Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebudayaan dan Peradaban, Kajian Kontemporer

23 Desember 2018   02:54 Diperbarui: 23 Desember 2018   12:18 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebudayaan (culture)adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Oleh karenanya, kebudayaan selalu bertalian erat dengan kondisi sosial masyarakat beserta alam pikirannya atau pola berpikir masyarakat. 

Kebudayaan yang mewujud di permukaan masyarakat manusia itulah, sebenarnya yang lebih dikenal sebagai peradaban (civilization). Acapkali istilah peradaban tersebut dipahami sebagai budaya yang lebih besar dan lebih maju, berbeda dengan budaya yang lebih kecil, yang konon primitif...

Secara etimologis, kata kebudayaan itu berasal dari kata : budaya yang mengalami proses afiksasi : ke - an, sehingga menjadi kebudayaan. Kata budaya itu sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yakni dari kata buddh(i) yang dalam bentuk jamak adalah buddhayah yang bermakna : akal pikiran/pola berpikir/alam pikiran. Dengan demikian, maka kata kebudayaan mengandung makna : hal ihwal tentang budaya atau hal ihwal tentang kondisi alam pikiran. 

Kondisi alam pikiran siapa? Sudah barang tentu adalah kondisi alam pikiran masyarakat manusia. Oleh karenanya, kata budaya ataupun kebudayaan selalu berhubungan erat dengan kata masyarakat (social, society). 

Sehingga pada gilirannya, berbicara tentang kebudayaan adalah selalu menyangkut tentang kondisi sosial masyarakat beserta alam pikirannya. Dan, kondisi sosial masyarakat dimaksud, yang tampak di permukaan menempati satu ruang dan waktunya, itulah peradaban. 

Kebudayaan dan peradaban apabila diumpamakan atau dianalogikan, adalah seperti halnya sebuah rambu-rambu lalu lintas. Rambu-rambu lalu lintas yang kita temui di jalan itulah dapat kita jadikan sebagai analogi tentang kebudayaan dan peradaban. 

Begitu kita menyaksikan sebuah rambu lalu lintas bergambar huruf P bergaris miring (/) merah dalam lingkaran warna hitam misalnya, maka rambu tersebut mengisyaratkan makna : Dilarang parkir di radius tertancapnya tanda rambu tersebut. Rambu lalu lintas itulah sebagai peradaban, isyarat maknanya adalah kebudayaan.

Penjelasan terhadap makna kata kebudayaan dan peradaban di kalangan akademis, lebih cenderung retoris dari pada menuju pemaknaan yang objektif ke dalam sebuah pengertian. Sebab, kalangan akademis memberikan penjelasan tentang pengertian kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia yang dijadikan milik dengan belajar. 

Sambil meretorika istilah kata tradisi (tradition) dan kebiasaan (habits) menjadi berputar-putar menghasilkan skripsi, tesis, disertasi dan entah apalagi istilahnya, yang selanjutnya berstempelkan gelar keilmuan...

Padahal, bicara ilmu tentunya berkaitan erat dengan upaya memberikan kontribusi dan makna hidup yang sebenar-benarnya hidup terhadap kehidupan manusia dengan segala aspek terlingkup di dalamnya, menurut siapa yang telah menjadikan kehidupan. Dengan kata lain, ilmu digali, dikaji, didalami, bahkan dikembangkan, adalah dalam rangka pengabdian demi kesejahteraan manusia. Lebih-lebih terhadap manusia di lingkungan sekitarnya, yang dibatasi oleh sebuah ruang dan waktu.

Namun, realitas fakta lebih menunjukkan betapa ilmu yang digodog dan digoreng di ranah akademis, di gedung perguruan menara gading oleh para akademisi dan para calon cerdik pandai, khususnya di negeri kita ini, belum memberikan kontribusi dan arti kehidupan dalam hal mensejahterakan manusia. Belum mampu menjawab tantangan zaman (challenge and response) menuju kehidupan sosial masyarakat yang saling kasih sayang dan saling memakmurkan antar sesama sebagai bentuk kehidupan harmonis.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah memasuki era ultra modern, justru lebih mengarahkan manusia ke dalam kancah persaingan dan penghisapan antar sesama, guna mendapatkan predikat sebagai yang terkuat atau yang terbaik, secara individu maupun kolektif. Sehingga, konstruksi sosial budaya manusia lebih menampakkan satu model konstruksi sosial budaya piramida yang selalu melahirkan korban manusia yang tak berdaya.

Lantas, dalam kerangka dan demi apakah riset/penelitian yang konon adalah untuk kedalaman pemahaman/penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, apabila nyatanya tidak mengarah kepada pemecahan problematika sosial budaya manusia ke arah sejahtera? Justru yang terjadi adalah sebaliknya, yakni sebuah kehidupan sosial budaya manusia yang dari hari ke hari kian menjadi carut marut... 

Harmonisasi kehidupan sosial budaya, yakni sebuah pancaran hidup yang menggambarkan hidup saling kasih sayang dan saling memakmurkan, masih dalam batas impian dan angan-angan. Sekalipun budaya adiluhung begitu diagungkan sebagai kekayaan immateri yang kita miliki. Namun, tak seindah dari yang dituturkan dalam praktik kehidupan nyata. Kekacauan, kemiskinan, kebodohan dan ketimpangan sosial bolehlah dikata terus menganga.

 Sebab, setan idealisme serta setan naturalisme masih mencengkeram budaya dan peradaban, tak terkcuali di negeri kita. Dunia, masih dan masih dalam kungkungan cengkeraman setan-setan dalam wujud beraneka rupa. Bahkan, agama pun hanya sebagai mainan ayunan dan dagangan. Sebenarnya, peran apakah  yang ditampilkan oleh para cerdik pandai atas tugas dan kewajibannya dalam menata bangunan sosial kehidupan ini? Apakah hanya sekedar menyandang gelar, kedudukan, kekuasaan dan kehormatan belaka, yang hanya berputar-putar dalam ucap kata belaka? Sementara, hidup nista terus didera oleh lainnya...

(Kuliah terbuka dari Kota Malang di penghujung tahun 2018)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun