Mohon tunggu...
Dzulfian Syafrian
Dzulfian Syafrian Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Researcher at INDEF | Teaching Assistant at FEUI | IE FEUI 2008 | HMI Activist.

Selanjutnya

Tutup

Money

Model Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar dan Solow Sebuah Perbandingan dan Studi Empiris

4 Juni 2011   05:09 Diperbarui: 4 April 2017   18:30 48353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Y = F(K,L)

Y = F(K,L x E)

‘E’ adalah efisiensi tenaga kerja yang mencerminkan kemajuan teknologi. Ketika teknologi mengalami kemajuan, maka efisiensi tenaga kerja meningkat. ‘L x E’ mengukur jumlah para pekerja efektif dengan menghitung jumlah pekerja L dan efisiensi masing-masing pekerja E. Fungsi produksi yang baru ini menyatakan bahwa output total Y bergantung pada jumlah unit modal K dan jumlah pekerja efektif, yakni ‘L x E’.

Asumsi yang paling sederhana tentang kemajuan teknologi adalah bahwa kemajuan teknologi menyebabkan efisiensi tenaga kerja E tumbuh pada tingkat konstan ‘g’, dimana ‘g’ adalah tingkat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja (labor-augmenting technological progress). Karena angkatan kerja L tumbuh pada tingkat n dan efisiensi dari setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada tingkat g, maka jumlah pekerja efektif L x E tumbuh pada tingkat n + g.

Dampak Kemajuan Teknologi

Ada empat variabel kunci dalam kondisi steady-state dengan kemajuan teknologi, yakni : modal per pekerja efektif, output per pekerja efektif, ouput per pekerja, dan output total. Modal per pekerja efektif k adalah konstan dalam kondisi steady-state. Karena y = f(k) , maka ouput per pekerja efektif juga konstan. Variabel inilah yang menunjukkan kuantitas per pekerja efektif yang stabil pada kondisi steady-state.

Dengan adanya kemajuan teknologi, model Solow akhirnya bisa menjelaskan kenaikan yang berkelanjutan dalam standar kehidupan yang dialami oleh berbagai negara. Yaitu, model Solow telah menunjukkan bahwa kemajuan teknologi bisa mengarah ke pertumbuhan yang berkelanjutan dalam output per pekerja. Tingkat tabungan yang tinggi mengarah ke tingkat pertumbuhan yang tinggi hanya jika kondisi steady-state dicapai.

Sekali perekonomian berada dalam kondisi steady-state, tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung pada tingkat kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi juga memodifikasi kriteria untuk kondisi Golden Rule. Tingkat modal pada Golden Rule kini didefinisikan sebagai kondisi steady-state yang memaksimalkan konsumsi per pekerja efektif.

Dengan mengikuti argumen yang kita gunakan sebelumnya, kita bisa menunjukkan bahwa konsumsi per pekerja efektif pada kondisi steady-state adalah :

c* = f(k*) – (δ + n + g)*

Konsumsi pada kondisi steady-state akan dimaksimalkan jika :

MPK= δ + n + g

MPK - δ = n + g

Yakni, pada tingkat modal Golden Rule, produk marjinal modal netto (MPK- δ) sama dengan tingkat pertumbuhan output total (n+g). Karena perekonomian aktual mengalami pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi, maka kita harus menggunakan kriteria ini untuk mengetahui apakah perekonomian memiliki modal yang lebih besar atau lebih kecil dari kondisi steady state yang memenuhi Golden Rule.





BAB III

STUDI EMPIRIS

3.1 Studi Empiris Model Harrod-Domar

Sebuah penelitian karya Willian Easterly (1997) yang berjudul “The Ghost of Financing Gap: How the Harrod-Domar Growth Model Still Haunts Development Economics.” Cukup komprehensif menjelaskan aplikasi model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar dalam dunia nyata.Hasil Penelitian Easterly ini kami pilih karena skalanya yang luas, tahap penelitian yang komperhensif, dan latar belakang William Easterly sebagai salah satu ekonom yang fokus terhadap teori pertumbuhan ekonomi.

Penelitian Easterly ini menggunakan tes skala penuh dengan data antar negara. Model dari penelitian ini berusaha untuk menjelaskan kebutuhan foreign aid dan prospek pertumbuhan ekonomi negara-negara miskin. Dalam melihat hubungan tersebut, Easterly melakukan beberapa tahapan penelitian.Tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut:

1.Hubungan Aid dengan Investasi

Teori Harrod-Domar menjelaskan kebutuhan foreign aid sebagai margin dari perbedaan antar investasi yang diinginkan dengan investasi aktual dan hubungan one-on-one antara foreign aid dengan investasi. Bagaimanakah realisasinya?

Tabel 3.1. Hasil regressing Gross Domestic Investment/GDP pada ODA/GDP tahun 1965-1995


Penelitian ini menggunakan sampel 88 negara pada peroide 1965-1995, variabel yang dipergunakan untuk menjelaskan foreign aid yaitu ODA (Official Development Assistance) yang kemudian dibandingkan dengan investasi domestik dan keduanya diproporsikan terhadap GDP. Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif antara peningkatan rasio ODA/GDPdengan peningkatan rasio investasi/GDP pada 53 negara (60%). Dari 88 negara tersebut hanya enam negara yang menunjukkan koefisien investasi positif dan signifikan lebih besar atau sama dengan satu. Bahkan dari keenam negara tersebut, dua diantaranya yang persentase ODA terhadap GDP-nya hanya 0,07%dari GDP dan 0,2% dari GDP yaitu Hongkong dan China. Keempat negara lainnya adalah Tunisia, Morocco, Malta, dan Srilanka yang memiliki jumlah ODAyang tidak dapat dikatakan sepele. Dengan kata lain hanya tujuh persen dari sample yang menunjukkan bahwa ODA signifikan mempengaruhijumlah investasi domestik.

Hasil penelitian Easterly sejalan dengan penelitian Boone (1994), namun Easterly belum dapat menyimpulkan bahwa foreign aid tidak efektif dalam mempengaruhi tingkat investasi di negara miskin. Hal ini dikarenakan terdapat permasalah endogenitas dalam menganalisis foreign aid, misalkan peningkatan foreign aid diakibatkan bencana alam yang terjadi di negara tersebut, bukan karena ingin meningkatkan investasi. Oleh sebab itu, Easterly melakukan tahap penelitian lanjutan untuk melihat hubungan yang paling tepat antara foreign aid dengan investasi yang pada akhirnya akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.


  1. Hubungan Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi

Penelitian kemudian dilanjutkan, untuk melihat apakah benar terjadi hubungan linear antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan instrumen ICOR. Penelitian dilakukan dengan meregresi GDP Growth dengan Lagged Investment/GDP (ICOR sepanjang periode)dari 146 negara dalam tahun 1950-1992 dengan menggunakan asumsi bahwa ICOR itu selalu konstan. Hasil yang didapat, Easterly menemukan bahwa R2 nya negatif sebesar -0.062 pada 4883 observasi.Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bahwa model ICOR tidak cocok untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi dan akan lebih baik jika menggunakan proyeksi rata-rata pertumbuhan secara global pada semua negara dan tahun.

Easterly ingin melihat bagaimana hasilnya jika terdapat intercept pada modelnya, karena akibat tidak ada intercept ini R2nya menjadi negative. Setelah menambakan intercept hasil yang diperoleh adalah R2 sebesar 0.003 yang artinya variasi pada Lagged Investment/GDP menjelaskan 0.3% variasi pada pertumbuhan ekonomi tahunan. Meskipun hasilnya signifikan, hasil dari ICOR yaitu sebesar 26 yang artinya financing gap yang sangat besar. Lalu Easterly mencoba meregres dalam bentuk first differences untuk menghilangkan fixed effect, tetapi hasilnya ICOR bertambah parah menjadi 277. Akhirnya, Easterly menggunakan data tahunan hanya selama 4 tahun dan periode pertama dianggap eksogen, dengan tahapan yang sama seperti penjabaran sebelumnya. Hasilnya, semua R2negatif kecuali pada model first differences, R2 akhirnya positif dan hasilnya hubungan antara perubahan pertumbuhan dan perubahan Lagged Investment adalah negatif.

Easterly kemudian melanjutkan penelitiannya dengan menggunakan sample 138 negara dengan menggunakan asumsi bahwa lagged investment tiap negara itu berbeda-beda dan tidak konstan. Jadi, meregress ICOR dengan lagged investment masing masing negara secara sendiri sendiri. Dari data yang dimiliki, ternyata hanya lima Negara yang memiliki nilai ICOR yang reasonable (diantara 2-5). Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Regresi GDP Growth dengan Lagged Investment/GDP

tanpa intercept, untuk masing-masing negara, 1950-1992

Kemudian tabel tiga di bawah ini menunjukkan hasil penelitian dengan menggunakan intercept pada model regresi pada masing-masing negara.

Tabel 3.3. Hasil regresi GDP Growth dengan Gross Domestic Investment/GDP

dengan intercept per Negara, 1950-1992

Hasilnya menunjukkan bahwa hanya empat negara yang menunjukkan hasil yang signifikan yaitu Israel, Liberia, Reunion (French Colony), dan Tunisia.

Setelah melihat penelitian yang telah dilakukan oleh Easterly dari mulai meneliti tentang bagaimana hubungan antara aid dan investment, kemudian melihat bagaimana hubungan antara investment (yang dalam hal ini diwakili oleh ICOR) dengan growth, maka diperoleh hasil bahwa negara yang benar-benar sesuai dengan Harrod-Domar Model adalah Tunisia. Di semua tahapan penelitian tersebut, hubungan antara financing gap (foreign investment) dengan pertumbuhan ekonomi pada Tunisia adalah positif.

Kasus Zambia hasilnya ternyata berbanding terbalik dengan Tunisia. Zambia memiliki investasi dan foreign aid dalam jumlah besar tetapi investasi tersebut dalam semua tahapan perhitungan tidak menunjukkan korelasi positif antara investasi dan foreign aid tersebut. Hal ini dikarenakan investasi lebih diperngaruhi oleh tingkat saving yang kemudian berdampak pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Gambar 3.1. Gap antara Harrod-Domar dan Data Actual di Zambia

Easterly juga membandingkan antara prediksi pertumbuhan per kapita dengan model Harrod-Domar dan pertumbuhan ekonomi per kapita aktual. Hasilnya ditunjukkan pada gambar 2, dimana titik yang bersinggungan dengan garis putus-putus 45° menunjukkan pertumbuhan ekonomi per kapita yang sama antara aktual dan prediksi. Terdapat sekitar 10 negara yang tepat berada di titik tersebut. Di sisi lain, negara yang diprediksi sesuai dengan model Harrod-Domar oleh Easterly yaitu Guinea-Bissau, Jamaika, Zambi, Guyana, Comoros, Mauritania, dan Zimbabwe menunjukkan prediksi yang jauh lebih besar dari aktual. Yang mengejutkan adalah negara Singapura, Thailand, dan Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi per kapita aktual yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan prediksi model Harrod-Domar.

Gambar 3.2. Aktual versus Prediksi Pertumbuhan Ekonomiper Kapita dengan Financing Gap Model

Model pertumbuhan Harrod-Domar berdiri di belakang Financing Gap yang akan mempengaruhi kebijakan ekonomi yang diambil suatu negara dan alokasi pinjaman luar negeri.Model dan teori Harrod-Domar tersebut ternyata tidak dapat dibuktikan secara empiris. Sebenarnya Institusi Internasional hanya akan menghabiskan banyak uang untuk membiayai model Harrod-Domar/Financing Gap. Ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Easterly dengan menggunakan sample lebih dari seratus negara.

3.2Studi Empiris Model Solow

Teori yang dicetuskan oleh Robert Solow tentang pertumbuhan ekonomi dimulai dengan melakukan asumsi dasar tentang neoklasikal fungsi produksi dengan decreasing returns to capital. Dimana rates of saving dan pertumbuhan populasi adalah faktor yang eksogenous. Kedua variabel itulah menentukan kondisi steady-state level of income. Karena masing-masing negara memiliki kondisi saving rate dan pertumbuhan populasi yang berbeda, maka berbeda pula tingkat steady state di negara-negera tersebut. Semakin tinggi tingkat saving, semakin kaya negara tersebut. Dan Semakin tinggi tingkat population growth, semakin miskinlah negara tersebut. Mungkin itulah kesimpulan dari Solow Growth.

Dalam paper yang berjudul “A contribution to the empirics of economic growth” mengatakan bahwa Solow secara benar telah menunjukan arah dari pengaruh tingkat saving dan population growth kepada pertumbuhan ekonomi, yang mempengaruhi tingkat income per capita. Namun lebih lanjut dia mengatakan bahwa Solow telah salah dalam menentukan magnitude yang berlebihan terhadap pengaruh kedua variabel tersebut. Maka dari itu pembuktian dari studi empiris penting dilakukan di kedua variabel tersebut, yaitusaving rate danpopulation growth (human capital).

3.2.1Saving Ratesdan Growth

Berbagai literatur mencoba mengungkapkan hubungan yang terjadi antara saving rate dan economic growth dengan 3 fokus studi : pertama, adalah dengaan mencoba mengungkapkan sumber dari pertumbuhan ekonomi dan melihat efek positif apa yang dapat ditimbulkan dari sebuah variabel eksogen bernama saving rate kepada tingkat income dan pertumbuhan. Kedua, adalah berusaha mencari faktor-faktor apa saja yang menjadi determinan bagi terciptanya saving rate yang mendukung pertumbuhan. Ketiga, adalah mencari tahu hubungan kausalitas antara saving ratedengan growth.

Baik itu Harrod-Domar Model, Teori Neoclassical economic growth (Model Solow), ataupun Teori post-neoclassical economic growth sama-sama menempatkan saving sebagai salah satu variabel yang penting. Namun tentu dengan peranan yang berbeda-beda pada setiap teorinya. Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar menempatkan saving sebagai faktor utama bagi pembentukan economic growth. Pertumbuhan ekonomi dalam model ini tergantung pada marginal propensity to save dan capital-outut ratio-nya.

Lain halnya pada teori neoklasikal pertumbuhan ekonomi atau lebih dikenal dengan solow growth model. Solow meyakini walaupun saving menjadi faktor yang penting namun menurutnya dalam pertumbuhan ekonomi, saving rate hanyalah sebuah titik level yang tidak memiliki pengaruh di dalam ekonomi jangka panjang karena hanya bersifat temporer,. Sedangkan teori pertumbuhan ekonomipost-neoklasikal yang muncul sekitar tahun 1980-an menyatakan sebaliknya.Teori ini menyatakan bahwa kenaikan yang terjadi pada saving rate akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi secara permanen, tidak hanya temporer saja. Saving rate pada teori ini menimbulkan efek positif pada investasi dan akumulasi kapital.

Studi tentang arah dan hubungan kausalitas antara saving dengan growth juga tidak kalah pentingnya. Studi-studi ini menghasilkan beberapa model yang menggambarkan korelasi-korelasi yang berbeda antara kedua variabel tersebut. Jenis model yang pertama menyatakan bahwa hampir semua growth model mensyaratkan high-saving rate bila perekonomian ingin tumbuh. Entah di jangka pendek, seperti yang Solow katakan, ataupun di jangka panjang seperti di banyak endogenous growth model. Pastinya semua sama, saving rate yang tinggi akan menciptakan economic growth yang tinggi pula.

Model jenis Kedua seperti Modigliani’s klasik[1], life-cycle model, memperlihatkan hubungan antara saving dan growth, namun dengan arah kausalitas yang berbeda. Secara singkat dalam modelnya beliau menjelaskan bahwa ketika economic growth meningkat, angka harapan hidup dari penduduk usia muda akan relative lebih tinggi. Penduduk usia muda tersebut tentu akan memiliki tingkat saving of life-time wealth yang lebih tinggi daripada yang orang tua. Akibatnya,saving rate akan naik. Sehingga model ini mengungkapkan bahwa economic growth yang terjadilah yang membentuk tingkatan saving rate di sebuah negara. Selanjutnya yang ketiga, model yang menunjukan bahwa habit/kebiasaan menjadi faktor pendorong bagaimana growth mempengaruhi saving rate (Deaton, 1992)[2].

Dari ketiga model tersebut memperlihatkan hubungan kausalitas yang berbeda. Model pertama memperlihatkan bahwa saving rate menjadi faktor pendorong bagi tumbuhnya ekonomi, sedangkan model kedua dan ketiga justru memperlihatkan hubungan yang sebaliknya, economic growth yang tinggi menyebabkan tingginya saving rate.

Studi Empiris (Life-Cycle Model)

Studi kasus empiris dilakukan di beberapa negara seperti AS, Britania Raya,Taiwan, dan Thailand. Studi yang menggunakan AnalisisLife-cycle Modelini akan menghasilkan teori pertumbuhan yang berbeda dengan yang Solow katakan. Model ini akan menjelaskan bahwa growth mendorong saving rate, bukan sebaliknya.

Hasil analisa yang dilakukan dengan life-cycle model kepada beberapa negara dengan menggunakan time-series dan cross section data level of income pada setiap rumah tangga memperlihatkan bahwa kenaikan dari tingkat pertumbuhan ekonomi tidak memiliki dampak yang signifikan terhadapa saving rate secara aggregat.Di AS dan Taiwan, kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 10 persen hanya mampu mendorong kenaikan saving rate tidak lebih dari 2,5 persen. Bahkan, di negara-negara Britania dan Thailand tidak menunjukkan dampak kepada tingkat saving rate.

Analisis dengan life-cycle model memperlihatkan kepada kita pembentukan sifat dari proporsi konsumsi pada tingkat individu dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor seperti tingkat kesehatan, tingkat pendapatan, life-spans, ataupun kebutuhan konsumsi di masa depan menjadikan ini semacam life-cycle yang sistematis. Melalui life-cycle inilah yang pada akhirnya membuat pertumbuhan ekonomi akan mendorong kenaikan saving rate.

Studi yang dilakukan Carrol and Summers (1991)[3] dan Attanasio and Davis (1994)[4] sebelumnya memperlihatkan life-cycle itulah yang menjadi motivasi bagi individual dalam menetukan saving rate-nya. Hasil ini didapatkan dengan menggunakan data borrowing constraints, konsumsi social security AS. Hasil survei data rumah tangga pada negara-negara OECD juga memperlihatkan hal yang mendukung teori life-cycle tersebut.

Model

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun