Musik selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia, sejak berabad-abad yang lalu. Al-Qardhawi menyebutkan bahwa sepanjang sejarah, tidak ada yang pernah sepenuhnya menjauh dari musik. Seiring perkembangan zaman dan peradaban, musik juga berkembang. Saat ini, berkat kemajuan teknologi, semua orang dapat dengan mudah menikmati musik di mana pun mereka berada. Topik musik telah diperdebatkan oleh Fuqaha, dengan pendapat yang berbeda di antara para sarjana tentang status hukumnya. Ini menunjukkan bahwa tidak ada kesepakatan bulat di antara para sarjana mengenai hukum musik.
Definisi Musik
Salah satu cabang seni yang indah adalah seni musik. Musik adalah bentuk seni yang luar biasa yang dapat dihargai melalui indera pendengaran kita. Ini melibatkan perpaduan harmonis dari berbagai alat musik untuk mengiringi nyanyian. Jenis musik ini dapat dinikmati sendiri sebagai musik instrumental atau dikombinasikan dengan vokal. Dalam budaya Yunani kuno, musik tidak hanya dianggap sebagai bentuk seni tetapi juga memiliki makna yang lebih luas di bidang-bidang seperti pendidikan, sains, dan etika. Bahkan diyakini memiliki aspek ritual, magis, dan etika. Dalam budaya Arab, musik dikenal sebagai al-sama' atau musiqa, dengan al-sama' berasal dari kata sami'a, yang berarti mendengarkan.
Bagaimana Pendapat Berbagai Ulama dalam Memahami Landasan Hukum Musik
 Dalam fiqh perbedaan pendapat antara seorang ulama dengan ulama lain merupakan suatu hal yang biasa, bahkan hampir semua masalah yang bersifat ijtihadi umumnya para ulama mempunyai pandangan hukum yang berbeda. Sama halnya dengan hukum musik, sebagian ulama berpendapat bahwa musik itu dibolehkan secara mutlak, sebagian lagi berpendapat dibolehkan dengan syarat, ada juga yang mengharamkannya secara mutlak dan mengharamkan dengan syarat.Â
1. Pendapat Ulama Yang Menghalalkan Musik
Perkataan sebagian ahli Fiqh bahwa keharaman alat-alat musik dan permainan itu bukan karena bendanya yang haram, tetapi karena adanya 'Illat (sebab) yang lain. Ibnu 'Abidiin berkata "Alat-alat permainan itu bukanlah haram semata-mata permainannya, jika karenanya terjadi kelalaian baik bagi pendengar atau orang yang memainkannya, bukankah anda sendiri menyaksikan bahwa memukul alat-alat tersebut dihalalkan dan kadang diharamkan pada keadaan lain karena perbedaan niatnya? Menilai perkara-perkara itu tergantung maksud-maksudnya". Menurut syeikh Mahmud Saltut, mendengarkan suara-suara yang indah baik berupa suara manusia atau binatang ataupun suara yang bersumber dari alat-alat yang diciptakan oleh manusia, selama tidak melalaikan dari kewajiban agama dan terjerumus dalam hal-hal yang dilarang serta tidak menurunkan kehormatan dan kemulian seseorang adalah tidak dilarang (boleh).
2. Pendapat Ulama Yang Mengharamkan Musik
Abu Hanifah mengatakan bahwa musik hukumnya yang dilarang dan dimakruhkan, dan mendengarkannya termasuk perbuatan dosa. Â Pandangan ini didukung oleh banyak ulama di Kufah, termasuk Sofyan al-Tsauri, Himad, Ibrahim, Shu'bi, dan lain-lain. Pendapat ini didasarkan pada ajaran Al-Qadi Abu Tayyib al-Tabari. Imam Malik RA juga melarang musik, sejauh mengatakan bahwa jika seseorang tanpa sadar membeli budak perempuan yang bernyanyi, mereka dapat mengembalikan budak itu karena termasuk cacat. Pendapat Imam Malik ini kemudian diikuti oleh mayoritas ulama Madinah kecuali Ibnu Sa'id.Â
Musik itu Halal atau Haram ?
Al-Ghazali mengumpulkan, menganalisis, serta memberikan kritik dan penilaian terhadap pendapat dan komentar para ulama tentang musik. Menurutnya, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan dan keharaman musik. Sejumlah ulama seperti Qadhi Abu Tayyib al-Tabari, Syafi'i, Malik, Abu Hanifah, Sufyan Tsauri dan lainnya menyatakan bahwa musik hukumnya haram. Seperti kata Imam Syafi'i, "Menyanyi hukumnya makruh dan menyerupai kebatilan. Barang siapa sering bernyanyi maka tergolong safeh (orang bodoh). Karena itu, syahadah-nya (kesaksiannya) ditolak". Imam Al-Ghazali yang menyebutkan bahwa ada lima faktor yang dapat merubah hukum lagu dari boleh menjadi haram:Â
Faktor Penyanyi. Yakni kondisi penyanyi, dalam hal ini jika penyanyinya wanita maka haram melihatnya karena dikhawatirkan akan timbul fitnah.Â
Faktor Alat. Haram jika menggunakan alat-alat seperti seruling, gitar, dan gendang.
Faktor alunan suara atau isi lagu. Kalau terdapat kata-kata yang keji, mengandung percintaan atau yang dapat mendustakan Allah maka hukumnya haram.
Faktor kondisi si pendengar. Jika dapat menimbulkan nafsu (syahwat) bagi pendengarnya maka diharamkan.Â
Keadaan orang awam. Mendengarkan musik boleh jika tidak melupakan (melalaikan) waktunya untuk beribadah kepada Allah
Menurut al-Ghazali, tidak ada kecaman rinci terhadap musik dalam Al-Qur'an atau Hadis. Meskipun hadits tertentu menyebutkan pembatasan alat musik tertentu seperti seruling dan gitar, al-Ghazali menunjukkan bahwa larangan itu tidak secara khusus pada instrumen ini tetapi karena alasan lain. Dalam Islam awal, instrumen ini sering dimainkan dalam pengaturan yang tidak pantas seperti pesta. Umat Islam harus menghindari meniru perilaku seperti itu. Â Nabi SAW sudah mewanti-wanti dengan mengatakan "Barangsiapa meniru gaya hidup suatu kaum maka ia termasuk bagian dari kaum itu".
Selain itu, musik juga dipandang mengabaikan pentingnya "mengingat Tuhan," menuntun kita untuk mengamati, bertentangan dengan prinsip ketakwaan, dan sebagainya. Sudut pandang ini dipegang oleh banyak ulama fiqh yang lebih fokus pada aspek hukum dan formal. Sebaliknya, Sufi lebih santai menggunakan musik sebagai sarana untuk "lebih dekat dengan Tuhan." Misalnya, musik yang mengiringi tarian mawlawiyyah, sering dimainkan oleh sufi terkenal Jalaluddin Rumi. Al-Ghazali percaya bahwa mendengarkan musik atau bernyanyi mirip dengan mendengar kata-kata atau suara dari makhluk hidup atau benda, masing-masing membawa pesan. Jika pesannya positif dan religius, maka itu sama dengan menerima nasihat agama atau kuliah. Dalam fiqh, dipahami bahwa hukum sesuatu tergantung pada asalnya, jadi ketika tidak ada hukum khusus dalam Al-Qur'an atau Hadis, itu dianggap halal.
Kesimpulan
Musik dianggap sebagai bagian dari muamalah, tidak seperti ibadah yang memegang posisi khusus yang tidak dapat dinegosiasikan karena merupakan bagian dari tujuan tawfiqiyah. Menurut beberapa ulama Syafi'iyyah, ada pendapat yang berbeda tentang masalah ini, dengan beberapa melarang bermain musik, termasuk lagu, sementara yang lain mengizinkannya. Ini menunjukkan bahwa ada perdebatan di antara para sarjana mengenai peraturan seputar musik dan lagu, dengan beberapa menentangnya dan yang lain mendukungnya.
Daftar Pustaka
Husni F. 2019. Hukum mendengarkan musik (Kajian Terhadap Pendapat Fiqh Syafi'iyah). Jurnal Syarah. 8(2):24-48.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H