Di depan gerbang rumah Enembe, ada tenda atap terpal warna merah. Beberapa simpatisan yang bersiaga kemudian tampak memegang sejumlah busur panah. Tanda siaga.
Setelah melewati gerbang, masih ada gerbang lagi. Penjagaan lebih ketat lagi. Padahal, dari situ sampai rumah Enembe masih sekitar 200 meter lagi. Tapi, wartawan hanya boleh sampai di sini.
Sulit dibayangkan, apa jadinya seumpama Enembe dijemput paksa petugas KPK. Penjagaan begitu ketat. Dan, tampaknya pihak KPK sudah tahu situasi ini.
Walaupun penegak hukum tidak gentar. Tidak boleh gentar. Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada pers di Mabes Polri, Jumat, 30 September 2022, menyatakan, siap membantu KPK.
Kapolri: "Kami sudah menyiapkan 1.800 personel di Papua. Kami siap untuk mem-backup apabila dibutuhkan KPK."
Warga Papua pun mendukung KPK. Ketua Generasi Garuda Sakti Indonesia Provinsi Papua, Apbsalom Yarisetouw dalam keterangan pers, Sabtu, 1 Oktober 2022, mengatakan:
“KPK harus jemput paksa, didampingi TNI dan Polri. Bapak Lukas Enembe sudah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK. Penegak hukum harus bisa tegakkan hukum di Indonesia."
Menurutnya, warga Papua yang demo beberapa waktu lalu untuk menghalangi proses hukum terhadap Enembe, juga penjaga di rumah Enembe, oknum yang diduga dibayar.
“Itu bukan semua masyarakat Papua. Sehingga TNI dan Polri harus segera menuntaskan."
Warga Papua lain, juga mendukung KPK. Sekitar 40 orang warga Papua dipimpin tokoh agama Islam Papua, Ismail Asso, berdemo ke Gedung KPK di Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2022. Mereka meneriakkan dukungan terhadap KPK.
Ismail Asso: "Papua itu otonomi khusus. Otonomi khusus itu di atas kertas, tapi isinya uang. Uangnya itu triliunan rupiah. Terlalu besar dan sangat besar di semua Indonesia digelontorkan ke Papua. Sementara penduduknya ada berapa? Sekitar dua juta jiwa. Tapi rakyat Papua hidup miskin."