangkan saja, berhenti di lampu lalulintas saat berwarna merah dengan posisi ban sepeda motor menginjak sedikit garis batas berhenti, itu sudah terfoto oleh CCTV di jalan tersebut.
Mau tahu dendanya? Â 100 AUSD, atau sekitar Ro 1.400.000. Jika kita tidak membayarnya, akan ditagih saat kita di bandara atau kita tidak boleh masuk lagi ke Australia karena kita sudah dinyatakan sebagai seorang penjahat.
Itulah aturan ketat di negara lain. Belum lagi aturan merokok. Sungguh sangat sulit untuk mencari tempat merokok di Jepang, Singapura, Korea dan Eropa. Jangankan itu, meludah sembarangan saja akan didenda mahal.
Para perokok sudah disediakan tempat khusus di beberapa sudut kota atau bangunan. Namun, enggan, kadang-kadang, karena bentuknya kaca, jadinya malah terlihat aneh seperti halnya aquarium dengan manusia sebagai 'ikannya'.
Oleh karena itu, saat para wisman datang ke tanah air kita, mereka merasa telah mendapat kebebasan yang absolut. Mau merokok di mana saja, bebas! Mau naik sepeda motor tanpa helm, bebas! Mau minum alkohol dan mabuk di mana saja, mereka malah berani.
Fenomena nakal itu, siapa yang mengajarinya?
Jawabannya, adalah kita semua. Maaf, coba amati, berapa banyak orang naik sepeda motor tanpa mempunyai SIM (Surat Izin Mengemudi). Bahkan, parahnya, di sini banyak anak yang masih berada di sekolah dasar, setiap hari bersekolah mengendarainya.
Lucunya, bila terjadi kecelakaan, kendaran yang lebih besar pada bentuk dan ukurannya akan dinyatakan bersalah dan harus memberi ganti rugi meskipun benar.
Dari penerapan hukum ini saja sudah terasa aneh, kan? Jadi, bukan didasarkan bahwa Anda benar atau salah, patuh hukum dan aturan lalu lintas atau tidak.
Amati lainnya! Â Di kita, betapa bebasnya orang merokok. Mereka mau di keramaian, hajatan, selamatan, di kantor, di kendaraan umum tanpa memedulikan hak orang lain yang tidak merokok.Â
Ada satu teman saya dari Mexico, Hernandez yang berani mengatakan pada saya bahwa
"Your country is a heaven for smokers". Saya mau marah, juga nggak bisa karena memang kenyataannya begitu.
Begitu banyak hukum, peraturan daerah dan undang-undang yang setengah hati diterapkan di negeri kita dan itu membuat para wisman berani 'nakal'. Kita semua sebagai masyarakat adalah orang yang bertanggung jawab telah mengajari mereka berperilaku kurang ajar.
Para wisman telah melihat banyaknya aturan di sini yang dilanggar dan itu dianggap lunak oleh mereka. Parahnya, mereka mencoba untuk menguji kepastian akan keberanian penerapan hukum langit dan bumi kita, Indonesia.
Kita semua harus introspeksi diri dan jika kita ingin menjadi negara yang berdaulat dan disegani bangsa lain, tegakkan aturan dengan sebenarnya.Â
Tidak peduli mereka dianggap membawa devisa atau tidak, Mereka semua harus patuh dan taat dengan aturan di sini. Kita harus tegas karena ini sudah menyangkut harkat dan martabat bangsa.
Jangan sampai terjadi bahwa bangsa lain berani memandang remeh semua aturan dan hukum apapun di negeri kita dengan beranggapan 'The rule is no rule' .
Salam hormat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H