Beberapa hari ini masyarakat Indonesia di jagad nyata dan maya dihebohkan lagi dengan berita berkategori "bad news is good news", kategori berita yang bisa dibilang selalu yang menjadi idaman media.
Ya, kita semua disuguhkan berita tentang Kaesang, putra Presiden Joko Widodo yang dilaporkan ke polisi. Untuk Kaesang, pada awalnya berita ini pasti merupakan berita buruk buat dia. Tapi ingat, Kaesang itu mewarisi ilmu Bapaknya, dua-duanya jago marketing. Pada akhirnya "bad news" ini akan berubah menjadi "good news" di tangan Kaesang.
Blunder sekali nampaknya para musuh Jokowi mencari celah untuk menghajar dan menyudutkan Presiden lewat vlog anaknya. Kasus ini menjadi bulan-bulanan para bloger dan media "haters" Jokowi. Tapi hanya ditataran itu saja. Kasus Kaesang sama sekali tidak disentuh oleh politisi-politisi lawan Jokowi, karena lawannya tahu ini peluru hampa, peluru ecek-ecek untuk menembak Jokowi.
Malah Fahri Hamzah, sang pemuja Jokowi nomor wahid itu, ikut memuji Kaesang. Padahal biasanya jika ada hal unik sedikit saja tentang Jokowi, beliau jadi orang pertama yang mengomentari dengan sinis dan tanpa pujian. Oiya, bang Fahri ini sebenernya juga marketing handal loh, seperti Jokowi dan Kaesang. Ketiganya jelas masuk kategori Genius Marketing, mereka selalu menjadi "news maker".
Lihat bagaimana Jokowi menjadi seorang "news maker" dengan cara-cara yang tak biasa. Ketika masyarakat muak dengan gaya kepemimpinan "Priyayi", Jokowi hadir dengan gaya "Ndeso", dan blaaarrr...laku. Masyarakat rindu pemimpin yang membumi, bukan yang melangit.
Strategi ini sebenarnya sudah banyak dipakai pemimpin-pemimpin jaman sebelum Jokowi. Mereka juga pasang muka "Ndeso" koq, tapi tetep aja gak laku. Ya gimana mau laku kalau muka dipasang "Ndeso" tapi kelakuan kapitalis. Me-ndeso-kan diri pun mereka tidak ikhlas, berlagak "Ndeso" hanya biar kepilih dan disangka "low-profile". Beda dengan Jokowi yang memang "Ndeso", sederhana, merakyat dan tidak berpura-pura "Ndeso". Jadilah dia ikon, politisi sekaligus negarawan yang merakyat. Marketing sederhana yang diterapkan sesuai momentum dan target market yang tepat.
Anaknya pun begitu, lihat saja bagaimana Kaesang mem"branding image" dirinya yang berbeda dengan anak-anak Presiden sebelumnya. Sebelum Bapaknya menjadi Presiden, Kaesang sudah aktif menulis di blog miliknya. Tulisannya unik, khas anak muda yang melakukan kritik sosial pada lingkungannya, lucu, mirip dengan tulisan khas anak muda seperti tulisan Raditya Dhika, yang juga salah satu ikon marketing muda handal.
Lalu Kaesang beralih ke vlog, ciri generasi milenial yang tidak gagap teknologi. Kapanpun Kaesang mengunggah vlog terbarunya, berbondong-bondong mata menontonnya. Tak hanya follower dan fansnya saja yang menonton, jurnalis media elektronik dan cetak ikut mempelototi, berharap unggahan Kaesang itu menjadi berita. Para "haters" pun begitu, mematut video Kaesang berlama-lama, kata per kata, huruf demi huruf, kalimat per kalimat sambil berharap Kaesang keseleo lidah.
Bang Fahri pun marketing handal, dia mesin pinston paling aktif menggerakkan roda oposisi di negeri ini. Abang ini paham akan potensi dirinya, dia tahu benar bahwa jika dirinya merapat ke Jokowi tak akan dirinya mendapat porsi pemberitaan yang lebih besar dibanding menjadi lawannya. Karena dia tahu pasti, ceruk pasar lawan Jokowi juga cukup besar.
Sebenarnya banyak yang diuntungkan dengan adanya kasus Kaesang ini, yang pertama, media online tak kehabisan berita bagus yang mampu mendulang jutaan "clickers". Kasus ini cepat disambar forum-forum diskusi dan blog seperti Kompasiana, Kaskus, Ranah dan lain-lain trafik kunjungannya meningkat. Menguntungkan juga bagi penulis di Kompasiana, bahkan ada satu tulisan sinis kepada Kaesang di Kompasiana yang ditulis seseorang bergelar Dr, menjadi artikel pilihan.
Tulisan itu membungkus kata-kata sinis pada Kaesang dengan mengutip hal-hal baik versi dia. Seolah-olah Kaesang itu suka merendahkan orang, sementara tulisannya sendiri memandang remeh Kaesang yang diplesetkannya menjadi Kaisar. Memprovokasi kata-kata "Ndeso". Sinisme yang lucu. Lucunya, artikel ini menjadi artikel pilihan di Kompasiana. Tapi tak apalah, minimal artikel bapak itu dikomentari orang seperti saya. Jadi terkenal juga, dalam skala kecil.
Nah, kembali ke Kaesang. Bagaimana anak itu nanti membalikkan "bad news" menjadi "good news"? Lah, saya mana tahu. Coba tanya Kaesang, mungkin dia sudah punya jawabannya. Tapi, walaupun sudah ada jawabannya, saat kita tanya, pasti dijawab "Ora Mikir". Mana ada sih marketing handal obral ilmu? Kalaupun ada, itu di seminar-seminar, berbayar lagi..mahal, yang diajarkan itu-itu saja. Kaesang tak belajar marketing dari seminar-seminar itu, di darahnya sudah mengalir darah marketing yang kental dari Bapaknya.
Bravo Bro Kaesang... teruslah beri kritik sosial untuk negeri ini dengan cara anak muda supaya anak-anak muda lain di luar sana ikut berpikir positif untuk Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H