Indonesia merupakan negara yang luas. Oleh karenanya, Indonesia memiliki banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Setiap suku memiliki adat, kebiasaan, budaya, tradisi, kepercayaan bahkan bahasa tersendiri, walau tetap dapat terhubung dan berkomunikasi dengan bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Setiap suku memiliki keunikannya tersendiri.Â
Hal ini memunculkan perbedaan satu sama lainnya. Tak jarang menimbulkan pertikaian dari oknum tertentu yang belum bisa menghormati perbedaan ini.Â
Demi menjaga ketertiban dan kedamaian dalam hidup berseberangan dengan berbagai suku dalam daerah yang sama diperlukan pengetahuan dalam memaknai perbedaan. Disini penulis akan membahas tentang suatu budaya yang ada di salah satu daerah di Indonesia, yaitu Desa Temengeng, Cepu, Kabupaten Blora Jawa Tengah.
Penulis sendiri hidup dalam perantauan, bersuku jawa dan hidup di Kalimantan sedari kecil. Terbiasa untuk hidup diantara berbagai suku, mulai dari Dayak, Banjar, Jawa, Bugis, Batak bahkan Bali pun ada di daerahnya.Â
Beranjak dewasa, penulis merantau ke pulau jawa dan menemukan suatu tradisi baru yang tidak pernah dialami di Kalimantan. Mengambil sudut pandang penulis, penulis ingin berbagi pengalaman baru yang dialami di daerah Desa Temengeng ini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), budaya adalah pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.Â
Membahas budaya yang ada di Desa Temengeng, untuk budaya pertama, ada suatu budaya bernama bancakan. Bancakan merupakan suatu kebiasaan bertujuan mengungkapkan rasa syukur, berupa membagikan bungkusan makanan berupa nasi berkat dengan beberapa lauk lainnya, kemudian bisa  juga berupa jajanan.
 Budaya bancakan juga dikenal banyak daerah di pulau jawa, tidak hanya di Desa Temengeng Cepu saja. Melalui riset penulis, di daerah seperti Bojonegoro, Surakarta, serta daerah lainnya juga menerapkan budaya ini. Hanya saja menemukan sedikit perbedaan dalam pelaksanaannya. Budaya bancakan ini dikenal dengan banyak istilah lain diluar pulau jawa, seperti syukuran, slametan, dan sebagainya untuk istilah umumnya.
Apa yang membuat penulis tertarik dengan bancakan ini adalah ada beberapa bancakan  selama tinggal menetap kurang lebih 2 bulan di daerah ini. Bancakan yang pertama bancakan kelahiran hewan ternak. Di daerah Kalimantan yang penulis tinggali jarang ada yang memelihara ternak, jadi ini sangat menarik bagi penulis.Â
Sifat dari bancakan ini adalah bagi siapa saja yang mau mensyukuri kelahiran hewan ternaknya, bukan sebagai budaya wajib. Jadi tidak ada sanksi masyarakat jika tidak melaksanakan budaya ini. Budaya bancakan kelahiran ternak ini dilaksanakan oleh mayoritas penduduk desa.Â
Untuk bentuk makanan yang diberikan biasanya tergantung jenis ternak. Seperti kambing biasanya jajanan ringan dan untuk sapi biasanya berupa nasi dan beberapa lauk. Akan tetapi, hal ini tidak mutlak bermenu seperti itu tergantung kemampuan ekonomi dari sang pemilik ternak, bahkan ada yang tidak mengadakan budaya ini karena bukan dari hal yang wajib yang mana berdasarkan rasa syukur keinginan pribadi.
Ada juga bancakan untuk setiap Bulan Suro atau Muharram. Jadi, bancakan ini diibaratkan memanjatkan rasa syukur akan umur yang semakin menua setiap tahunnnya.
 Seperti perayaan ulang tahun yang diadakan setiap tahun di bulan kelahiran, masyarakat daerah ini melakukan bancakan ini serempak di bulan pertama hijriyah setiap tahunnya menurut hari dan tanggal jawa. Permisalan lahir di hari senin legi, maka bancakan diadakan pada hari senin legi di Bulan Suro.Â
Untuk menu bancakan berbeda antara anak dan dewasa. Biasanya untuk bayi cukup dengan bubur abang atau iwel-iwel. Anak-anak ditambah dengan nasi berkat berupa nasi  dan lauknya, begitupun orang dewasa, nasi berkat dengan lauk, biasanya berupa bumbu/ botok, urap, mie, orek tempe dan iwak (bisa berupa daging, ayam, ataupun telur) tergantung pemilik bancakan.
Sasaran bancakan ini biasanya untuk keluarga, saudara dan kerabat dekat. Tak jarang dalam satu hari bisa ada lebih dari 1 nasi berkat bahkan sampai 3 atau 4 nasi berkat yang diterima dan dihadiri acara dikediamannya.Â
Jadi, biasanya setelah magrib orang yang diundang datang ke kediaman penyelenggara bancakan dan melaksanakan doa bersama terlebih dahulu. Kemudian pulang dan diberikan nasi berkat tadi. Jika berhalangan hadir, biasanya akan diantarkan kerumah penerima langsung.
Ada lagi istilah buwuh atau buwoh atau buwuhan. Buwoh sendiri sudah lama dikenal di daerah jawa. Buwoh ini merupakan tradisi memberikan sumbangan berupa makanan, barang maupun uang kepada penyelenggara acara hajatan dari saudara, tetangga maupun kerabat dekat. Acara bisa berupa pernikahan, khitanan dan lain sebagainya.Â
Pemberian sumbangan ini biasanya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing. Dan penerima buwoh biasanya akan mencatat apa yang diberikan dan mengembalikan sesuai apa yang diberi ketika pemberi mengadakan hajatan setelahnya.
Tradisi buwoh ini bertujuan positif, untuk meringankan beban yang telah dikeluarkan oleh penyelenggara hajatan, meningkatkan rasa kebersamaan dan gotong royong, serta mempererat kembali tali persaudaraan.Â
Akan tetapi ada kelemahan dari budaya ini, yaitu terkadang memberatkan saudara yang berbeda kemampuan ekonomi untuk tetap memberikan sumbangan meskipun tetap telah disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing.Â
Disamping itu, jika terlalu banyak yang memberikan sumbangan, akan membuat penyelenggara berpikir untuk membalasnya di kemudian hari ketika mereka mengadakan hajatan masing-masing. Terakhir, akan jelas terlihat kesenjangan ekonomi berdasarkan sumbangan yang diberikan antara satu kerabat dengan kerabat lainnya.
Tulisan ini didasarkan pengalaman baru yang dialami penulis dalam waktu singkat, semoga dapat menambah wawasan pembaca akan wawasan tradisi dan budaya berbagai suku bangsa di Indonesia.Â
Penulis juga mohon maaf atas kesalahan penulisan atau pemaknaan dari tradisi ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis yang bukan pelaksana asli dari tradisi ini. Terimakasih. (DS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H