"Jikalau Pikiran Menyatakan 'Tidak', Jangan Sekali-kali Mulut Berucap 'ya'".
(Filsuf Liar_Jalanan)
menuruti kontemplasi, intuisi maupun halusinasi
yang seolah penbenaran dari asumsi
landasan berpikir yang dianggap benar
dari para penyandang  jubah pemikir ternama dan tenar
lalu diikuti oleh para kebanyakan berstempelkan awam
yang begitu gampang dibungkam
oleh suguhan cetusan membuai mengayunÂ
dalam alunan simponi merdu mendayu syahdu
namun serba kelabu, sarat tipu-tipu
berujung layu membisu, tak kuasa menyanggah
meski hanya kata sepatah di ranah sendiriÂ
yang seharusnya merdeka di bawah kedaulatan Tuhan
gaung pandemi bernotasi 19 pun menyeruak
mendunia meluluhlantakkan nasib tiap bangsa
meski telah berkesempatan sebagai bangsa merdeka
yang diberkati, dirahmati Sang Maha Kuasa
seperti yang tertoreh dan terpatri dalam deklarasi
pun diakui di sepenjuru bumi
kini ganti harus diakui pula jadi mati suri
oleh hasutan iblis berwujud gerombolan manusia
mengkerdilkan, merendahkan segala titah-Nya
yang seharusnya diejawantahkan
di setiap relung hidup dan kehidupanÂ
budaya dan peradaban manusia
sekali lagi, kunyatakan di sini
di puisi ini, bahwa pandemi dengan notasi 19
adalah delusi yang tak perlu dituruti
bila kita masih memiliki jati diri
sebagai hamba Ilahi, pejuang penegak tatanan seimbang
dalam realitas hidup yang jelas berorientasi kembali kepada Sang Ilahi ...
Kota Malang, Februari  yang dihiasi oleh maunya Ilahi - bukan maunya iblis, tahun 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H