Â
Kiai mempunyai peran penting dalam bidang pendidikan agama, perjuangan bangsa, dan bahkan politik. Banyak sekali kiai-kiai alim yang mempunyai peranan penting dalam bidangnya masing-masing. Seperti kiai dari jombang yang satu ini, yaitu Kiai Abdul Malik Hamid atau lebih akrab dipanggil dengan sebutan Kiai Malik.Â
Kiai Malik lahir pada hari Senin Pahing tahun 1935. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Hamid Hasbulloh dengan Nyai Khadijah. Kiai Malik adalah putra kedua dari empat bersaudara.Â
Kakak beliau bernama M. Sholeh, dan mempunyai satu adik laki-laki bernama M. Yahya dan yang perempuan bernama Hamidah. Sedangkan ayah beliau adalah adik dari KH. Wahab Hasbulloh pendiri Nahdhatul Ulama. Dilihat dari silsilahnya, Kiai Malik memang berasal dari keturunan nasab kiai alim besar di Indonesia.
Kabupaten Jombang memang identik dengan sebutan Kota Santri. Karena Jombang dulunya dirintis oleh para kiai. Kalau di Jawa istilahnya Mbabat alas. Pada kala itu Jombang terbagi menjadi dua strata sosial.Â
Yang pertama yaitu Kiai yang berperan sebagai kaum ijo atau hijau yang bermakna masyarakat alim. Sedangkan warga kampung setempat merupakan kaum abangan, atau masyarakat yang masih awam tentang ajaran agama. Nah, disinilah peran penting Kiai Malik, yaitu menyebarkan ilmu agama di masyarakat dan mengajak mereka untuk belajar agama bersama. Kiai Malik terkenal disiplin, beliau sangat serius dalam mengurus santri-santrinya.Â
Dalam kesehariannya beliau jarang sekali meninggalkan rumah apalagi meninggalkan ngaji. Meskipun disiplin, cara Kiai Malik dalam menyiarkan ilmu agama kepada masyarakat tidak pernah memaksa. Namun dengan kharismanya yang menarik hati masyarakat. Tak jarang Kiai Malik berbaur dan berbincang santai dengan warga setempat.
Nyantri di pondok pesantren merupakan bekal Kiai Malik untuk menjadi seorang kiai alim yang teladan. Mengingat beliau memang berasal keluarga pesantren pula. Kiai Malik juga pernah nyantri di Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Kedungsari Prambon, dan di Pondok Sarang Rembang. Dimana pondok tersebut terkenal amat kental didikan agamanya.Â
Bahkan saat mondok di Sarang, yakni di pondok Kiai Zubair (ayah dari Kiai Maimun Zubair), Kiai Malik satu kamar dengan Kiai Maimun Zubair meskipun usia Kiai Malik jauh lebih muda dari Kiai Maimun Zubair.
Saat nyantri di Pondok Sarang, beliau diberi amanat langsung oleh Kiai Zubair untuk menjadi seorang lurah pondok. Menjadi seorang lurah pondok bukan tugas yang mudah. Bahkan sebelumnya, Kiai Zubair selalu memberi jabatan lurah pondok kepada santrinya yang sudah senior. Bagi Kiai Malik sebuah keistimewaan bisa dipercaya dan diamanahi langsung oleh Kiai Zubair untuk menjabat sebagai lurah Pondok.
Kiai Malik terkenal sangat gemar mengaji kitab kuning dengan istiqamah pada masanya, atau dalam istilah pesantren disebut dengan "Mbalah kitab kuning". Beliau istiqamah mengaji setiap ba'da sholat fardhu, bahkan setelah sholat sunnah seperti sholat dhuha juga diistiqamahkan untuk ngaji. Tidak hanya santri-santrinya yang dididik untuk disiplin ngaji kitab, namun putra beliau juga wajib untuk mbalah kitab kuning setiap hari.Â
Kiai yang pernah mengaji bersama beliau yaitu Kiai Jamaluddin Ahmad, Kiai Hasan, Kiai Kholiq Mustaqim, Kiai Fadhlulloh, Kiai Masruri Bumiayu, Kiai Fathul Huda, dan masih banyak lagi para Kiai besar yang pernah ngaji bersama beliau.
Keadaan Pondok Pesantren Tambakberas Jombang di era Kiai Malik belum ramai dengan santri. Saat itu Kiai Malik berusaha mengajak masyarakat untuk belajar mendalami agama Islam dan itu merupakan hal yang penuh perjuangan. Kiai Malik selalu mengajak masyarakat dengan cara yang menyenangkan. Misalnya, menyediakan permainan olahraga di pondok seperti catur, karambol, sampai bulutangkis.Â
Hal ini dilakukan karena sesuai dengan keadaan masyarakat yang pada saat itu yang suka dengan permainan olahraga namun mereka tidak memiliki fasilitas. Warga diperbolehkan untuk bermain di pondok namun dengan syarat harus mengaji terlebih dahulu. Akhirnya mulai saat itu banyak warga dari berbagai kalangan yang datang dan mulai mau belajar ilmu agama di pondok.
Selain menjadi sosok pemuka agama, Kiai Malik merupakan seorang guru madrasah di Tambakberas (sekarang menjadi MTsN 3 Jombang). Kiai Malik juga memiliki usaha sampingan yaitu pembuatan batu bata dan berdagang kelapa. Di masyarakat, Kiai Malik dikenal sebagai sosok yang sederhana, ramah, dan senang berbaur dengan masyarakat. Beliau sering berbincang dengan warga kampung, menghadiri hajatan tetangga, dan juga mengajak warga bekerja bersama dengannya untuk membuat batu bata serta membangun pondok. Selain diberi pekerjaan, para warga yang bekerja bersama Kiai Malik juga diberi pakaian sholat. Sejak saat itu, warga akhirnya mulai mau membiasakan untuk sholat. Selain itu Kiai Malik juga tidak lupa menyelipkan ajaran agama seperti cerita-cerita nabi untuk menambah pengetahuan agama bagi mereka. Dan tidak sedikit pula tukang pembuat bata yang bekerja dengan beliau yang  akhirnya mengantar anaknya untuk nyantri di pondok Kiai Malik.
Tugas Kiai Malik selain fokus untuk mengurus santri dan menyebarkan agama yaitu mengurus bangunan-bangunan pondok pesantren Tambakberas. Kiai Malik diberi tanggungjawab langsung oleh Kiai Wahab untuk mengarsiteki beberapa bangunan lama di pondok Tambakberas seperti bangunan jerambah masjid, pondok induk, dan juga pondok Al-Lathifiyah. Kiai Wahab mempercayakan tanggung jawab bangunan pondok kepada Kiai Malik, dan beliau selalu menulis laporan bangunan dengan jujur dan detail. Kala itu Kiai Malik diberi upah oleh Kiai Wahab yang jumlahnya lebih sedikit dari tukang dan lebih banyak dari kuli bangunan.
Kiai Malik menikah dengan Nyai Churun Ain dan dikaruniai sepuluh anak yakni Nur Malikah, Fadhlullah, Fathkhullah, Imron Rosyadi, Zainul Arifin, Khodijatul Qadriyah, Ali Zamroni, Muhammad Syifa, Abdul Lathif, dan Muhammad Subhan.Â
Selain mengurus bangunan Pondok yang diamanahi oleh Kiai Wahab, Kiai Malik juga sedang membangun beberapa kamar yang nantinya akan ditinggali oleh para santri beliau. Pada saat itu Bu Nyai Churun Ain sempat bertanya kepada Kiai Malik, "Bah kapan selesai bangun kamar pondoknya?Â
Supaya kita bisa segera mulai menabung untuk berangkat haji." Kiai Malik pun menjawab pertanyaan istri beliau, "Baik, Tahun ini akan selesai, InsyaAllah".Â
Jawaban tersebut seakan isyarat bahwa di tahun yang sama Kiai Malik akan selesai dengan segala urusan dunia. Usai kejadian tersebut, tepatnya saat sedang mengajar di madrasah, Kiai Malik sakit secara tiba-tiba. Beberapa hari setelah itu beliau dipanggil oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kiai Malik meninggal di usia muda, tepatnya pada  hari Senin Pahing tahun 1983.Â
"Meskipun Kiai malik menginggalkan Bu Nyai Churun Ain seorang diri. Namun Bu Nyai mampu mengasuh kesepuluh anaknya sampai sukses, bahkan ada yang kuliah sampai ke luar negeri. Itulah salah satu barokah yang didapat oleh istri dan anak-anak Kiai Malik." Ujar Kiai Abdul Lathif Malik.
Sumber:
- Wawancara dengan KH. Abdul Lathif Malik (Pengasuh Pondok Al-Muhajirin 3 Jombang), Putra ke-9 dari Kiai Abdul Malik Hamid. Minggu, 24 November 2019.
- Wawancara dengan H. Tomy Lutvan A.M, Cucu dari Kiai Abdul Malik Hamid. Selasa, 8 Oktober 2019.
- Tim Sejarah Tambakberas, Edisi Revisi TAMBAKBERAS Menelisik Sejarah Memetik Uswah (Jombang: Pustaka Bahrul Ulum, 2018)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H