Mohon tunggu...
Dyah Kirana
Dyah Kirana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan di Universitas Jember

Halo! Aku Dyah Kirana mahasiswi tahun keempat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UNEJ. Tertarik di bidang moneter, keuangan, perbankan, dan pasar modal. Platform ini akan aku gunakan sebagai penyampaian opini yang berkaitan dengan isu-isu terbaru khususnya di Indonesia. So, for those of you who want to discuss about everything what I wrote here, I appreciate it because it's for better me in the future!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Kebijakan Makroprudensial di Era dan Pasca Pandemi COVID-19

17 November 2024   18:46 Diperbarui: 17 November 2024   18:48 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jember, 17 November 2024 - Pandemi COVID-19 yang melanda dunia sejak awal tahun 2020 sangat berdampak pada perekonomian global. Krisis ini tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga mengguncang stabilitas sistem keuangan dan perekonomian di berbagai negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang menghadapi tantangan berat dalam menjaga keseimbangan antara melindungi kesehatan masyarakat atau mendukung pemulihan ekonomi nasional. Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi krisis yang disebabkan oleh Pandemi COVID-19, salah satunya adalah kebijakan makroprudensial. Kebijakan ini memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas sektor keuangan yang sangat vital untuk keberlangsungan ekonomi nasional.

Kebijakan makroprudensial mengacu pada serangkaian kebijakan yang dirancang untuk memastikan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan dan bukan hanya pada stabilitas individu lembaga keuangan. Fokus utamanya adalah untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan sistemik yang dapat menimbulkan krisis finansial. Kebijakan ini mencakup pengaturan terhadap risiko-risiko yang bisa mengancam kestabilan sektor keuangan, seperti risiko likuiditas, risiko kredit, dan risiko pasar.

Tujuan dari kebijakan makroprudensial adalah untuk mengurangi risiko sistemik yang dapat membahayakan stabilitas ekonomi. Kebijakan ini menjadi sangat penting terutama saat terjadi gejolak ekonomi global seperti yang terlihat pada masa pandemi COVID-19. Dengan meningkatkan ketahanan sektor keuangan, kebijakan makroprudensial dapat meminimalkan dampak negatif terhadap perekonomian termasuk penurunan tajam dalam aktivitas ekonomi, lonjakan pengangguran, dan kerugian besar bagi lembaga-lembaga keuangan.

Pandemi COVID-19 membawa dampak yang luar biasa terhadap sektor keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Krisis likuiditas, penurunan nilai aset, serta peningkatan ketidakpastian ekonomi memicu gelombang volatilitas yang tinggi di pasar keuangan global. Di Indonesia, sektor perbankan menghadapi peningkatan kredit macet akibat dampak ekonomi yang meluas terutama di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sektor UMKM menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap krisis likuiditas sebab berdampak pada ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada lembaga perbankan. Sebagai akibatnya, perbankan terpaksa menghadapi lonjakan kredit macet (Non-Performing Loan/NPL) yang mulai meningkat pada tahun 2020 dan 2021. Berdasarkan data OJK (2020), rasio NPL untuk sektor UMKM mengalami kenaikan yang cukup tajam sebesar 30 bps menjadi 4,21 persen pada Juli 2020. Hal ini mencerminkan kesulitan yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil dan menengah dalam mempertahankan kelangsungan bisnis mereka selama pandemi.

Selain itu, penurunan daya beli masyarakat dan perusahaan yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya membuat sektor keuangan terancam menghadapi risiko solvabilitas. Dalam situasi seperti ini, kebijakan makroprudensial berperan sebagai penyangga untuk mengurangi dampak krisis dengan memperkenalkan kebijakan yang mengutamakan ketahanan sistemik.

Untuk mengatasi masalah tersebut pada masa pandemi COVID-19, kebijakan makroprudensial di Indonesia dilonggarkan untuk memberi ruang bagi lembaga keuangan agar dapat bertahan dan mendukung pemulihan ekonomi. Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan berbagai kebijakan untuk memperlonggar persyaratan likuiditas dan meningkatkan kapasitas kredit sektor perbankan.

