Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jhon-Paneri: Kali Ini, Satire Terhadap Jurnalisme

22 April 2023   00:51 Diperbarui: 10 Mei 2023   17:15 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Oke. Jurnalisme atau bila dinaturalisasikan ke dalam bahasa kita adalah kewartawanan. Adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Di negeri kita,   istilah jurnalistik dulu dikenal dengan "publisistik". Dan, seiring dengan perkembangan dalam perguliran waktu, istilah publisitik tergantikan oleh istilah jurnalistik sebagai akibat dari pengaruh faham intercontinental yang dipelopori oleh Amerika sebagai negara adikuasa di Dunia di samping Uni Soviet yang saat ini sudah bubar, yang saat ini hendak dilanjutkan oleh Rusia. Dan, endapan dari istilah publisistik di negeri kita juga digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi. Begitu secara pandangan umum tentang jurnalisme atau kewartawanan." Ulas Si Paneri kali ini.

"Bisa ditambahkan tentang sejarahnya secara sekilas saja, kawan?" timpal Si Jhon.

"Oke. Di Indonesia, perkembangan aktivitas jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji terbit. Namun, pada masa pendudukan Jepang yang mengambil alih kekuasaan dari Belanda, koran-koran tersebut dilarang. Dan, pada akhirnya ada lima media yang mendapatkan izin terbit, yakni: Asia Raya, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia. Kemudian, bergerak hingga Indonesia Merdeka, Masa Orde Lama, Orde Baru yang tidak memberikan keleluasaan pada aktivitas kewartawanan yang ditandai oleh banyaknya pembreidelan media massa. Dua kasus Harian Indonesia Raya dan Tempo (yang sampai saat ini masih eksis), adalah dua contoh yang nyata dalam sensor kekuasaan dimaksud. Di era Orde Baru, kontrol kekuasaam terhadap aktivitas kewartawanan dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih (salah satu tempat pendidikan wartawan Tempo), Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara. Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie) menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi. Kegiatan kewartawanan diatur dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI." Kupas Si Paneri dalam kilasan sejarah aktivitas kewartawanan di negeri ini.

"Wah, hebat juga wawasan sampeyan tentang jurnalisme sebagaimana yang ayas simak dari ulasan itu tadi," kata Si Jhon.

"Ach, biasa-biasa saja, kawan ... Dan, semua itu kan tak lepas dari dorongan dan motivasi sampeyan kepada ayas agar selalu belajar, belajar, dan belajar apa saja di kehidupan ini, yang tak harus ditempuh di bangku formal. Ayas masih ingat dan mencamkan saran dari sampeyan." Kata Si Paneri merendah. 

"Hahaha ... bisa saja sampeyan ini. Lantas obsesi apa dari sampeyan terhadap pokok persoalan di ranah jurnalisme ini, kawan, sehingga kita harus mendiskusikannya? Dan sampeyan adalah nara sumber pemantik yang tampak handal dan profesional dalam mengupas tuntas sebuah topik permasalahan dalam diskusi kita kali ini" kata Si Jhon lugas.

"Oke. Yang menggelitik alam pikiran ayas adalah tentang prinsip-prinsip jurnalistik, antara kerangka idealistik dengan realistiknya, apakah sudah terjadi harmonisasi dalam fakta realitanya di ranah sosial budaya dan peradaban di negeri kita ini? Itu pada esensi dan substansi obsesi ayas." Jawab Si Paneri menanggapi sinyal pancingan Si Jhon agar dirinya mengulas persoalan yang disikusikan menjadi lebih mendalam. (Bersambung)

Salam Seimbang Universal Indonesia_Nusantara ...

*****

Kota Malang, April di hari kedua puluh dua, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun