Mohon tunggu...
Dyah Kirana
Dyah Kirana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan di Universitas Jember

Halo! Aku Dyah Kirana mahasiswi tahun keempat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UNEJ. Tertarik di bidang moneter, keuangan, perbankan, dan pasar modal. Platform ini akan aku gunakan sebagai penyampaian opini yang berkaitan dengan isu-isu terbaru khususnya di Indonesia. So, for those of you who want to discuss about everything what I wrote here, I appreciate it because it's for better me in the future!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Benarkah Implementasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia Berprinsip Taylor Rule?

17 November 2024   15:29 Diperbarui: 17 November 2024   16:01 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: merdeka.com

Jember, 17 November 2024 - Kebijakan moneter memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Bank Indonesia telah menetapkan inflasi sebagai salah satu sasaran utama dalam kebijakan moneternya yaitu dengan target inflasi sekitar 2,51 persen pada tahun 2024. Angka ini mencerminkan tujuan BI untuk menjaga inflasi pada level yang stabil sehingga perekonomian Indonesia tetap berada dalam jalur yang sehat. Inflasi yang terjaga pada tingkat yang moderat dan stabil sangat penting karena inflasi yang tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat, pun sebaliknya bahwa inflasi yang terlalu rendah juga dapat menandakan lemahnya permintaan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, menjaga inflasi dalam kisaran yang stabil bukan hanya penting untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi juga untuk kestabilan makroekonomi secara keseluruhan. 

Dalam kerangka kebijakan moneternya, Bank Indonesia berusaha untuk menjaga suku bunga agar sesuai dengan kondisi inflasi yang terkini dengan mempertimbangkan ekspektasi inflasi ke depan. Misalnya, jika inflasi diperkirakan akan meningkat dalam waktu dekat, maka BI dapat menaikkan suku bunga untuk mengurangi tekanan inflasi. Sebaliknya, jika inflasi berada di bawah target atau jika ada ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi, maka BI dapat menurunkan suku bunga untuk mendukung permintaan domestik dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, meskipun inflasi adalah fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia, apakah kebijakan suku bunga yang diambil selama ini benar-benar berlandaskan pada prinsip-prinsip Taylor Rule? 

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter negara bertanggung jawab untuk mengendalikan inflasi, memelihara stabilitas nilai tukar, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui kebijakan suku bunga. Salah satu pedoman yang digunakan oleh banyak bank sentral di seluruh dunia dalam menetapkan kebijakan suku bunga adalah Taylor Rule yang dirumuskan oleh ekonom John B. Taylor pada tahun 1993. 

Prinsip dasar dari aturan ini adalah menetapkan suku bunga nominal yang optimal berdasarkan inflasi aktual dan output gap. Menurut Kementerian Keuangan (2014), output gap merupakan perbedaan antara PDB aktual dan PDB potensial. Taylor Rule memberikan pedoman yang jelas bagi bank sentral dalam menetapkan tingkat suku bunga nominal yang ideal. Aturan ini menyatakan bahwa suku bunga sebaiknya dinaikkan jika inflasi lebih tinggi dari target atau jika output ekonomi berada di atas potensinya. Sebaliknya, suku bunga bisa diturunkan jika inflasi lebih rendah dari target atau output ekonomi berada di bawah potensinya.

Inflasi sebagai Fokus Utama 

Salah satu elemen utama dalam Taylor Rule adalah penyesuaian suku bunga berdasarkan perbedaan antara inflasi aktual dan inflasi target. Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki target inflasi yang jelas namun tidak selalu ada korelasi langsung antara perubahan inflasi dan keputusan suku bunga yang diambil. Meskipun Bank Indonesia cenderung menaikkan suku bunga jika inflasi melebihi target. 

