Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jalan Raya Ditutup untuk Tenda Hajatan Pernikahan, Toleransi yang Kebablasan?

30 Januari 2023   19:02 Diperbarui: 1 Februari 2023   00:05 2411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya jelaskan juga bahwa itu adalah bentuk Toleransi Budaya di Indonesia. Lagi-lagi, pertanyaannya yang kedua juga tidak bisa saya jawab. 

"Toleransi itu bagus, tapi kalau kebablasan itu menjadi budaya yang buruk!"

Rasanya, apa yang Katrin sampaikan itu benar adanya. Kita menyadari bahwa menggunakan separuh jalan raya, apalagi menutupnya serta mengalihkan arus lalu lintas umum untuk melewati jalan lain demi kepentingan pribadi, rasanya ada sedikit perasaan bersalah juga.

Mereka yang punya hajat hanya berharap bahwa masyarakat umum harus tunduk pada kepentingan pribadinya dan hal itu tidak pernah dibenarkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun, sekali lagi, sepertinya semua pihak yang dirugikan hanya bisa mahfum sambil mengelus dada dan mengalah.

Menutup jalan umum itu ada regulasi yang mengaturnya. Proses perizinan bisa mulai dari tingkat Rukun Tetangga, Kelurahan, Kecamatan baru kemudian ke Kepolisian, melalui Polsek atau Polres setempat. Juga harus dijelaskan berapa hari lamanya tenda itu akan dipasang

Lagi, perlu memperhatikan klasifikasi jalan bila akan dipasang terop/tenda pernikahan. Apakah jalan raya utama milik Provinsi, yaitu satu-satunya jalan untuk lintas antar daerah. Klasifikasi jalan lain adalah jalan milik kotamadya atau kabupaten. Terakhir, adalah klasifikasi jalan di pedesaan.

Toleransi saat jalan desa digunakan, rasanya masih terasa besar karena ada perasaan ewuh pakewuh (sungkan) bila melarang. Apalagi yang mengajukan izin adalah sosok pejabat atau tokoh masyarakat. Dijamin sulit untuk menolaknya deh!

Solusinya, arus akan dialihkan ke jalan lainnya dan itu masihlah memungkinkan bila di desa. Hal yang sama juga berlaku saat kita tinggal di kompleks perumahan meskipun di perkotaan.

Namun, toleransi perizinan yang diberikan saat menutup jalan raya utama Provinsi dan mengalihkannya ke jalan kabupaten, bahkan desa adalah bentuk toleransi yang keblabasan. Harusnya, pihak berwenang yang memberikan izin harus berani dan tegas untuk menolak permohonan itu.

Sebaiknya disarankan ke gedung atau balai pernikahan yang tidak mengganggu arus utama jalan raya. Jangan karena ada pembayaran pada proses pengajuan"perizinan" mendirikan tenda hajatan, terus semua menutup mata.

Saya pernah mengalami penutupan jalan secara total saat bepergian keluar kota karena ada tenda hajatan pernikahan itu tadi yang padahal juga termasuk klasifikasi jalan utama. Sedihnya, jalan untuk pengalihan arus, dilewatkan pada kondisi jalan yang berbatu dan berlumpur di area persawahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun