Budaya makan masyarakat Indonesia mengenal tiga kelompok pangan utama, yang saling melengkapi, yaitu nasi (pangan pokok), lauk, dan sayur/buah.
Kedelai sendiri merupakan komponen pangan dalam bentuk olahan yang berperan sebagai lauk nasi yang murah, bergizi dan disenangi oleh masyarakat. Diantaranya berupa tahu, tempe, kecap, hingga susu kedelai yang sudah sangat umum dan menjadi teman makan sehari-hari.
Makan nasi hampir tidak mungkin tanpa lauk, dan kedelai merupakan bahan mentah lauk yang digemari sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu permintaan akan kedelai stabil tinggi secara berkelanjutan, dan karenanya sudah sewajarnya sistem produksi kedelai diposisikan sangat penting, sejajar dengan padi.
Potret Kedelai Nasional 2018
Skenario pencapaian produksi kedelai negara Indonesia memiliki sasaran 2,5 juta ton. Untuk mewujudkan pencapaian produksi kedelai tahun 2018 yaitu dengan peningkatan produktivitas 15,35 kuintal/ha, perluasan area tanam dari 200.000 ha menjadi 1.021.292 ha atau 5X luas area tanam kedelai yang saat ini sudah ada. Mampukah Indonesia ?
     Memahami faktor penyebab belum berhasilnya program swasembada kedelai nasional di masa lalu menjadi penting, agar masalah dan kekeliruan yang terjadi tidak diulangi, dan swasembada kedelai yang dapat dicapai dapat berkelanjutan.
Strategi Peningkatan Produksi Menuju Swasembada Kedelai
     Program dan upaya peningkatan produksi kedelai selama ini lebih memilih kegiatan yang relatif mudah, mengharapkan petani berlahan sempit untuk menanam kedelai secara intensif guna mencukupi kebutuhan kedelai nasional. Padahal pesaing terhadap tanaman kedelai sangat banyak, seperti: jagung, kacang hijau, sayuran, tebu, tembakau yang memberikan keuntungan lebih besar.
     Permasalahan sistem produksi kedelai untuk mencapai swasembada dapat digolongkan menjadi lima penyebab, yaitu: (1) tidak tersedia alokasi lahan, yang secara pasti dan khusus diperuntukkan bagi produksi kedelai; (2) usahatani kedelai berisiko tinggi, produktivitas rendah dan pendapatan usahatani kedelai rendah; (3) pelaku usahatani kedelai adalah petani tradisional dengan skala usaha kecil; (4) adopsi teknologi produksi yang rendah dan lambat.
1. Penyediaan lahan khusus untuk kedelai
     Masalah utama dalam produksi kedelai nasional adalah tidak tersedianya lahan yang secara khusus dialokasikan untuk produksi kedelai. Sedangkan sasaran negara 5X luas area tanam kedelai saat ini, akan tetapi kebanyakan tanaman kedelai hanya sebagai tanaman rotasi atau tanaman prioritas kedua, yang sewaktu-waktu dapat didesak oleh tanaman prioritas utama.
Kedelai adalah tanaman curah yang diproduksi secara massal dan diperdagangkan . Pemasaran kedelai produksi dalam negeri akan bersaing keras dengan kedelai di pasar internasional yang berasal dari usahatani kedelai skala besar di Amerika Serikat, Brazil, dan Argentina.
Harga kedelai produksi dalam negeri yang berasal dari petani kecil, yang dianggap layak ekonomi berkisar antara Rp 6.000-6.500/kg . Harga kedelai di pasar internasional pada tahun 2009 US$ 350/ton (USDA 2009) yang berarti harga kedelai petani Indonesia Rp 6.000/kg, hampir sama dengan harga kedelai asal impor.
Untuk melindungi harga kedelai produksi dalam negeri tetap layak dan stabil, pemerintah perlu mengatur jumlah dan harga kedelai impor. Menjaga harga kedelai dalam negeri Rp 6.000.000/ton akan memberikan insentif ekonomi bagi petani produsen kedelai tanpa harus membebani konsumen untuk membeli produk tahu dan tempe dengan harga mahal sehari-harinya.
3. Petani usahatani kedelai skala komersial dan Adopsi teknologi
Untuk mengelola usahatani kedelai skala besar diperlukan petani generasi baru yang tahu dan terampil mengopersionalkan traktor, memahami secara rasional teknik budi daya kedelai dan manajemen usahanya. Dalam era globalisasi perdagangan, petani Indonesia tidak boleh tertinggal dan harus dapat bersaing dengan petani negara-negara lain. Selama petani Indonesia tidak mampu mengelola lahan dengan luasan yang layak usaha, dan jauh lebih sempit dibanding petani negara lain, selama itu pula daya saing produk pertanian Indonesia akan tetap rendah.
Usahatani kedelai secara komersial mempersyaratkan petani mengadopsi teknologi maju yang adaptif. Teknik budi daya kedelai skala kecil dan skala luas pada dasarnya sama, baik dari segi pengelolaan lahan, air, gulma, OPT, maupun tanaman.
Komponen teknologi budi daya kedelai skala luas yang terpenting adalah: (1) penyiapan lahan, drainase dan struktur tanah; (2) pemilihan varietas dan penyediaan benih bermutu; (3) pengelolaan hara, kemasaman tanah dan bahan organik tanah; (4) pengaturan kelembaban tanah; (5) pemilihan waktu tanam yang tepat, jarak tanam dan populasi tanaman optimal; (6) pengendalian gulma dan hama penyakit tepat waktu, dan (7) panen serta penanganan pascapanen yang tepat dan optimal.
Daftar Pustaka
Sumarno dan M. Muchlish Adie. 2010. Strategi Pengembangan Produksi Menuju Swasembada Kedelai Berkelanjutan. Iptek Tanaman Pangan Vol. 5 (1).Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI