Mencermati kebijakan Viktor Bungtilu Laiskodat, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), yang mengusulkan bahwa pelajaran di sekolah, khususnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) dimulai jam 05 00 WITA (Waktu Indonesia Tengah).
Memangnya kebijakan itu demi apa juga?Â
Beberapa sekolah di sana, yang terpaksa patuh dengan sedikit keterpaksaan, langsung menerapkan instruksi beliau.Â
Dampaknya, terjadilah polemik berkelanjutan antara yang pro dan kontra pada kebijakan Gubernur yang dinilai sedikit kurang bijaksana.
Pikiran saya langsung kembali ke masa SMA di Surabaya pada tahun 1984. Sering kali ada beberapa guru yang meminta anak didiknya untuk datang ke sekolah dan mendapatkan pelajaran pertama pukul 05.00 WIB.
Sungguh berat rasanya. Apalagi kondisi saya masih mengantuk dan perut melilit perih karena lapar karena belum sarapan.Â
Juga, transportasi masih langka pada masa itu. Jadi terpaksa, saya harus long march atau berjalan kaki sejauh 20 kilometer untuk menuju sekolah.
Nah, paradigma pendidikan di masa sekarang ini berubah seiring dengan perkembangan zaman. Jika diulang kembali di masa sekarang, saya menyatakan tidak sanggup. Itu karena banyak faktor yang mendasarinya.
Pertama, dalam proses transfer of knowledge di dunia pendidikan, Anak didik maupun para guru harus mempunyai perasaan senang berada di lingkungan sekolah.
Bila hal utama itu hilang, semua akan menjadi sia-sia. Kegiatan pendidikan akan dianggap hanya menghamburkan banyak dana dan membuang waktu secara sia-sia.