Drama itu jadi pembelajaran publik. Pernikahan adalah perjanjian di hadapan Allah SWT. Perpindahan tanggung jawab ayah (atau wali) anak perempuan kepada laki-laki yang menikahi.
Sebelum akad nikah dibacakan, ada tausiah oleh Penghulu. Di situlah diurai nasihat nikah. Serius, Tapi, mayoritas pengantin tidak menyimak, karena terlalu gembira menikah.
Nasihat nikah, antara lain, jangan ada tindak kekerasan, baik fisik maupun psikis. Semuanya berdasar ajaran agama.
Dr Greg Smalley dalam bukunya, "Fight Your Way to A Better Marriage" (2013) menyebutkan, di setiap pernikahan pasti ada peperangan. Judul dan isinya, kontroversial. Itu sebab, buku ini best seller di Amerika.
Judul lengkapnya: "Fight Your Way to a Better Marriage: How Healthy Conflict Can Take You to Deeper Levels of Intimacy". Peperangan suami-isteri justru menambah keintiman.
Seperti nasihat orang Jawa: "Eker-ekeran (konflik) itu bumbunya pernikahan. Ibarat masakan, nikah tanpa eker-ekeran, gak sedep."
Buku Smalley: "Marriage is a battle. But not against each other." Nah, membingungkan, kan?
Ternyata, yang dimaksud adalah: Masing-masing individu yang menikah, wajib berperang melawan egoisme masing-masing. Menekan ego. Sampai titik terendah.
Jika sebelum nikah, suami atau isteri suka main dengan teman, sampai menginap segala, setelah nikah, itu dikurangi. Bergaul dengan sepantasnya saja. Umumnya, setelah menikah, suami atau isteri semakin banyak yang naksir dibanding sebelum nikah. Inilah godaan. Jika kepleset, terjadi selingkuh.
Tapi, buku Smalley juga mengungkap cek-cok suami-isteri. Dan, konflik itu justru baik demi keintiman pernikahan. Syarat: Suami-isteri bisa mengelola cek-cok.
Dr Smalley adalah penasihat nikah di Colorado, Amerika Serikat. Buku itu berdasarkan konseling, penelitian, dan kisah sukses pernikahan Smalley selama puluhan tahun.