Mohon tunggu...
Dzillan Dzaliila Fianda
Dzillan Dzaliila Fianda Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Kejarlah ilmu sampai ke ujung dunia

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

"Cabut saat Pelajaran TIK: Penyebab, Akibat, dan Upaya Pencegahan"

31 Januari 2025   18:02 Diperbarui: 31 Januari 2025   18:02 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Cabut adalah perilaku siswa yang keluar dari kelas tanpa izin saat jam pelajaran berlangsung. Tindakan ini termasuk pelanggaran disiplin karena siswa seharusnya tetap berada di dalam kelas untuk menerima materi yang diajarkan. Fenomena cabut sering terjadi ketika siswa merasa jenuh, tidak tertarik dengan pelajaran, atau ingin mencari kesenangan di luar kelas.

Dalam kasus pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), cabut kerap terjadi karena beberapa siswa merasa materi yang disampaikan kurang menarik atau terlalu teoritis. Kurangnya interaksi dalam pembelajaran membuat mereka kehilangan minat dan mencari alasan untuk keluar dari kelas. Jika dibiarkan, kebiasaan ini dapat berdampak buruk pada kedisiplinan dan prestasi akademik siswa.

Fenomena cabut biasanya dimulai dari rasa jenuh atau kurangnya motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran. Saat siswa merasa pelajaran terlalu sulit, membosankan, atau tidak relevan dengan minat mereka, mereka mulai mencari cara untuk menghindari kehadiran di kelas. Faktor lain yang mendorong cabut adalah pengaruh teman sebaya, di mana siswa saling mengajak untuk meninggalkan kelas bersama.

Selain itu, lemahnya pengawasan dari guru atau kurangnya sistem disiplin yang ketat juga dapat mempercepat terjadinya cabut. Jika siswa merasa tidak ada konsekuensi yang berat, mereka lebih berani untuk keluar dari kelas tanpa izin. Bahkan, beberapa siswa sudah merencanakan aksi cabut sebelum pelajaran dimulai, misalnya dengan mencari tempat persembunyian atau menyusun strategi agar tidak ketahuan.

Cabut dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada kondisi sekolah dan tingkat pengawasan guru. Salah satu cara yang sering digunakan adalah berpura-pura izin ke toilet, lalu tidak kembali ke kelas. Siswa juga bisa memanfaatkan momen saat guru kurang memperhatikan untuk keluar diam-diam melalui pintu belakang atau jendela kelas.

Cara lainnya adalah dengan mencari alasan yang lebih meyakinkan, seperti berpura-pura sakit atau meminta izin untuk mengambil sesuatu di luar kelas. Beberapa siswa bahkan bekerja sama dengan teman di kelas lain agar bisa keluar tanpa dicurigai. Meski tampak sederhana, tindakan ini tetap termasuk pelanggaran disiplin yang bisa berdampak buruk pada kebiasaan belajar siswa.

Kronologi cabut biasanya dimulai dengan munculnya rasa bosan saat jam pelajaran berlangsung. Siswa yang tidak tertarik dengan materi mulai berkomunikasi dengan teman-temannya untuk merencanakan cara keluar kelas. Mereka mencari celah saat guru sedang sibuk menjelaskan atau saat suasana kelas tidak terkendali.

Setelah berhasil keluar, siswa biasanya pergi ke tempat-tempat yang jarang diawasi, seperti kantin, taman, atau bahkan di luar lingkungan sekolah. Mereka menghabiskan waktu dengan berbincang, bermain ponsel, atau sekadar bersantai. Setelah jam pelajaran selesai, mereka kembali ke kelas seolah-olah tidak terjadi apa-apa, berharap guru tidak menyadari absensi mereka.

Sebagian besar sekolah memiliki aturan yang jelas mengenai tindakan cabut, dan sanksinya bisa bervariasi tergantung tingkat pelanggaran. Sanksi ringan biasanya berupa teguran lisan dari guru atau wali kelas. Jika siswa sering mengulangi perbuatannya, mereka bisa mendapatkan surat peringatan atau panggilan orang tua ke sekolah.

Sanksi yang lebih berat dapat berupa pengurangan nilai kedisiplinan, skorsing, atau larangan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler untuk jangka waktu tertentu. Dalam beberapa kasus ekstrem, siswa yang terus-menerus melanggar aturan bisa dikeluarkan dari sekolah. Penerapan sanksi ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran kepada siswa tentang pentingnya mengikuti aturan sekolah dan bertanggung jawab terhadap pendidikan mereka.

Cabut tidak hanya berdampak pada prestasi akademik, tetapi juga membentuk karakter negatif pada siswa. Kebiasaan melanggar aturan dapat menurunkan rasa tanggung jawab dan kedisiplinan mereka. Siswa yang sering cabut cenderung kurang memiliki komitmen dalam menyelesaikan tugas dan mudah mencari jalan pintas untuk menghindari kesulitan.

Selain itu, cabut dapat mengurangi rasa hormat siswa terhadap guru dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Mereka mungkin akan menganggap bahwa sekolah bukanlah tempat yang penting, sehingga bisa berdampak pada masa depan mereka. Jika tidak ditangani dengan baik, kebiasaan ini bisa berlanjut hingga ke dunia kerja, di mana mereka sulit untuk berkomitmen dan bertanggung jawab terhadap tugas mereka.

Menurut psikolog pendidikan, Dr. Rahmat Hidayat, cabut adalah salah satu indikasi rendahnya motivasi belajar dan kedisiplinan siswa. Jika dibiarkan, kebiasaan ini dapat mengarah pada sikap apatis terhadap pendidikan dan sulitnya siswa dalam mengembangkan keterampilan akademik maupun sosial. Ia juga menekankan bahwa cabut sering kali terjadi karena metode pengajaran yang kurang menarik atau kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

Untuk mengatasi masalah ini, Dr. Rahmat menyarankan agar guru menerapkan metode pengajaran yang lebih interaktif dan berbasis praktik. Sekolah juga harus menyediakan bimbingan dan konseling bagi siswa yang sering melakukan pelanggaran disiplin. Selain itu, keterlibatan orang tua dalam mengawasi dan memberikan motivasi kepada anak-anak mereka sangat penting agar siswa memahami pentingnya hadir di kelas.

Menurut saya, fenomena cabut adalah masalah serius yang harus segera ditangani oleh sekolah dan pihak terkait. Meskipun siswa mungkin memiliki alasan tersendiri, tindakan ini tetaplah bentuk pelanggaran yang merugikan diri mereka sendiri. Jika dibiarkan, kebiasaan ini bisa berlanjut dan menurunkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Selain itu, saya juga melihat bahwa kurangnya keterlibatan siswa dalam pelajaran menjadi faktor utama dalam fenomena cabut. Oleh karena itu, saya percaya bahwa guru harus mencari cara untuk membuat mata pelajaran lebih menarik. Jika siswa merasa pelajaran relevan dan menyenangkan, mereka tidak akan memiliki alasan untuk meninggalkan kelas.

Sebagai penulis, saya menyarankan agar siswa lebih sadar akan pentingnya kedisiplinan dan tanggung jawab terhadap pendidikan mereka. Jika merasa bosan dalam pelajaran, mereka bisa mendiskusikan dengan guru atau mencari cara lain untuk meningkatkan minat belajar, daripada memilih untuk keluar kelas.

Sementara itu, kepala sekolah dapat meningkatkan pengawasan dan menerapkan sistem absensi yang lebih ketat agar fenomena cabut dapat diminimalisir. Selain itu, kepala sekolah bisa memberikan pelatihan kepada guru untuk menggunakan metode pengajaran yang lebih menarik dan inovatif, terutama dalam mata pelajaran yang sering dianggap membosankan.

Menurut para ahli pendidikan, solusi terbaik untuk mengatasi cabut adalah dengan meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pendekatan yang lebih interaktif, berbasis proyek, dan menggunakan teknologi dapat membantu siswa lebih antusias dalam belajar. Selain itu, pihak sekolah dan orang tua harus bekerja sama untuk membentuk lingkungan yang mendukung kedisiplinan dan motivasi belajar siswa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun