"Kalian saling bertemu dimana??"
Aku melirik wajah May sekilas. Sepertinya dia terlihat heran dengan nadaku yang menyebutkan soal Mei-mei. Apa ini karena gosip angin yang sudah beredar luas itu?
    **
Aku tak tahu dengan pasti bagaimana sikap May dan Mei-mei sebagai saudara kembar. Aku heran, saat berangkat atau pulang sekolah, May dijemput dengan sedan hitam mewah setiap hari. Dan saat keluar mobil, hanya May saja yang turun. Mei-mei tak pernah diajak. Aku kasihan melihatnya. Ia seperti di anak-tirikan. Saat istirahat Mei-mei menyendiri dari temannya yang lain. Sejahat itukah May yang tak mau menemani Mei-mei?
Pandanganku terpaku lama pada seorang gadis bergaun putih dan berambut panjang yang sedang duduk di bangku taman. Ia sendiri tanpa seseorang yang menemani. Tanganya sibuk menulis di buku kecil. Aku belum berpindah tempat. Ingin sekali ku temui dia saat itu juga. Pandangan kami saling beradu dari kejauhan. Ia tersenyum semanis mungkin yang tak bisa aku tolak. Senyuman yang menggodaku untuk mendekati dan menemani waktu sorenya di taman.
"Don!!!" panggilan keras itu menggagalkan niatku. Itu suara May yang mencegahku menemui Mei-mei. Â Saat ku lihat lagi, bangku di taman sudah tak ada orang. Sepi senyap.
    **
Sepertinya May memang menyukaiku. Namun aku tak suka dengannya. Cara dia menjauhkanku dengan Mei-mei.
May langsung terisak saat aku menyinggung nama Mei-mei, dan ingin sekali bertemu dengannya. Aku bingung karena tetesan air mata May yang deras. Aku diajak ke suatu tempat luas yang sangat sepi. Aku paham. Ini tempat apa. Ini sebuah makam.
"Mei-mei hanya tinggal kenangan, Don." isak May. Aku benar-benar heran dan tak mengerti apa yang teah terjadi selama ini, denganku. May memberiku sebuah buku harian kecil. Itu buku yang aku lihat dibawa Mei-mei kemarin. Ya, benar.
Lembar demi lembar ku buka. Kuserapi mendalam tulisan dan sajak puitis yang ditulis disana.