Apakah Rizky melempar bola biliar? "Oh nggak. Bola biliar mau dilemparkan, tapi tidak dilemparkan. Saya sudah tanya sama Rizky tadi. Tidak benar itu. Cuman gertak." kata Ede Erpil.
Dilanjut: "Antara Rizky dengan Lesti sudah baikan. Mereka ketemu saat Lesti di rumah sakit. Berpelukan."
Rizky sudah dipanggil polisi untuk diperiksa sebagai saksi di Polres Jakarta Selatan, Rabu (5/10) tapi Rizky tidak hadir. Alasannya, trauma psikologis akibat diejek warganet terkait pemberitaan kasus ini.
KDRT antara ada dan tiada. Antara terjadi dan tidak. Apalagi, polisi belum menetapkan tersangka. Meski alat bukti hukum sudah cukup (berdasar KUHAP, minimal dua alat bukti yang kuat).
Terus, apakah perkara ini bakal dihentikan, meski statusnya sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan? Jawabnya, tergantung hasil penyidikan polisi.
Tapi, sesungguhnya konflik suami-isteri begini, suatu cobaan hidup berat bagi para pihak (pelaku-korban). Apalagi, Rizky-Lesti sudah dikaruniai anak, Muhammad Leslar Al-Fatih Billar. Kini usia delapan bulan.
Seumpama, Lesti meneruskan perkara ini, hampir pasti mereka bakal bercerai. Hak asuh anak, umumnya jatuh pada ibu. Apalagi ini dugaan KDRT ayah terhadap ibu. Setelah cerai, status Lesti jadi janda.
Seandainya, Lesti menghentikan perkara ini, mungkin dia juga ngeri (jika laporan polisi Lesti, benar-benar terjadi). Bagaimana mungkin, dia bisa menahan semua itu, kelak?
Ini suatu pilihan hidup yang rumit.
Louise Robinson dan Professor Karen Spilsbury dalam buku mereka: "Systematic review of the perceptions and experiences of accessing health services by adult victims of domestic violence" (2008), menjelaskan, bahwa tidak gampang buat wanita korban Domestic Violence (KDRT) membawa perkaranya ke ranah hukum. Pilihan sangat sulit.
Buku itu ditulis berdasar hasil riset mereka di Amerika Serikat. Para korban KDRT di sana, tidak langsung lapor polisi. Melainkan, diawali lapor ke lembaga healthcare professionals (HCP).