Kaira putri, adalah seorang anak sederhana yang berkerja sebagai guru bahasa inggris paruh waktu. Ia juga seorang mahasiswi di jurusan kedokteran, Bukan hal yang mudah baginya untuk memenuhi segala kebutuhannya dengan kondisi ekonomi yang sederhana membuatnya bekerja di tempat lain dengan bekal kemampuan bahasa asingnya.
"Mbak, hari ini tolong ngelesi anak di kompleks Alamanda 2 apakah bisa?" ucap ibu naya selaku orang yang mempunyai bimbel tempat kaira bekerja
"Baik ibu" ucapku dengan senang
 Pasalnya ini adalah hari terahir dibulan september, sehingga gajinya akan segera turun akan aku gunakan untuk biaya kehidupanndan menyisakan sedikit uangku untuk di tabung.
"Aku fikir ini cukup untuk aku berikan kepada ibu untuk uang belanja"Â batinku semabari tersenyum
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, jam menunjukan pukul 20.00 wib sehingga aku bergegas pulang sesuai pekerjaannya mengejar. Sampai rumah, bukan pelukan hangat atau sapaan manis dari ibunya. Namun bentakan keras yang masuk ke telingaku begitu nyaring hingga aku membutuhkan waktu untuk mencerna kalimat dari ibuku.. iya itu ibuku...
" Kaira, Kau baru saja pulang!" ucap ibuku dengan mata yang menyalang dan nafas yang menggebu.
"Iya ibu, aku baru selesai mengajar" jawabku dengan tenang
"Kau tau banyak sekali pekerjaan rumah yang menumpuk karena kau tidak ada di rumah. Liat banyak pakaian yang belum kau libat, banyak kotoran kucing yang berserakan, lantai yang kotor. Aku sudah muak dengan ini. Kau memang anak bodoh. Bahkan kau seorang mahasiswa tapi kau tetap saja bodoh"
"Aku lebih baik mempekerjakan pembantu yang dapat ku bayar dan meringankan pekerjaanku daripada kau!" lanjut ibuku dengan nada yang membentak
Diam, adalah jawabanku saat ini. Terasa begitu sakit saat kalimat pembantu terngiang dalam fikiranku, belum sempat aku menjelaskan ibuku menyelaku dengan cepat.
"Aku lebih baik tidak mengasuhmu waktu itu"
Duarr. Terasa seperti sesuatu yang menusuk bagiku. Entah berapa kata sakit lagi yang perlu aku dengar hingga aku memutuskan untuk masuk ke kamar dengan langkah yang cepat.
Kamar adalah bagian dari saksi atas kesedihanku. Bukan inginku untuk tidak membantu ibu tapi aku tau bahwa kuliah bukan membutuhkan uang yang sedikit.
"Apa aku salah jika bekerja dan ingin meringankan beban ibu, bagaimana bisa ia menyamakan aku dengan pembantu yang jelas aku anaknya. Apa jika aku tidak berbakti, maka ibuku memilih tidak membesarkanku waktu itu" benakku berputar dengan pertanyaan yang sama berulang kali. Hingga tak terasa air mataku menetes terus tanpa bisa ku cegah.
Andai ayah ada, mungkin aku tidak akan mendapat cacian sebesar ini dan kalimat yang terlalu perih untuk kucerna baik-baik. Ayahh. Kembalilah. Andai ayah masih hidup, Aku putri kecilmu membutuhkanmu. Meski hanya mimpi hiburlah aku ayahhh. Ini bukan rumah yang aku inginkan. Bukan tempat singgah yang menenangkan. Teringat sosok itu membuatku berderai hingga malam dan rasa kantuk datang menghampiriku. Berharap dapat membuatku istirahat sejenak tentang pahitnya dunia ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI