Perkembangan seni merupakan proses kompleks yang berlangsung dalam beberapa tahapan berbeda. Anak usia 7-12 tahun baru saja memulai periode perkembangan kognitif tertentu, termasuk seni. Masa ini ditandai dengan kemampuan anak berpikir logis dan konkrit tentang objek dan kejadian di dunia nyata.
Kreativitas sangat penting dalam perkembangan seni. Menurut Santrock (2002), kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara yang benar-benar baru dan tidak biasa serta menghasilkan solusi unik untuk masalah yang dihadapi. Kreativitas memungkinkan anak-anak untuk mengekspresikan diri dan imajinasi mereka tidak terbatas. Seni memungkinkan anak-anak mengekspresikan diri dan pemikiran mereka dengan cara yang unik dan kreatif.
Kreativitas pada anak juga dapat membantu mereka mengembangkan pemikiran kritis, pemecahan masalah dan beradaptasi dengan situasi yang baru. Melalui seni, anak-anak dapat belajar berpikir out of the box dan menemukan solusi kreatif untuk masalah yang mereka hadapi. Selain itu, seni dapat membantu anak mengembangkan keterampilan motorik halus, koordinasi, dan kesabaran. Melalui seni, anak dapat belajar untuk lebih menguasai alat menggambar atau alat seni lainnya untuk mengembangkan kemampuan motorik halus nya.
Kreativitas melibatkan peran otak kanan. Otak kanan diidentikkan dengan kreativitas, kesepadanan, imajinasi, Dimensi, perasaan, musik dan warna, berpikir untuk mencari solusi, tidak tertata dan cenderung tidak memikirkan hal-hal secara mendetail. Fabiola Priscilla Setiawan (2010) menyatakan bahwa pendidikan seni berperan penting dalam merangsang perkembangan  otak bagian kanan anak. Pendidikan seni terbukti dapat meningkatkan ekspresi anak, pemahaman aspek manusia, kepekaan dan konsentrasi yang tinggi, serta kreativitas yang cemerlang.
Anak sekolah dasar usia 7-12  berada pada tahap perkembangan seni yang sangat penting. Menurut teori Torrance,  aspek utama perkembangan seni anak  sekolah dasar  perlu diperhatikan, yaitu:
1. Fluensi ide (Fluency): Pada usia ini, anak mulai menghasilkan ide  kreatif  yang cukup banyak dan mencipta karya seni dengan cara yang berbeda-beda. Kemampuan membangkitkan ide-ide tersebut sangat penting dalam menciptakan karya seni yang orisinal dan khas.
2. Elaborasi: Anak mulai mampu mengembangkan ide-ide kreatif yang muncul dari perkembangan detail dan variasi ide-ide tersebut. Ini memungkinkan mereka untuk membuat karya seni yang lebih kompleks dan menarik.
3. Orisinalitas: Pada usia ini, anak mulai  menghasilkan ide-ide yang unik dan berbeda dari  sebelumnya. Kemampuan menciptakan ide orisinal sangat penting dalam menciptakan karya seni yang bernilai estetika tinggi.Â
4. Resolusi (Elaboration): Anak-anak mulai dapat secara kreatif dan orisinal memecahkan masalah atau tugas yang diberikan saat menciptakan karya seni. Hal ini memungkinkan mereka  menghasilkan karya seni yang bernilai estetika tinggi.Â
5. Fleksibilitas: Anak mulai  menggunakan ide yang  ada  dan mengembangkannya dengan cara yang berbeda dan inovatif untuk menciptakan karya seni. Kemampuan untuk menggunakan ide-ide yang  ada  dan mengembangkannya dengan cara  baru sangat penting saat membuat karya seni  orisinal.Â
Komponen artistik  juga berhubungan dengan kemampuan kognitif, psikomotor dan reaksi/emosional anak.
Dalam observasi yang dilakukan pada April, 2023, Kami sebagai mahasiswa UPI Kampus CIBIRU dengan anggota Devita Cahyani, Dzikra Surya Purwana, Hasna Dhiya Awaliyah, dan Tri Ihsani di SDN Pamucatan 01 Nagreg, Kab. Bandung, menemukan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan aspek kognitif, psikomotor dan reaktif/emosional anak. Hal ini menghambat bagian artistik dalam proses kreativitas anak dalam perkembangan seni. Masalah yang ditemukan antara lain :
1. Anak kesulitan mengungkapkan perasaan/sesuatu yang diketahuinya.
2. Anak kurang responsif
3. Anak mengalami kesulitan berpikir kritis atau pemikirannya kurang cepat
4. Anak tidak bekerja dalam kelompok atau kesulitan bersosialisasi
5. Anak sulit mengontrol gerakan tangan, jari, dan pergelangan tangan saat menggambar dan mewarnai
6. Anak kurang percaya diri
Untuk menjawab permasalahan yang ditemukan di lapangan maka dibuatlah media edukasi dengan metode Projek based learning (PJBL) yang dibimbing oleh ibu Triana Lestari S.Psi., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik Sekolah Dasar UPI Cibiru. Media edukasi ini bernama "Game PUKIS". Game PUKIS berasal dari kata Puzzle, Teka-teki, Lukis. Game ini merupakan lingkungan belajar interaktif yang diharapkan dapat merespon permasalahan yang ditemukan di lapangan dan dapat mengembangkan lima aspek kunci perkembangan seni anak sekolah dasar, yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif, psikomotor dan respon/emosional anak.
![whatsapp-image-2023-04-19-at-15-11-03-644a2af94addee45ad521632.jpeg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2023/04/27/whatsapp-image-2023-04-19-at-15-11-03-644a2af94addee45ad521632.jpeg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI