Radiologi merupakan salah satu bidang ilmu kesehatan dan pengetahuan yang membahas terkait radiasi yang dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu gambaran struktur organ internal tubuh manusia dengan minim invasif. Radiologi memiliki peran penting dalam mendiagnosis dan menangani berbagai kondisi medis dengan menggunakan beberapa modalitas yang dimiliki oleh instalasi radiologi. Modalitas yang dimaksud adalah X-Ray Konvensional, CT-Scan, MRI, USG, Kedokteran Nuklir, Radioterapi, Fluoroskopi, dan lain sebagainya. Â Semua modalitas tersebut pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri yang digunakan tergantung dari klinis yang diminta.
Hepatomegali merupakan salah satu kondisi medis dimana hati mengalami pembesaran melebihi kondisi normalnya. Kondisi tersebut disebabkan oleh berbagai penyebab, seperti infeksi virus, gangguan metabolisme, dan penggunaan obat-obatan tertentu. Gejala yang muncul tergantung pada penyebabnya, namun umumnya termasuk perut membesar, nyeri perut, dan warna kulit yang tidak normal.
Hepatomegali dapat didiagnosis menggunakan beberapa modalitas penunjang seperti USG (ultrasound), MRI, CT-scan maupun kedokteran nuklir. Pengobatan hepatomegali tergantung pada penyebabnya dan dapat meliputi penggunaan antivirus, kemoterapi, radioterapi, atau operasi, serta perubahan gaya hidup seperti menghentikan konsumsi minuman beralkohol dan mengonsumsi makanan sehat.
Sesuai dengan uraian di atas, hepatomegali dapat dievaluasi menggunakan berbagai  modalitas yang ada pada radiologi, yaitu CT-Scan, USG, MRI, dan Kedokteran Nuklir. Berikut merupakan penjabaran dari masing-masing modalitas.
USG (Ultrasonografi)
Teknik USG untuk indikasi hepatomegali menggunakan jenis transducer curved array. Parameter scanning yang digunakan, seperti depth, gain, dan Time Gain Compensation (TGC) dapat disesuaikan tiap pasien. Pasien diposisikan supine dengan tubuh dimiringkan 45 ke arah kiri dengan arah menjauhi sonografer sehingga bagian hepar berada dekat dengan sonografer. Baju pasien disisingkan sehingga permukaan kulit tampak hingga xhipisternum.
Pemeriksaan dilakukan untuk mengambil dua view USG hepar. View pertama diambil dengan orientasi longitudinal, yaitu transducer mengarah memanjang searah midline bidang yang sejajar dengan xhipisternum pasien. Orientasi ini akan menghasilkan citra USG dari lobus kiri hepar. kemudian view kedua menggunakan orientasi longitudinal yaitu transducer memanjang pada bidang yang sejajar dengan mid-clavicular line. Orientasi ini akan menghasilkan citra USG dari lobus kanan hepar. Kedua view tersebut diambil ketika pasien inspirasi. Pengukuran dilakukan tiga kali menggunakan tools kaliper yang ada di mesin USG. Pengukuran pertama (A) dilakukan menggunakan citra lobus kiri untuk mengukur diameter maksimum hepar dari anterior ke posterior. Pengukuran kedua (B) menggunakan citra lobus kanan untuk mengukur diameter dome ke ujung liver lobus kanan. Kemudian pengukuran ketiga (C) menggunakan citra lobus kanan juga untuk mengukur diameter maksimum hepar dari anterior ke posterior.
Dari ketiga pengukuran tersebut dapat menentukan volume hepar dengan persamaan: volume hepar (cm3) = 343.71 + [0.84 ABC]. Referensi rata-rata volume normal hepar adalah 1.062--2.223 cm3. USG hepar menjadi rujukan pertama setelah indikasi klinis hepatomegali karena murah, cepat, non-invasif, dan aman dari radiasi pengion. USG dapat dengan mudah memvisualisasikan dan mengukur hepar, namun pengukuran tersebut adalah pengukuran linier, tidak langsung menampilkan volume hepar. Selain itu, kekurangan dari pengukuran hepatomegali dengan USG adalah kurangnya literatur untuk metode pengukuran hepar dan nilai batas ukuran normal dari hepar.
CT-Scan (Computerized Tomography Scan)