Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebudayaan dan Peradaban, Kajian Kontemporer

23 Desember 2018   02:54 Diperbarui: 23 Desember 2018   12:18 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah memasuki era ultra modern, justru lebih mengarahkan manusia ke dalam kancah persaingan dan penghisapan antar sesama, guna mendapatkan predikat sebagai yang terkuat atau yang terbaik, secara individu maupun kolektif. Sehingga, konstruksi sosial budaya manusia lebih menampakkan satu model konstruksi sosial budaya piramida yang selalu melahirkan korban manusia yang tak berdaya.

Lantas, dalam kerangka dan demi apakah riset/penelitian yang konon adalah untuk kedalaman pemahaman/penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, apabila nyatanya tidak mengarah kepada pemecahan problematika sosial budaya manusia ke arah sejahtera? Justru yang terjadi adalah sebaliknya, yakni sebuah kehidupan sosial budaya manusia yang dari hari ke hari kian menjadi carut marut... 

Harmonisasi kehidupan sosial budaya, yakni sebuah pancaran hidup yang menggambarkan hidup saling kasih sayang dan saling memakmurkan, masih dalam batas impian dan angan-angan. Sekalipun budaya adiluhung begitu diagungkan sebagai kekayaan immateri yang kita miliki. Namun, tak seindah dari yang dituturkan dalam praktik kehidupan nyata. Kekacauan, kemiskinan, kebodohan dan ketimpangan sosial bolehlah dikata terus menganga.

 Sebab, setan idealisme serta setan naturalisme masih mencengkeram budaya dan peradaban, tak terkcuali di negeri kita. Dunia, masih dan masih dalam kungkungan cengkeraman setan-setan dalam wujud beraneka rupa. Bahkan, agama pun hanya sebagai mainan ayunan dan dagangan. Sebenarnya, peran apakah  yang ditampilkan oleh para cerdik pandai atas tugas dan kewajibannya dalam menata bangunan sosial kehidupan ini? Apakah hanya sekedar menyandang gelar, kedudukan, kekuasaan dan kehormatan belaka, yang hanya berputar-putar dalam ucap kata belaka? Sementara, hidup nista terus didera oleh lainnya...

(Kuliah terbuka dari Kota Malang di penghujung tahun 2018)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun