Mohon tunggu...
Dyah
Dyah Mohon Tunggu... Lainnya - Masih bisa beraktivitas

Suka foto dan ada keluarga kucing dirumah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Home 1

27 Januari 2023   20:01 Diperbarui: 27 Januari 2023   20:04 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                 Home 1

 

"Lo tu cari kerja yang serius napa sih? bosen gue liat lu nganggur doang ." Ujar Nyokab sambil menutup tudung makan sampai berbunyi, karena makanan yang dimakan hanya itu itu saja, yakni sayur kangkung, sambal dan ikan asin.

Aku yang lagi sibuk membersihkan kamar mandi pun, hanya mendengus kesal dari sini. Dalam hati kecilku meminta untuk berhenti membersihkan kamar mandi, tapi pada kenyataannya aku tetap ga bisa.

"Bila perlu, lo ngikut gue kerja disana, biar gue dapat uang lebih banyak buat belanja nanti."

"Riska ga mau."

"Lo nyari kerja aja susah. Cuma tamatan Smp doang. Mau kerja dimana lagi lu? Paling gampang ya ngikut gue."

"Gue mau makanannya udah di ganti waktu gue pulang nanti malam, bosen gue makan itu. Dan ini uang buat belanja sama  masak yang enak buat gue makan."

Setelah meletakkan uang, dia segera pergi dari dapur untuk menuju ke kamar. Bersiap siap untuk kembali bekerja ditempat biasa, hanya demi untuk makan sehari hari. Kalau lo tanya, kenapa bukan Bokap yang harusnya kerja cari uang. Jawabannya adalah karena dia udah mati 2 tahun yang lalu gara gara asmanya yang udah parah dan ga cukup uang buat rawat di rumah sakit. Alhasil nyokap yang gantiin buat dia kerja. Tapi, karena dia cuma sekolah sampai kelas 4 sd, dia nyari kerja yang menurut dia gampang buat dicari dan bisa menghasilkan uang banyak. Awalnya memang banyak, tapi lama lama uang yang dia dapat ga banyak, karena persaingannya semakin banyak. Ditambah lagi, karena seringnya ada razia malam.

Selesai dari membersihkan kamar mandi, aku lanjut untuk mandi. Barulah setelah itu, aku bersiap siap pergi ke warung untuk membeli bahan lauk sesuai uang yang diberikan. Karena uangnya ada lima puluh ribu, ayam menjadi pilihan utamaku kali ini untuk memasak. Bisa dibilang makan ayam dirumah itu mewah dan itu hanya 2 bulan sekali. Kalaupun begitu, aku tetap bersyukur dengan makanan yang ada.

"Eh, Riska, Ibu kamu udah pergi kerja lagi?" Tanya pemilik warung sambil menghitung uang dari lacimejanya.

"Iya Bu, barusan udah berangkat. Kenapa ya bu?"

"Ga, ga papa. Kamu nanti kalau bisa cari kerjanya yang lain aja. Ga usah kaya ibu kamu tuh."

Aku hanya tersenyum mengiyakan atas apa yang dia ucapkan kepadaku. Karena itu sudah seperti makanan sehari hari, yang selalu diucapkan oleh warga warga di sekitar ketika bertemu denganku. Aku hanya Diam tanpa menjawab apa apa, karena memang pada nyatanya Ibu memang bekerja seperti itu. Ketika aku minta berhenti pun dia tidak mau dan keesokkan harinya tetap bekerja sampai sampai pernah di suatu malam dia membawa pelanggannya itu pulang kerumah dan dimasukkannya ke dalam kamarnya.

Malam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan sepertinya ibu akan pulang terlambat lagi kali ini. Kini di ruang tamu yang berukuran tiga kali empat meter aku duduk di atas lantai yang beralaskan tikar. Sibuk membaca loker kerja Koran yang aku dapatkan ketika meminta kepada sang pemilik warung. Siapa tau, kali ini aku mendapatkan keberuntungan dan bisa menggantikan ibuku bekerja.  Selang tak lama dari jam sepuluh itu, suara kedoran pintu tak asing menyadarkanku. Aku tahu dia pulang dan dalam hati pun aku merasa senang dia pulang dengan keadaan selamat. Tapi ketika dia masuk ke dalam rumah, dia tidak terlihat baik baik saja.

"Buk, ibuk kenapa mukanya kaya gitu?" ucapku yang khawatir langsung mengecek anggota tubuhnya yang lain.

"Udah gue ga papa. Bikin minum sana buat tamu."

Tamu ucapku bingung pada diriku sendiri dan seketika itu juga orang yang dimaksudkan sudah berada di ambang pintu sambil tersenyum smirk. Aku buru buru masuk kedalam karena takut di apa apakan seperti yang ibu dapatkan. Tapi ketika ingin masuk ke kamar, aku hampir lupa bahwa aku harus membuatkan minuman untuk orang itu.

"Maria, lo ngapain sih lama banget!" teriak laki laki paruh baya yang sudah berumuran sekitar lima puluhan tahun itu sambil menghisap rokok.

"Bentar sayang, aku lagi ganti baju lagi nih." Ucap Ibu dengan nada lembutnya dan itu benar benar membuatku jengkel.

"Aku masuk ya Maria."

Aku yang mendengar jawaban pria paruh baya itu pun langsung naik pitam dan menghalanginya sebelum masuk ke kamar Ibu.

"Mau ngapain kamu Pak? Ini kamar ibu saya" Ucapku dengan nada marah padanya.

"Kamu tu anak kecil ga usah ikut campur." Jawabnya mengonyor kepalaku sambil meniupkan asap rokok tepat diwajahku.

"Biarin. Bapak tunggu aja diluar, ga usah masuk." Aku berusaha mendorong tubuhnya menjauh dari pintu. Tapi apa ada, tubuhnya terlalu berisi sehingga badanku yang kecil ini tidak cukup tenaga untuk mendorong pergi dari sini.

"ga usah ikut campur ya ga usah. Apa mau saya cekik kamu hah?"

Aku yang mendengar itu pun langsung terdiam tak bersuara. Sekujur tubuhku berkeringat dingin dan bingung ingin melakukan apa. Tapi untung  saja pintu kamar ibu terbuka dan dia langsung membawa laki laki itu segera pergi dariku.   

"Kamu makan aja sendiri, gue mau balik kerja lagi." Ucapnya pergi meninggalkanku sendiri dirumah kali ini. Dan karena kejadian malam ini, membuatku bertekad untuk bekerja menggantikan Ibu.

"Awas aja itu bapak bapak tua. kalau ketemu lagi, lihat saja nanti." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun