Mohon tunggu...
Moh DzakyAmrullah
Moh DzakyAmrullah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

kuliah di Stiba Ar Raayah Sukabumi-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Samakan Aku dengan Dia

30 Maret 2021   14:21 Diperbarui: 30 Maret 2021   14:28 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Malam itu di lapangan aku melihat dua sejoli yang sedang bermesraan di lapangan. Awalnya aku hanya memandanginya dari jauh, namun saat aku melihatnya lebih jelas lagi aku mengenalnya. Dia adalah kakakku. Sungguh tidak sejalan dengan kedewaannya di kalangan orang. Aku sampai tidak yakin kalu itu kakakku. Dengan lihai tangannya bermain di tubuh si wanita. Memasuki daerah yang dilarang. Pandai menyembunyikan tangan di dada orang lain. Menikmatinya seakan itu adalah milaiknya sendiri. Nakal, perempuan itu juga tidak menghalau tangan kakakku yang sedang asyik memainkan harga dirinya. Bahkan perempuan itu sendiri yang mengarahkan pada daerah-daerah yang tidal pernah aku melihatnya sebelum kejadian ini. Aneh, perempuan itu mengerang seperti kesakitan namun wajahnya nampak mengharapkan lebih dari apa yang dilakukan kakakku padanya.

Oleh sebab ini aku tidak suka dengan yang namanya pacaran yang hanya bisa menawarkan kenikmatan semu, tiada abadi. Aku benci pacaran. Aku langsung mendekati kakakku dan wanita itu. Aku tidak mau kalau sampai kakakku berlaku sampai yang tidak-tidak. Sudah cukup sampai disitu dan aku harus menghentikannya.

"plakkk"

Tanganku mendarat di pipi kakakku. Walaupun kakakku sempat melawanku, tapi tubuhnya yang kurus tidak bisa melawanku. Sampai kakakku membentakku "ada apa denganmu!"

"seharusnya aku yang berkata demikian kak, ada apa denganmu? Apa yang kamu lakukan pada wanita itu?" tanyaku balik bertanya dengan niatan dia sedikit terpojok. Namun justru ternyata kepandaiannya itu sudah membutakannya.

"kamu itu gak usah sok cerdas. Dalam ilmu yang aku pelajari di sekolahku. Ini bisa di kalukan asalkan suka sama suka. Kamu tau apa masalah ini?"

Aku hanya bisa diam, sebab aku tak pandai dengan masalah ini. Namun setauku itu tidak boleh. Jangankan sampai melakukan hal seperti itu. Dulu ketika Usman bin Affan ra. memimpin umat, ketika ada seorang kelaki yang melihat perempuan canik dengan berlama lama, maka Usman pun menegurnya dan berkata padanya di masjid "engkau telah melakukan maksiat, maka bertaubatlah pada tuhanmu". Sontak orang itu terkejut dengan penuturan Usman yang pada saat ia melihat wanita itu tidak ada orang satupun kecuali dirinya dan wanita itu. Menurutku kalau Usman saja sudah berkata demikian tanpa melihatnya, bagaimana denganku yang melihat langsung berada di tempat kejadian, padahal Muhammad panutanku sudah memerintahkan demikian---jika melihat kemungkaran maka ubahklah dengan tangannya---itu.

Sekali lagi kakakku membentakku "pulang kamu!"

"kalau kakak masih bersikeras melanjutkan hal ini, aku akan mengadukan ini pada bapak" ancamku pada kakak dengan harapan kakak mau pulang dan menghentikan kenakalannya itu. Tapi apa boleh dikata, kakakku malah melanjutkan penjelajahan tangannya di depanku, ya tepat di depanku. Karna kesal dan dengan dalih aku tidak mau kalau sampai kakakku berbuat yang tidak-tidak pada wanita itu, ku pukul wajah kakakku sampai dia jatuh pingsan. Pukulanku tepat di pelipisnya dan membuat si perempuan itu menangis dan berteriak histeris.

Beberapa menit kemudian, tanpa di komando, orang kampung mulai berdatangan untuk melihat apa yang terjadi ketika ada teriakan itu. Mungkin orang kampung pada heran kenapa larut malam begit ada kakak beradik serta seorang wanita di tengah lapangan.

Kakakku langsung di bawa pulang, namun sampai di rumah, kakakku di larikan ke rumah sakit. Anehnya, perempuan yang bersama kakakku malam itu tidak mau angkat bicara ketika ditanya apa yang terjadi. Dan ternyata wanita itu adalah orang yang mendapat peringkat kedua setelah kakakku di kelasnya. Dia anak kepala desa. Memang cantik, namun cantik tidak selalu menggambarkan sikap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun