Mohon tunggu...
Dzakwan Ariqah
Dzakwan Ariqah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

Sedang mengisi waktu luang dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

SDGs Kedua Bersinergi Memutus Rantai Kelaparan

28 November 2024   07:55 Diperbarui: 28 November 2024   08:24 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: canva

Kelaparan di tengah masyarakat bukanlah sekadar persoalan perut kosong, melainkan wajah nyata ketidakadilan sosial yang terus menghantui masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Di tengah pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan, fakta bahwa jutaan orang di Indonesia masih hidup dalam kelaparan menjadi ironi yang harus segera diatasi. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, sekitar 9,57% penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan, yang secara langsung berdampak pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Pertanyaannya, bagaimana kita dapat mengentaskan kelaparan dan kemiskinan secara berkelanjutan?

Relevansi SDGs 1 dan 2: Dua Pilar Utama untuk Kehidupan Bermartabat

Untuk memahami akar permasalahan ini, penting untuk melihat hubungan erat antara Sustainable Development Goals (SDGs) 1, yaitu "Tanpa Kemiskinan," dan SDGs 2, yaitu "Tanpa Kelaparan." 

Keduanya tidak dapat dipisahkan. Kemiskinan sering kali menjadi penyebab utama kelaparan, karena akses terhadap makanan bergizi membutuhkan daya beli yang memadai. Sebaliknya, kelaparan memperburuk siklus kemiskinan dengan menurunkan produktivitas kerja dan meningkatkan biaya kesehatan akibat malnutrisi.

Di Indonesia, masalah ini diperparah dengan angka stunting yang masih tinggi. Laporan Riskesdas 2023 menunjukkan bahwa prevalensi stunting nasional mencapai 21,6%. Stunting adalah manifestasi dari kelaparan kronis yang tidak hanya merusak masa depan anak-anak, tetapi juga menghambat potensi ekonomi bangsa.

Meskipun Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan sumber daya alam melimpah, distribusi pangan yang tidak merata menjadi tantangan utama. Wilayah-wilayah terpencil di Indonesia sering kali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan bahan pangan yang cukup. Selain itu, inflasi harga pangan yang meningkat pada 2023 membuat kelompok masyarakat berpenghasilan rendah semakin rentan terhadap kelaparan.

Di sisi lain, pemborosan makanan juga menjadi ironi besar. Menurut laporan Economist Intelligence Unit (EIU) pada 2023, Indonesia berada di peringkat kedua dunia dalam hal pemborosan makanan. Diperkirakan, 300 kg makanan per kapita dibuang setiap tahunnya. Jika dikelola dengan bijak, limbah makanan ini sebenarnya dapat menjadi solusi bagi krisis kelaparan.

Langkah Strategis yang Menghubungkan Agenda SDGs dalam Tindakan Nyata.
Mengatasi kelaparan tidak dapat dilakukan secara terpisah dari upaya pengentasan kemiskinan. Melainkan diperlukan adanya pengambilan langkah strategia yang menghubungan konsep SDGs dan aksi nyata di tengah masyarakat. Diantaranya

1. Meningkatkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun