E. SUDARYANTO, Segenap Civitas Akademika Universitas Mpu Tantular dan UKI, seharusnya merasa malu dengan aksi tidak simpatik sebagian mahasiswanya, saat mengekspresikan hak demokrasinya..
Seperti yang diberitakan beberapa media massa, 20 an orang mahasiswa gabungan dari kedua kampus tersebut di atas, pada hari rabu tanggal 9 Nopember 2011 kemarin, melakukan aksi unjuk rasa di depan kampus UKIJakarta Timur, menuntut turunnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boedhiono dari jabatannya.
Melalui foto dan video liputanbeberapa media, Nampak sekitar 20 an Mahasiswa, beberapa diantaranya mengenakan jaket almamater, melakukan orasi di tengah jalan yang mengakibatkan terjadinya kemacetan arus lalu-lintas di depan kampus.Sempat pula di beritakan, beberapa mahasiswa meminta-minta rokok kepada sopir angkot atau mobil yang lewat.
Aksi yang lebih brutal dan memalukan terjadi menjelang akhir demonstrasi.Dalam tayangan video berita dari salah satu stasiun TV swasta nasional, selain membakar ban bekas di tengah jalan, nampak para mahasiswa melemparkan kantung-kantung plastik yang berisi air seni dan tinja kearah aparat kepolisian yang melakukan pengawalan.
Yang patut dipuji, aparat kepolisian yang dipimpin langsung oleh Kapolres Jaktim Kombes Saidal Mursalain, tidak terprovokasi oleh aksi konyol para mahasiswa tersebut.Polisi memilih untuk mundur dan menghindari bentrok fisik dengan para demonstran.
Seperti yang kita ketahui bersama, pasca gerakan reformasi, aparat kepolisian sebenarnya sudah lebih permisif terhadap aksi-aksi demonstrasi.Asalkan mereka beraksi menurut ketentuan dan peraturan yang ada.Namun sayangnya hal ini tidak diikuti oleh kedewasaan para pelaku unjuk rasa, terutama dari kalamgan mahasiswa, yang seharusnya dapatmenjadi contoh yang baik bagi masyarakat luas dalam menyuarakan aspirasinya melalui aksi massa seperti ini.
Dalam beberapa kejadian, mereka justru dengan sengaja berupaya melakukan provokasiterhadap aparat kepolisian yang menjaga aksi mereka, dengan melakukan hal-hal yang menggangu ketertiban umum dan melanggar hak-hak orang lain. Misalnya: memblokir jalan dengan atau tanpa membakar ban bekas, melakukan penyanderaan terhadap mobil atau kendaran , melakukan pengrusakan properti pemerintah dan fasilitas umum, serta bersikeras “menabrak” parameter atau ring pengamanan aparat kepolisian.
Sebuah ironi jika mereka berlindung dibawah payung hak-hak demokrasiuntuk mengekspresikan dan menyatakan pendapat yang dijamin oleh Undang-undang.Karena dalam melaksanakan hak-haknya itu ada aturan dan etikanya.Aturan dan etika yang jelas-jelas telah mereka langgar sebagian atau seluruhnya.
Jika mereka beraksi benar-benar dengan tujuan mulia untuk mengubah Negara dan bangsa ini menjadi lebih baik, apakah berlebihan jika kepada mereka dituntut untuk terlebih dahulu mengubah diri mereka sendiri agar menjadi lebih baik?(ES-10112011)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H