Mayoritas ulama membolehkan menyewakan barang untuk mendapatkan keuntungan. Namun apabila kita telaah lebih dalam, maka uang adalah alat tukar pengganti barang, yang berarti meminjamkan uang itu sama dengan meminjamkan barang dan tidak boleh mengambil keuntungan. Yang membedakan antara uang dan barang adalah nilai penyusutannya. Uang tidak akan mengalami penyusutan nilai selama tidak rusak dan masih bisa digunakan sebagai alat pembayaran.Â
Sementara, barang bila digunakan akan mengalami penyusutan dan pengausan, serta nilai ekonomisnya akan turun. Nilai penyusutan tersebut yang harus dibayarkan oleh peminjam, tidak lebih dan tidak kurang. Sedangkan terkait dengan jual atau sewa tanah, Rasulullah dengan tegas menyatakan sebagai berikut, "Barang siapa mempunyai  sebidang tanah, maka hendaklah dia menanaminya. Bila dia tidak bisa atau tidak mampu menanami hendaklah diserahkan kepada orang lain yang mampu menanami. Dan janganlah menyewakannya".
Dengan demikian, penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa Riba adalah identik dengan passive income, dan kita tidak perlu bekerja. Cukup dengan harta, modal atau tanah yang diinvestasikan, dipinjamkan atau disewakan untuk menghasilkan keuntungan. Semakin besar modal yang dipinjamkan, diinvestasikan atau disewakan, semakin besar pula pendapatan yang diterima.Â
Riba inilah oleh para kapitalis-feodalis dijadikan alat senjata untuk memperkaya diri tanpa harus kerja produktif. Dan,  hal itu sangat dilarang oleh Al-Qur'an. Terkait dengan Hadits yang dijadikan rujukan oleh para Ulama untuk  memperbolehkan praktik-praktik investasi maupun usaha-usaha penyewaan, pertanyaannya adalah: "Apakah mungkin Rasulullah membuat ketentuan yang berpotensi merusak keseimbangan, menciptakan ketimpangan atau ketidakadilan, maupun melawan Sunnatullah, meskipun hadits-hadits tersebut diriwayatkan oleh perawi-perawi yang disebut-sebut terpercaya?" Silakan direnungkan dengan akal sehat kita ...
Oleh karenanya, dari hal tersebut di atas, maka dapatlah ditarik suatu simpulan bahwa,Â
- Pendapatan adalah hasil murni dari produktivitas kerja, bukan dari hasil bunga, deviden, keuntungan sewa, maupun bagi hasil atas tanah.
- Besar kecilnya pendapatan, bukan didasarkan pada posisi jabatan seseorang, melainkan dihitung dari produktivitas kerjanya.Â
Â
Gaji seorang Khalifah atau pemimpin dunia pada masa Rasulullah sama dengan pendapatan masyarakat biasa. Dengan pola tersebut, orang tak akan berebut untuk mejadi pejabat. Mereka akan bangga dengan pekerjaannya masing-masing, dan secara otomatis akan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi di dalam masyarakat.Â
Begitulah Zakat yang memberikan pengertian sesungguhnya, bahwa Zakat adalah program dalam sistem ekonomi Islam sebagai bagian dari benteng keseimbangan ekonomi, menciptakan sistem ekonomi yang bersih dari berbagai bentuk penindasan ataupun upaya-upaya untuk mengambil hak-hak dari pihak lain. Sistem ekonomi Islam sangat menjunjung tinggi profesionalisme, menekankan produktivitas kerja dan melarang praktik Riba atau passive income.Â
Dengan tidak diberikannya ruang untuk praktik passive income, maka modal tidak bisa lagi menghasilkan keuntungan, karena pendapatan hanya bertumpu pada produktivitas kerja. Inilah yang membatasi kekayaan seseorang karena produktivitas kerja seseorang ada batas kemampuannya, dan secara otomatis akan mengurangi kesenjangan pendapatan di dalam masyarakat. Dengan penerapan sistem ekonomi tersebut maka kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin juga tidak akan terlalu besar. Sementara, dalam sistem kapitalis-feodalis harta atau modal sangat berkuasa dalam menekan dan memeras tenaga maupun pikiran orang lain guna mendapatkan keuntungan yang besar.Â
Semakin besar modal yang ditanam maka akan semakin besar pula deviden atau keuntungan yang diperoleh. Sebagian keuntungan akan diinvestasikan lagi, begitu seterusnya hingga akumulasi penambahan modal semakin besar, dan keuntungan yang didapatkan akan semakin berlipat ganda. Kaum kapitalis makin kaya, semenatara pendapatan mayoritas para pekerja mengikuti ketentuan upah minimum yang berlaku. Terjadi kesenjangan pendapatan yang sangat dalam.
Hasil penelitian lembaga OXFAM mennunjukkan bahwa kekayaan 1 % orang terkaya di dunia saat ini sama dengan kekayaan 99 % penduduk dunia lainnya. Sementara, potret ketimpangan di negeri ini, harta empat orang terkaya di negeri ini sama dengan 100 juta penduduk miskin di negeri ini.Â