Mohon tunggu...
Dyah Kirana
Dyah Kirana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan di Universitas Jember

Halo! Aku Dyah Kirana mahasiswi tahun keempat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UNEJ. Tertarik di bidang moneter, keuangan, perbankan, dan pasar modal. Platform ini akan aku gunakan sebagai penyampaian opini yang berkaitan dengan isu-isu terbaru khususnya di Indonesia. So, for those of you who want to discuss about everything what I wrote here, I appreciate it because it's for better me in the future!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Loan-to-Value: Kebijakan Pengendalian Kredit Properti di Indonesia

17 November 2024   17:02 Diperbarui: 17 November 2024   17:06 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jember, 17 November 2024 -Pasar properti di Indonesia terus berkembang pesat dewasa ini, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Sektor properti tidak hanya menjadi indikator penting bagi pertumbuhan ekonomi tetapi juga menjadi sumber spekulasi. Salah satu instrumen yang digunakan untuk menjaga kestabilan sektor ini adalah kebijakan Loan-to-Value (LTV). Kebijakan ini telah diterapkan oleh Bank Indonesia (BI) sejak beberapa tahun terakhir dan bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan kredit properti yang tidak terkendali dan mencegah munculnya gelembung aset. Namun, apakah kebijakan LTV ini efektif dalam mengendalikan kredit properti di Indonesia?

Loan-to-Value (LTV) adalah rasio antara jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank dan nilai properti yang dijadikan jaminan. Secara sederhana, kebijakan ini membatasi seberapa besar proporsi kredit yang dapat diberikan dibandingkan dengan nilai properti yang dibeli atau dibiayai. Misalnya, jika seorang pembeli properti ingin membeli rumah senilai Rp1 miliar dan bank menerapkan kebijakan LTV sebesar 80%, maka bank hanya akan memberikan pinjaman sebesar Rp800 juta dan sisanya harus dibayar oleh pembeli melalui uang muka (down payment).

Penerapan LTV bertujuan untuk membatasi rasio utang terhadap nilai properti sehingga meminimalkan risiko kredit macet dan spekulasi berlebihan di pasar properti. Dengan kebijakan LTV, bank juga dapat memastikan bahwa nasabah memiliki komitmen finansial yang cukup untuk membeli properti dan tidak terjebak dalam utang yang berlebihan.

Kebijakan LTV pertama kali diterbitkan oleh Bank Indonesia pada 2012 untuk mengatasi masalah pertumbuhan kredit properti yang sangat cepat, terutama pada sektor perumahan. Dalam beberapa tahun terakhir, sektor properti Indonesia mengalami pembengkakan harga dan membuka ruang bagi praktik spekulasi di mana pembeli membeli properti bukan untuk dihuni, tetapi untuk dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan di pasar yang dapat menyebabkan risiko gelembung aset.

Dengan menerapkan kebijakan LTV, Bank Indonesia berusaha untuk menstabilkan pasar properti dengan mengurangi potensi risiko kredit macet. Pembatasan LTV bertujuan untuk memastikan bahwa pembeli properti memiliki kemampuan finansial yang lebih baik dan tidak terbebani oleh utang yang lebih besar dari nilai properti yang dimiliki. Sebagai contoh, jika pembeli hanya mampu membayar uang muka sebesar 20 persen maka akan lebih berhati-hati dalam menentukan apakah properti yang dibeli memang bernilai sesuai dengan kemampuanpembeli . Hal ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pembelian properti secara spekulatif.

Meskipun kebijakan LTV memiliki tujuan yang baik yaitu untuk mengendalikan pertumbuhan kredit properti yang tidak terkendali dan mengurangi risiko spekulasi, namun efektivitas kebijakan ini di Indonesia masih menjadi perdebatan. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengevaluasi keberhasilan kebijakan ini.

Pengaruh terhadap Akses Pembiayaan Properti

Meskipun LTV bertujuan untuk mengurangi risiko utang yang berlebihan, kebijakan ini juga dapat membuat masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah kesulitan untuk membeli rumah karena pembatasan rasio pinjaman dapat menghambat akses masyarakat terhadap pembiayaan properti. Dalam situasi di mana harga properti terus meningkat maka uang muka yang tinggi dapat menjadi hambatan besar bagi banyak calon pembeli rumah.

Hal ini berisiko memperburuk masalah ketimpangan sosial karena hanya kelompok tertentu yang mampu membeli properti sementara sebagian besar masyarakat terhalang oleh harga properti yang tinggi dan kebutuhan uang muka yang besar. Sehingga kebijakan LTV seharusnya lebih fleksibel khususnya untuk program perumahan yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Dampak pada Pembelian Properti untuk Investasi

Kebijakan LTV dapat berdampak pada pembeli yang membeli properti untuk tujuan investasi. Dengan pembatasan LTV, pembeli mungkin perlu menyediakan lebih banyak dana secara tunai untuk membeli properti. Hal ini dapat memperlambat motif spekulasi properti. Di sisi lain, hal tersebut dapat mengurangi daya tarik properti sebagai instrumen investasi. 

Namun, meskipun kebijakan LTV dapat menurunkan volume spekulasi, dampaknya terhadap harga properti secara keseluruhan masih belum dapat diprediksi secara pasti. Ada kemungkinan bahwa pembeli kaya dan investor properti yang mampu menyediakan uang muka lebih besar tetap akan berinvestasi di pasar properti meskipun ada kebijakan pembatasan LTV.

Pengaruh terhadap Sektor Perbankan

Kebijakan LTV juga memengaruhi sektor perbankan karena adanya kebijakan ini, bank-bank menghadapi kemungkinan penurunan permintaan kredit properti jika konsumen merasa kesulitan untuk memenuhi ketentuan uang muka yang lebih tinggi. Hal ini dapat berdampak pada penerbitan kredit perumahan dan mengurangi pertumbuhan sektor perbankan dalam jangka pendek. Namun, di sisi lain, kebijakan ini mengurangi risiko kredit macet yang bisa terjadi jika harga properti tiba-tiba mengalami penurunan atau jika perekonomian melemah.

Tantangan Pasar Properti yang Terus Berubah

Namun, pasar properti Indonesia bukanlah pasar yang statis sebab harga properti terus mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti nilai tukar, inflasi, dan kebijakan pemerintah terkait dengan pajak dan subsidi properti. Oleh karena itu, meskipun kebijakan LTV dapat mengurangi pembelian properti spekulatif dan mendorong pembelian yang lebih rasional, penyesuaian kebijakan ini harus terus dilakukan berdasarkan dengan kondisi pasar yang terus berubah.

Selain itu, kebijakan LTV juga perlu didukung oleh kebijakan pembangunan perumahan yang lebih luas, seperti akses terhadap rumah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program perumahan yang terjangkau dan subsidi bagi pembeli rumah pertama kali dapat membantu memastikan bahwa kebijakan LTV tidak menghambat masyarakat yang benar-benar membutuhkan rumah.

Kebijakan Loan-to-Value (LTV) merupakan salah satu instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk mengendalikan kredit properti dan menjaga stabilitas sektor properti di Indonesia. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi risiko utang yang berlebihan dan mencegah spekulasi properti yang dapat membahayakan perekonomian. Meskipun kebijakan ini memiliki beberapa keuntungan seperti mengurangi risiko kredit macet dan memperlambat spekulasi properti namun kebijakan LTV juga menghadapi tantangan terutama dalam hal akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan ini, perlu ada kebijakan pendukung lainnya yang dapat memastikan bahwa pembelian properti tetap terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah seperti program subsidi perumahan atau kemudahan dalam memperoleh fasilitas pembiayaan bagi pembeli rumah pertama. Kebijakan LTV harus tetap fleksibel dan responsif terhadap perubahan pasar properti dan kebutuhan masyarakat agar dapat benar-benar memberikan dampak positif bagi stabilitas ekonomi Indonesia.

Sumber gambar: Corporate Finance Institute

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun