Tanpa berniat untuk menggurui, meski Roem Topatimasang dalam buku "Sekolah itu Candu" menciptakan premis bahwa setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah ilmu, saya sadar kadar keilmuan saya tak mungkin cukup untuk "Mengajari" otoritas fakultas yang terdiri dari orang-orang kelas wahid dalam bidang studinya masing-masing.
Namun sepehaman saya, ilmu tak bisa dikotomi dan dipisah-pisahkan.Â
Dalam dunia islam misalnya, kita mengenal ibnu sina sebagai seorang dokter, psikolog, ahli hukum, ahli matematika, filsuf, juga ulama.
Bagi saya, ilmu itu bersifat satu ke satuan. misalnya, mustahil belajar fisika tanpa matematika.
logika sederhananya seperti itu.
Kembali ke permasalahan awal, apakah sebenarnya etis untuk memaksa mahasiswa fokus ke bidang studinya masing-masing?
bagi saya, tidak.
Setiap orang bukan kertas kosong, mereka membawa serta potensi dalam dirinya. Potensi-potensi ini yang kemudian mungkin akan hilang ditenggelamkan oleh perintah "Fokus ke studi masing-masing".
Setiap tindakan manusia memiliki alasan dan motivasi yang melatar belakanginya, maka ketika seseorang memutuskan untuk menomor sekiankan bidang studinya, dan malah berusaha untuk mengeksplorasi ilmu lain. apakah kita berhak menjustifikasi orang ini sebagai orang yang malas?
lagi pula, tak semua mahasiswa yang masuk ke satu jurusan, memiliki passion yang seutuhnya untuk jurusan itu. Ada yang memilih karena pekerjaannya mudah, dipaksa orang tua, atau hanya sekedar yang penting kuliah.
Lagi pula, adalah suatu hal penting bagi mahasiswa untuk memiliki kehidupan sosial agar tahu bagaimana cara menggunakan ilmu yang ia pelajari sebagai solusi dari problematika sosial di masyarakat.Â