Selain itu, Bank Indonesia seringkali mempertimbangkan faktor eksternal seperti fluktuasi harga komoditas global, kebijakan negara maju seperti Amerika Serikat, dan tekanan nilai tukar di mana ketiganya dapat mempengaruhi inflasi domestik. Ini menunjukkan bahwa meskipun Taylor Rule mengutamakan inflasi sebagai variabel utama, kebijakan BI seringkali lebih kompleks dan tidak semata-mata mengikuti rumus yang kaku.

Output Gap: Tantangan Pengukuran di Indonesia

Dalam Taylor Rule, output gap adalah variabel penting dalam menentukan kebijakan suku bunga. Namun di Indonesia, pengukuran PDB potensial secara akurat bukanlah hal yang mudah karena ketidaksempurnaan data dan adanya pengaruh dari sisi eksternal. PDB potensial adalah tingkat output ekonomi yang bisa dicapai tanpa menimbulkan tekanan inflasi. 

Sementara itu dalam praktiknya, Bank Indonesia cenderung mengambil keputusan kebijakan berdasarkan indikator makroekonomi lainnya seperti tingkat pertumbuhan ekonomi, fluktuasi nilai tukar, dan ekspektasi inflasi. Dengan demikian, meskipun Taylor Rule memberikan panduan yang jelas, penerapannya di Indonesia cenderung lebih fleksibel dan mempertimbangkan banyak faktor selain inflasi dan output gap.

Fleksibilitas Kebijakan Moneter Bank Indonesia

Salah satu alasan mengapa kebijakan suku bunga Bank Indonesia mungkin tidak sepenuhnya berlandaskan pada Taylor Rule adalah fleksibilitas kebijakan moneter yang diperlukan dalam menghadapi berbagai dinamika ekonomi. Ketika terjadi krisis ekonomi atau ketidakpastian global, BI sering kali merespons dengan cepat dan mungkin tidak selalu mengikuti rumus yang ditentukan oleh Taylor Rule. Misalnya selama pandemi COVID-19, Bank Indonesia menurunkan suku bunga untuk merangsang permintaan dan mendukung pemulihan ekonomi meskipun inflasi pada waktu itu relatif terkendali.

Selain itu, nilai tukar rupiah yang berfluktuasi juga menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan BI dalam kebijakan moneter. Ketika nilai tukar rupiah melemah akan mengakibatkan harga barang impor menjadi lebih mahal sehingga dapat meningkatkan inflasi domestik. Meskipun hal ini tidak tercermin dalam rumus Taylor Rule, BI perlu untuk menyesuaikan suku bunga guna menstabilkan nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi yang diakibatkan oleh harga impor yang lebih mahal.

Meskipun kebijakan moneter Bank Indonesia tidak sepenuhnya mengikuti prinsip Taylor Rule, namun dapat dikatakan bahwa prinsip dasar Taylor Rule masih memberikan pengaruh terhadap kebijakan suku bunga yang diambil oleh Bank Indonesia. Di satu sisi, Bank Indonesia memang cenderung menyesuaikan suku bunga untuk mengendalikan inflasi dan merespons kondisi ekonomi yang lebih luas dan sejalan dengan prinsip Taylor Rule. Namun, Bank Indonesia juga mengakui bahwa kebijakan moneter yang efektif harus bersifat fleksibel dan responsif terhadap berbagai faktor eksternal dan internal yang memengaruhi ekonomi Indonesia.

Secara keseluruhan, meskipun Bank Indonesia tidak sepenuhnya mengimplementasikan Taylor Rule, namun prinsip-prinsip dasar dari aturan ini tetap menjadi panduan yang penting dalam merancang kebijakan moneter. BI menggunakan inflasi dan output gap sebagai acuan tetapi juga menyesuaikan kebijakan berdasarkan kondisi ekonomi domestik dan global yang terus mengalami perubahan. Dengan demikian, meskipun keputusan suku bunga tidak selalu mengikuti prinsip Taylor Rule secara langsung, namun penerapannya dalam kebijakan yang diambil oleh BI tetap memberikan arah yang jelas untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.

Sumber gambar: merdeka.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun