Saya masih ingat benar, sahabat saya, pak Dave dari Amerika pernah mengatakan hal itu pada saya. Juga, saat di Australia, sahabat saya orang Indonesia, harus berurusan dengan tilang berupa denda yang relatif besar dibanding pelanggarannya.
Bayangkan saja, berhenti di lampu lalulintas saat berwarna merah dengan posisi ban sepeda motor menginjak sedikit garis batas berhenti, itu sudah terfoto oleh CCTV di jalan tersebut.
Mau tahu dendanya? Â 100 AUSD, atau sekitar Ro 1.400.000. Jika kita tidak membayarnya, akan ditagih saat kita di bandara atau kita tidak boleh masuk lagi ke Australia karena kita sudah dinyatakan sebagai seorang penjahat.
Itulah aturan ketat di negara lain. Belum lagi aturan merokok. Sungguh sangat sulit untuk mencari tempat merokok di Jepang, Singapura, Korea dan Eropa. Jangankan itu, meludah sembarangan saja akan didenda mahal.
Para perokok sudah disediakan tempat khusus di beberapa sudut kota atau bangunan. Namun, enggan, kadang-kadang, karena bentuknya kaca, jadinya malah terlihat aneh seperti halnya aquarium dengan manusia sebagai 'ikannya'.
Oleh karena itu, saat para wisman datang ke tanah air kita, mereka merasa telah mendapat kebebasan yang absolut. Mau merokok di mana saja, bebas! Mau naik sepeda motor tanpa helm, bebas! Mau minum alkohol dan mabuk di mana saja, mereka malah berani.
Fenomena nakal itu, siapa yang mengajarinya?
Jawabannya, adalah kita semua. Maaf, coba amati, berapa banyak orang naik sepeda motor tanpa mempunyai SIM (Surat Izin Mengemudi). Bahkan, parahnya, di sini banyak anak yang masih berada di sekolah dasar, setiap hari bersekolah mengendarainya.
Lucunya, bila terjadi kecelakaan, kendaran yang lebih besar pada bentuk dan ukurannya akan dinyatakan bersalah dan harus memberi ganti rugi meskipun benar.