"Sebagian besar orang sukses yang saya kenal adalah orang-orang yang lebih suka mendengarkan daripada berbicara."Â -Bernard M. Baruch
Nasihat berharga ini diambil oleh penulis dari sebuah kisah singkat yang dialami oleh seorang ulama besar islam bernama Nu'man bin Tsabit atau lebih dikenal dengan sebutan Imam Abu Hanifah. Diriwayatkan pada suatu ketika Imam Abu Hanifah berjalan dan berpapasan dengan anak kecil yang berjalan menggunakan terompah kayu.
Sang Imam berkata, "Hati-hati nak dengan sepatu kayu yang kamu gunakan, jangan sampai kau tergelincir." Lalu, sang anak kecil itu menoleh kepada sang imam dan berkata "Terima kasih telah mengingkatku. Wahai imam, boleh kah saya tahu siapakah nama anda?". Lalu sang imam menjawab "Namaku Nu'man."
"Oh, jadi anda yang selama ini terkenal dengan gelaran Imam Al-Adham (imam besar) itu?"
"Bukan aku yang memberi gelar tersebut tapi masyarakatlah yang berprasangka baik padaku dan memberikan gelar tersebut." jawab imam Abu Hanifah.
"Wahai Imam, Hendaklah engkau berhati-hati dengan gelarmu itu. Jangan sampai engkau tergelincir kedalam neraka akibat gelar yang engkau sandang itu. Terompah kayu ini mungkin hanya akan membuatku tergelincir didunia saja, tapi gelarmu itu dapat menggelincirkan dan menjerumuskanmu kedalam api neraka, jika gelar itu membuatmu sombong dan angkuh." Jawab sang anak nampak menasehati imam.
Setelah mendengar ucapan sang anak kecil tersebut, ulama besar yang pakar dalam bidang fikih itupun tersungkur dan menangis. Beliau sangat bersyukur masih ada yang mau mengingatkannya walaupun itu dari seorang anak kecil.
Kisah singkat tersbut memiliki makna yang begitu dalam. Beragam pesan penuh hikmah baik yang tersirat maupun tersurat dapat diperoleh setelah membaca kisah diatas, setidaknya ada dua poin pesan utama yang ingin penulis sampaikan dari kisah diatas.
Pertama, kekayaan, gelar dan jabatan adalah hal yang paling banyak membuat seseorang tegelincir kedalam neraka dan mendapat murka dari Allah. Beragam kisah yang terdapat dalam Al-Quran telah menjelaskan bahwa gelar, jabatan, dan harta kekayaan jika tidak mampu disikapi dengan baik dan menyebabkan kesombongan maka tidak akan pernah berujung pada kebahagiaan.
Perhatikanlah kisah Iblis yang terusir dari surga yang penuh dnegan kenikmatan disebabkan kesombongannya dihadapan Allah terhadap Nabi Adam as. Lihatlah bagaimana Allah membinasakan Qorun bersama harta-hartanya akibat sombong atas kekayaan yang Allah titipkan tersebut. Demikian juga, ketika Allah menenggelamkan Fir'aun didalam lautan samudra akibat kesombongannya akan jabatan yang ia pangku hingga mengaku dirinya sebagai Tuhan.
Semua kisah diatas sudah sepatutnya menjadi bahan tafakkur bagi kita setiap kesombongan akan berujung pada kenistaan.
Kedua, kisah singkat tersebut memberikan pesan bahwa semua nasihat yang berisi kebaikan dapat datang dari siapapun dan kapanpun itu. Nasihat yang berharga terkadang tidak hanya berasal dari orang berilmu atau orang yang sudah tua, melainkan dapat berasal dari anak kecil bahkan orang yang selama ini kita anggap tidak berilmu. Nasihat berharga tak mengenal waktu. Bahkan terkadang nasihat itu tidak hanya datang ketika kita datang kemajelis ilmu, melainkan datang saat kita sedang berinteraksi dengan orang-orang yang berada disekitar kita.
Oleh karena itu, hendaklah kita jangan pernah meremehkan nasihat dari siapapun itu. Selama nasihat itu adalah benar dan tak bertentangan dengan ajaran agama, kita harus legawa menerimanya, meskipun datangnya dari seseorang yang statusnya lebih rendah daripada diri kita.
Semoga penulis dan pembaca mampu mengambil hikmah yang bgitu dalam terkandung dalam kisah yang terjadi pada imam Abu Hanifah tersebut, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H