Oleh karenanya, inti dari haji adalah wukuf di padang Arafah. Di situlah Muhammad menyampaikan khutbah akan pentingnya haji sebagai syi'ar untuk membangun dinul Islam --  tananan kehidupan seimbang di muka Bumi dan menjauhkan diri dari sistem ekonomi yang sarat dengan riba , yakni sistem kapitalisme-feodalisme yang hanya merusak keseimbangan. Muhammad juga menyampaikan bahwa Islam sebagai manajemen hidup yang sudah disempurnakan untuk seluruh umat manusia di muka Bumi (QS Almaidah : 3).
Nah, selanjutnya bagaimanakah dengan ibadah haji yang dilakukan saat ini? Masih layakkah Madinah ataupun Mekah yang sangat kental nuansa kapitalismenya dikatakan sebagai Baitullah? Adakah pelajaran yang kita dapat dari ziarah (studi banding) ke Madinah atau Mekah, sementara tatanan Islam, manajemen kehidupan seimbang sebagaimana yang pernah dibangun Rasulullah, sudah tidak bersisa di kedua kota tersebut? Â
Dan parahnya lagi, haji telah dikomersialisasikan oleh  kerajaaan Arab Saudi , sehingga mampu menjadi sumber devisa terbesar kedua setelah minyak bumi. Jadi, sekali lagi kami tegaskan, masih perlukah kita melaksanakan ibadah haji ke Mekah? Apakah esensi ritual haji saat ini masih memiliki makna yang sama dengan apa yang pernah dilakukan Rasulullah? Silakan direnungkan dengan akal sehat masing-masing.
Sekian dan Terima Kasih. Salam Satu Bangsa Indonesia_Nusantara, Salam PANCASILA ...
Kota Malang, Mei hari keenam belas, Dua ribu dua puluh dua.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H