Pada peristiwa Maulaboh di Aceh Barat, umat Islam melakukan protes atas dibangunnya sebuah gereja di tengah-tengah perkampungan kaum muslimin yang tidak ada pemeluk Kristennya, tetapi golongan Kristen tidak mengacuhkannya. Maka terjadilah peristiwa Meulaboh itu. Juga peristiwa Makassar yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1967, ketika sebuah gereja dilempari batu-batu.Â
Suatu peristiwa yang diawali penghinaan oleh seorang pendeta Kristen kepada Nabi Muhammad, yang berkata pada murid-murid yang beragama Islam pada suatu sekolah bahwa Muhammad adalah seorang pezina, seorang yang bodoh dan tolol, dan tidak pandai menulis dan membaca.[8]
Juga konflik yang terjadi antara umat Islam dan Kristiani di Bogor, Konflik tersebut diawali dengan protes sebagian umat Islam dari forum ulama dan ormas Islam se-Bogor atas dibangunnya GKI Yasmin yang telah berdiri sejak tahun 2000. Yang kemudian izinnya dibekukan oleh Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamana Bogor, Yusman Yopi. Protes terjadi karena penggugat menyebut pihak Gereja telah memalsukan tanda tangan dukungan warga soal bangunan pada tahun 2006.
Dalam al-Qur'an ada beberapa term yang merujuk pengertian konflik secara umum, misalnya kata al-khasm, al-mukhashamah (bermusuhan) dalam Q.S. al-Zumar: 31), ikhtilaf (berselisih) dalam Q.S. Ali Imran [3]: 103, 105, al- Syu'ara: 14 dan tanazu' (pertentangan) dalam Q.S. al-Nisa'[4]: 59) dan al-qital, al-harb (perang), seperti dalam Q.S. al-Anfal [8]: 57, Q.S. Muhammad [47]: 4, al-Baqarah [2]: 217 dan lain sebagainya.
Al-Qur'an telah menggambarkan tentang keniscayaan konflik antara lain dalam firman-Nya:Â
"Manusia itu adalah umat yang satu. Namun setelah timbul perselisihan) maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus." (Q.S. al-Baqarah [2]: 213).Â
Tentang Q.S. al-Baqarah [2]: 213, Ibnu Abbas sebagaimana dikutip al-Zamakhsyari menyatakan bahwa manusia dulunya satu kebenaran syariah agama selama kurang lebih sepuluh abad, yakni era antara Nabi Adam dan Nabi Nuh. Ada pula yang berkata bahwa umat Wahidah (satu agama) terjadi ketika manusia hanya tinggal satu perahu di zaman Nabi Nuh as, yang diselamatkan akibat banjir bandang. Namun setelah itu, mereka berselisih.[9]
Selain itu, Sejarah konflik manusia sesungguhnya telah dimulai sejak anak cucu Adam, ketika Qabil dan Habil bertengkar memperebutkan istri karena konon istri Habil lebih cantik ketimbang istri Qabil. Pada akhirnya kedengkian Qabil memuncak dan tega membunuh saudara kandungnya sendiri. Sebagaimana diisyaratkan dalam ayat yang artinya, "Maka nafsunya mendorong untuk membunuh saudaranya, maka ia membunuhnya, maka ia termasuk orang-orang yang merugi" (Q.S. al-Maidah [5]: 30). Â
Di sisi lain, hal demikian juga tampak dalam sejarah setiap para rasul yang diutus Allah untuk menyampaikan risalah kepada para kaumnya. Keteganan dan konflik para nabi dengan kaumnya umumnya disebabkan lantaran keengganan mereka menerima ayat-ayat Allah atau risalah yang dibawa para nabi. Seperti pada ayat berikut:
"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas". (Q.S Ali Imron [3]: 112)
Ayat-ayat tersebut memberikan beberapa isyarat bahwa perselisihan atau konflik yang terjadi pada umat manusia merupakan keniscayaan sejarah yang diciptakan tidak monokultural. Tetapi orang yang mendapat petunjuk Allah melalui kitab suci dan ajaran para rasul-Nya akan memperoleh kebenaran.Â