Salah satu kebijakan yang diterapkan adalah pelonggaran rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio atau CAR) bagi bank-bank komersial. Dengan adanya pelonggaran ini, diharapkan bank-bank dapat lebih leluasa untuk memberikan pinjaman tanpa harus khawatir melanggar batasan modal minimum yang ditetapkan. Selain itu, Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga acuan untuk mendorong likuiditas dan mendukung pemulihan ekonomi.

Tidak hanya itu, pemerintah melalui OJK memberikan kelonggaran kepada lembaga keuangan dalam hal restrukturisasi kredit bagi debitur yang terdampak pandemi. Kebijakan ini bertujuan untuk membantu sektor usaha agar dapat bertahan selama masa krisis, sekaligus menghindari gelombang besar kredit macet yang dapat memperburuk kondisi sektor keuangan.

Kebijakan makroprudensial lainnya termasuk pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik pinjaman berisiko tinggi dan penguatan transparansi dalam sektor perbankan dan pasar modal dengan tujuan untuk mengurangi potensi gelembung aset yang bisa muncul akibat ketidakpastian pasar dan intervensi kebijakan yang mungkin tidak terkoordinasi dengan baik.

Pelonggaran kebijakan makroprudensial memang bermanfaat dalam mendorong pemulihan sektor-sektor yang terdampak, namun, di sisi lain hal tersebut dapat memperbesar risiko di sektor perbankan itu sendiri. Salah satu dampak yang perlu diwaspadai adalah peningkatan risiko kredit bermasalah yang lebih besar yang dapat mempengaruhi kesehatan keuangan bank-bank itu sendiri. Sebab, peningkatan kredit macet dapat menggerus rasio kecukupan modal (CAR) bank, sehingga membuat sektor perbankan rentan terhadap potensi krisis likuiditas.

Oleh karena itu, meskipun kebijakan restrukturisasi dan pelonggaran pinjaman penting, kebijakan makroprudensial juga harus tetap menjaga keseimbangan antara mendukung sektor yang terdampak atau memastikan bahwa bank-bank tetap memiliki modal yang cukup untuk menjaga kestabilan sistem keuangan. Dalam hal ini, kebijakan-kebijakan yang bersifat "mencegah" lebih dibutuhkan seperti pengawasan yang lebih ketat terhadap kualitas aset dan penyusunan skenario stres untuk mengantisipasi kemungkinan lonjakan NPL yang lebih besar.

Meskipun pandemi COVID-19 sudah mulai mereda, dampak ekonominya masih terasa di banyak sektor kehidupan. Untuk itu, peran kebijakan makroprudensial pada pasca-pandemi menjadi sangat penting untuk memastikan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan sehingga memerlukan upaya untuk menyeimbangkan antara mendorong pertumbuhan atau menjaga stabilitas sistem keuangan.

Kebijakan makroprudensial memiliki peran yang sangat strategis dalam menghadapi krisis global seperti pandemi COVID-19 dan memastikan ketahanan sektor keuangan baik di era maupun pasca-pandemi COVID-19. Di tengah ketidakpastian yang ditimbulkan oleh pandemi, kebijakan ini dapat menjadi alat yang efektif untuk melindungi sistem keuangan dari gejolak eksternal dan menjaga kestabilan ekonomi nasional.

Ke depan, kebijakan makroprudensial harus terus beradaptasi dengan dinamika ekonomi global dan domestik. Pemerintah dan otoritas keuangan perlu memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya bersifat responsif terhadap krisis, tetapi juga dapat mendukung pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan demikian, kebijakan makroprudensial akan tetap menjadi pilar penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sektor keuangan di Indonesia dan di seluruh dunia, baik selama masa pandemi maupun setelahnya.

Sumber gambar: detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun